Claim Missing Document
Check
Articles

Found 13 Documents
Search

Pati Ganyong (Canna Edulis Ker.) Termodifikasi HMT : Sifat Pasta Pati dan Aplikasi Dalam Formulasi Mi Kering Winda Haliza; nFN Widayanti; nFN Widaningrum; Ridwan Thahir
Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 8, No 2 (2011): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jpasca.v8n2.2011.47-55

Abstract

Pati ganyong diberi perlakuan heat moisture treatment (HMT) dengan tujuan unruk meningkatkan kualitas mi kering. HMT pati ganyong yang dicobakan pada kadar air 20%, suhu 110°C selama 8 jam memberikan perubahan pada profil Rapid Visco Analysis (RVA) pasta pati dengan meningkatkan suhu gelatinisasi, tidak ada puncak viskositas, tidak ada viskositas breakdown, setback viskositas lebih rendah dan viskositas yang stabil selama pernanasan dibandingkan pati ganyong alami. Pati ganyong termodifikasi HMT, tepung kacang tunggak dan tepung terigu, diformulasikan untuk pembuatan mi kering menggunakan metode mixture  d­ optimal desain dari Response Surface Methodology (RSM). Formula mi kering hasil optimasi terdiri dari campuran 50% terigu, 32,28% tepung kacang tunggak dan 17,72% pati ganyong termodifikasi. Formula ini merupakan formula terpilih mi kering dengan karakteristik fisik sebagi berikut : susut masak 9, 13%, waktu masak 9,75%, berat rehidrasi 207,9%, elongasi 24,75%, tension 27,7 gf, kekerasan 1275 gf, ahesiveness 0,09dan elastisitas 0,71 gs. Karakteristik mi kering yang diperoleh memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI 01-2974-1992), bahkan untuk kandungan protein mi kering memiliki nilai lebih tinggi dari yang disyaratkan SNI. Heat moisture treatment of canna starch: pasting properties and application to dry noodle formulation.Hydrothermal treated caona starch was prepared by heat moisture treatment (HMT). This treatment was aimed at improving of dried noodle quality. HMT was applied to canna starch with 20% moisture at 110°C for 8 h. Pasting properties of HMT canna starch showed a higher gelatinization temperature, lower viscosity setback, more heat stable than those of the native canna starch. Results from response Surface Methodology suggested that the optimum formula for tbe developed dry noodles was 50% of wheat flour, 32.28% of cowpea flour and 17.72%  of HMT canna starch. This formula produced dried noodles with cooking loss 9.13%, cooking time 9.75%, rehydration weight 207.9%, elongation 24.75%, tensile strength 27.7 gf, hardness 1275 gf, adhesiveness 0.09, and elasticity 0.71 gs. Protein content of the developed dry noodles 18.87% was higherthan that Indonesia National Standard.
OPTIMIZATION OF RESISTANT STARCH FROM BANANA FLOUR CV. MAS KIRANA OFF GRADE TO PRODUCE YOGURT PREBIOTIC Ermi Sukasih, STP, MSi; nFN Widaningrum; nFN Setyadjit; Winda Haliza
Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 18, No 1 (2021): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jpasca.v18n1.2021.9-20

Abstract

The banana of CV. Mas Kirana off-grade can be processed into banana flour with high resistant starch content which functions as a prebiotic. This study aims to optimize the content of resistant starch (RS) type 3 in the produce of banana flour. Modified banana flour cv. Mas Kirana with highest RS content will then be used to substitute skim milk in making prebiotic banana yogurt and are analyzed for its sensory properties. Data were processed using design expert 11.0 with three factors, namely X1 (Lactic acid bacterial concentration (LAB), X2 (fermentation time), X3 (retrogradation time). The optimization result was 109 CFU/mL of lactic acid bacteria concentration, 24 hours of fermentation time, and 37,60 hours of retrogradation time. The resulting banana flour cv Mas Kirana has 83,95% of resistant starch, 29,24% of yield, 3,60 of logarithmic lactic acid bacteria, and 4,49 of pH value. Its application to the production of banana yoghurt prebiotic replacing 80% skim milk, was acceptable to panelists in terms of color, aroma, viscosity, taste, and overall acceptance.
Penambahan Tepung Pisang Uli Modifikasi Kaya Pati Resisten Pada Pembuatan Yoghurt Sinbiotik nFN Widaningrum; Sri Laksmi Suryaatmadja; Nur Richana; nFN Suliantari
Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 10, No 1 (2013): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jpasca.v10n1.2013.39-49

Abstract

Pisang uli kaya akan amilosa sehingga berpotensi kaya akan pati resisten tipe 3. Pati resisten tipe 3 (RS3) potensial sebagai sumber prebiotik berkaitan dengan fungsi fisiologisnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi mutu yoghurt sinbiotik yang dibuat dengan mensubstitusi susu skim dalam pembuatan yoghurt dengan tepung pisang uli modifikasi kaya pati resisten. Yoghurt sinbiotik dibuat dengan mensubstitusi 70% susu skim dengan tepung pisang uli modifikasi dan diberi penambahan probiotik Bifidobacterium bifidum atau L. plantarum BSL. Nilai pH produk yoghurt sinbiotik substitusi 70% TPUM dengan probiotik baik B. bifidum maupun L. plantarum BSL yang tidak dipasteurisasi umumnya menurun setelah 4 minggu penyimpanan, kecuali pada yoghurt kontrol. Hal yang berbeda terjadi pada pH produk yoghurt sinbiotik yang dipasteurisasi, dimana perlakuan pasteurisasi terlebih dahulu sebelum diberi penambahan probiotik menyebabkan pH yoghurt meningkat saat penyimpanan pada minggu ke-0 sampai minggu ke-4. Nilai total asam laktat tertitrasi yoghurt sinbiotik menunjukkan penurunan selama 4 minggu penyimpanan. Untuk total probiotik, yoghurt sinbiotik masih mengandung total probiotik 109 CFU/ml setelah penyimpanan refrigerator selama empat minggu. Yoghurt sinbiotik substitusi 70% TPUM dengan probiotik B. bifidum dan L. plantarum BSL dapat diterima dari sisi sensori oleh panelis dari segi aroma, warna, tekstur, konsistensi (keseragaman), dan rasa. Dilihat dari total probiotik pada penyimpanan selama 4 minggu, L. plantarum BSL masih memiliki jumlah yang cukup tinggi sehingga dapat direkomendasikan sebagai probiotik pada pembuatan pangan fungsional lainnya.
Karakterisasi Serta Studi Pengaruh Perlakuan Panas Annealing Dan Heat Moisture Treatment (Hmt) Terhadap Sifat Fisikikimia Pati Jagung nFN Widaningrum; Endang Yuli Purwani
Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 3, No 2 (2006): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jpasca.v3n2.2006.109-118

Abstract

Penelitian pengaruh perlakuan panas annealing dan heat moisture treatment terhadap sifat fisikokimia pati jagung telah dilakukan. Tujuan penelitian yaitu melakukan karakterisasi dan menerapkan dua perlakuan panas (annealing dan heat moisture treatment/HMT) untuk memodifikasi sifat fisikokimia pati jagung dari beberapa varietas. Perlakuan panas dipilih dengan pertimbangan cara fisik dianggap lebih aman dibanding dengan cara kimiawi. Beberapa varietas jagung (jagung ketan, Antasena, Bisma, Kalingga dan C7) difraksinasi untuk mendapatkan serat, germ, gluten, dan pati. Selanjutnya pati diisolasi dari tiga varietas jagung terpilih, dan diberi perlakuan annealing serta HMT. Sebagai kontrol digunakan pati jagung komersial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi varietas dan jenis perlakuan panas berpengaruh nyata terhadap komponen kimia (air, amilosa dan lemak) dan sifat fisik pati (daya serap air). Kadar air, amilosa, dan lemak pati jagung bervariasi antara 2-10%, 17-46%, dan 1-2%, sedangkan daya serap air sekitar 0,4-3%. Sifat-sifat pati jagung yang diteliti sebanding dengan pati jagung komersial. Perlakuan panas mengubah sifat pasta pati jagung yang dievaluasi dengan alat Brabender Amilograph. Berdasarkan kurva Brabender, pasta pati jagung native dari jenis ketan dan Bisma yang semula termasuk dalam tipe A berubah menjadi tipe C setelah perlakuan panas.
Pengaruh Pulsing, Lama Penyimpanan Stok Dan Suhu Peragaan Terhadap Masa Kesegaran Bunga Potong Alpinia purpurata Ira Mulyawanti; Christina Winarti; nFN Widaningrum; nFN Yulianingsih; Dwi Amiarsi
Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 7, No 2 (2010): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jpasca.v7n2.2010.94-102

Abstract

Bunga potong Alpinia purpurata mempunyai sifat mudah layu dan rusak, yaitu dengan masa kesegaran yang hanya mampu bertahan 4-5 hari. Salah satu cara untuk mempertahankan kesegaran bunga potong adalah dengan penggunaan larutan perendam (pulsing) dan holding. Penyimpanan dingin juga dapat dijadikan alternatif dalam mempertahankan kesegaran bunga polong. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh pulsing dan lama penyimpanan dingin terhadap masa peragaan bunga Alpinia yang diperagakan di suhu ruang (29-30°C) dan suhu 20-22°C. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pulsing terhadap bunga potong Alpinia purpurata dapat meningkatkan masa peragaannya dibandingkan dengan tanpa pulsing, yaitu 16,3 hari dengan pulsing sukrosa (pa), 13,5 hari dengan pulsing gula dan 10,7 hari dengan tanpa pulsing. Sedangkan lama penyimpanan stok bunga pada pendingin suhu 15°C dan tempat peragaannya tidak mernberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap rnasa kesegaran bunga potong Alpinia purpurata, namun semakin lama bunga disimpan pada suhu 15°C kemekarannya menjadi terhambat. Influence Of Pulsing, Stock Storage And Display Temperature On The Vase Life Cut Of Alpinia purpurataAlpinia purpurata cut flowers have withered and easily damaged, and the freshness only 4-5 days. One way to maintain the freshness of cut flowers is using pulsing and holding solution. Cold storage can also be used as an alternative in maintaining the freshness of cut flowers. The research aims to determine the influence of pulsing and cold storage for vase life period of Alpinia purpurata flower on the display at ambient (29-30°C) and temperature 20-22°C. The results showed that the pulsing of cut flowers Alpinia purpurata can improve its display period (16.3 days on sucrose pa pulsing, 13.5 on sugar pulsing and 10.7 all no pulsing). While, the stock period in the cold room (l5°C) and temperature of the display room gave no difference effect on the flower freshness, the longer the flowers are stored in cold room, the bud opening are delayed.
Penggunaan Tepung Dan Pasta Dari Beberapa Varietas Ubjalar Sebagai Bahan Baku Mi Nur Richana; nFN Widaningrum
Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 6, No 1 (2009): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jpasca.v6n1.2009.43-53

Abstract

Ubijalar dapat menjadi sumber makanan pokok alternatif bagi masyarakat Indonesia. Salah satu alternatif pengolahan ubi jalar adalah dengan mengolahnya menjadi mi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan teknologi pengolahan mi, tanpa terigu dari ubi jalar dalam upaya meningkatkan citra dan nilai tambah ubi jalar. Perlakuan yang diterapkan adalah bentuk olahan setengah jadi dari ubijalar yaitu bentuk tepung dan pasta ubi jalar, serta perlakuan varietas ubi jalar yaitu Kidal (kuning), Ayamurazaki (ungu), Sari (oranye), dan Jago (putih). Hasil penelitian menunjukkan bahwa rendemen untuk pasta lebih besar karen a masih mengandung air yang tinggi, namun demikian berdasarkan berat kering rendemen pasta (11,79-24,58%) tidak berbeda nyata dibanding tepung (14,47-21,26%). Sifat fungsional pati ubijalar yaitu rasio amilosa dan amilopektin berturut-turut adalah 19,76-24,0% dan 75,12-80,24%, viskositas puncak berkisar antara 72-348BU dan viskositas balik 110-130BU. Mi ubi jalar kering dengan bahan baku tepung ubi jalar dan tapioka (80:20), dan dari pasta ubi jalar dengan tapioka (70:30 tapioka) mempunyai komposisi kimia yang tidak berbeda. Kadar air mi kering yang dihasilkan berkisar 4,63-4,69%, abu 1,31-1,35%, lemak 0,96-1,12, protein 0,28-0,74%, serat 0,58-3,91 % dan pari 29,23-81,38%. Waktu optimum pemasakan mi ubi jalar dari tepung dan pasta 4,04-4,41 menit. Daya serap air mi ubi jalar dari tepung adalah 21,22-60,43% sedangkan dari pasta 53,89-55,08%. Kehilangan padatan akibat pernasakan mi ubi jalar dari tepung (4,43-15,33%) dan pasta 15,03-16,41 %. Uji organoleptik mi dari pasta (nilai kesukaan rata-rata 3,8), secara umum lebih disenangi dibanding dari tepung ubijalar (rata-rata nilai kesukaan 3,5). Panelis paling menyukai produk mi ubi jalar dari varietas Kidal (rata-rata skor 3,95). Usage Of Flour And Paste Of Some Varieties Of Sweetpotato As Raw Material For NoodleSweetpotato can used as alternative of staple food source for Indonesian people. One of alternatives of sweetpotato processing was noodle. The aim of this research was to get processing technology of non­ wheat noodle made from sweetpotato to increase its image and added value. Treatment done were flour, pasta, and sweetpotato varieties; they were Kidal (yellow), Ayamurazaki (purple), Sari (orange), and Jago (white). Yield of pasta was bigger because still contained high level of moisture, however, dry based weight yield of paste (11,79-24,58%) were not significantly different compared to flour (14,47-21,26%). Ratio of amylose and amylopectin were 19,76-24,0% and 75,12-80,24% respectively, peak viscosity 72-348 BU and set-back viscosity 110-130 BU. Sweetpotato dry noodle made from sweetpotalo flour and tapioca (80:20) and from sweetpotato flour pasta and tapioca (70:30) had not from different in chemical compositions. Moisture content of dry noodle were 4,63-4,69%, ash 1,31-1,35%, fat 0,96-1,12%, protein 0,28-0,74%, fiber 0,58-3,91 %, and starch 29,23-81,38%. Cooking optimum time from sweetpotato flour and pasta were 4,04-4,41 minutes. Water absorption power of sweetpotato noodle from flour were 21,22-60,43%, meanwhile from paste were 53,89-55,08%. Loss of solids because of cooking from sweetpotato noodle from flour were 4,43-15,33% and paste 15,03-16,41 %. Organoleptic test of noodle from pasta (rate of hedonic value was 3,8), generally much more preferred by panelists compared to sweetpotato flour (rate of hedonic value was 3,5). The most preferred sweetpotato noodle chosen by panelists was made from Kidal variety (rate of hedonic value was 3,95).
Introductory Study On Processing Of Fermented Jack Bean (Canavalia Ensiformis) nFN Widaningrum; Ermi Sukasih; Endang Yuli Purwani
Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 12, No 3 (2015): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jpasca.v12n3.2015.129-136

Abstract

Tempe is a traditional fermented food in Indonesia and it is mainly made from soybean. There is imbalance between demand and supply of soybean for tempe production. Consequently, it has forced Indonesia to import large quantity of soybean to meet the local demand. In term of reducing soybean import, efforts must be done to substitute soybean with other local beans. Of one among many beans, jack bean (Canavalia ensiformis) had potency to be developed as material for making tempe. The objective of this research was to study physicochemical characteristics of jackbean tempe and did sensory evaluation. Soaking, drying, dehulling and splitting were applied prior to fermentation. Treatment done was fermentation time (12, 24, 36 and 48 hours). Value of pH, total count, and soluble protein were measured during fermentation process. The fungus grew well and jackbean cake tempe with dense mycelial growth was completely formed after 36 hrs of fermentation period. Soluble protein increased significantly from 0,24-0,26 mg/g during fermention period, indicating that highly active proteolytic enzyme might exist. Sensory evaluation results showed that in the form of fried tempe, sensory properties of jackbean tempe was equivalent to soybean tempe, especially/particulary in terms of color, flavor, acidity, texture and overall acceptability. The results were significant to reduce dependency on soybean import by substituting it in the tempe production in Indonesia KAJIAN AWAL PENGOLAHAN KACANG KORO PEDANG (CANAVALIA ENSIFORMIS) TERFERMENTASITempe merupakan makanan fermentasi tradisional di Indonesia yang utamanya terbuat dari kedelai. Ada ketidakseimbangan antara permintaan dan pasokan kedelai untuk produksi tempe. Akibatnya, Indonesia terpaksa mengimpor kedelai dalam jumlah besar untuk memenuhi permintaan lokal. Dalam rangka mengurangi impor kedelai, perlu dilakukan upaya untuk mengganti kedelai dengan kacangkacangan lokal. Kacang yang memiliki potensi untuk dijadikan bahan baku tempe yaitu kacang koro pedang (Canavalia ensiformis). Tujuan penelitian ini yaitu mempelajari sifat fisik, kimia dan sensori tempe yang dibuat dari kacang koro pedang. Perlakuan yang diterapkan yaitu waktu fermentasi (12, 24, 36 dan 48 jam). Parameter pengamatan yang diukur yaitu pH, total mikroba dan protein terlarut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kacang koro pedang cocok untuk produksi tempe. Ragi tumbuh dengan baik dengan pertumbuhan miselium padat terbentuk setelah 36 jam periode fermentasi pada tempe koro pedang. Protein terlarut meningkat secara signifikan dari 0,24 sampai 2,60 mg/g selama periode fermentasi, menunjukkan bahwa terdapat aktivitas aktif enzim proteolitik. Hasil analisis sensori memperlihatkan bahwa tempe koro pedang setara dengan tempe kedelai, terutama dalam hal warna, aroma, keasaman, tekstur, dan daya terima khususnya pada tempe yang disajikan setelah digoreng. Penggunaan koro pedang sebagai bahan baku tempe cukup signifikan untuk mengurangi ketergantungan pada impor kedelai dengan menggantikannya dalam produksi tempe di Indonesia.
Pengaruh Larutan Pengawet dan Cara Sterilisasi Terhadap Sifat Fisik, Kimia, Mikrobiologi serta Sifat Organoleptik Produk Lada Hijau dalam Larutan Garam nFN Widaningrum; Tri Marwati
Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 4, No 1 (2007): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jpasca.v4n1.2007.44-56

Abstract

Terjadinya kecenderungan penurunan ekspor lada Indonesia memicu munculnya pemikiran untuk menambah sekaligus menjamin kelangsungan pendapatan petani serta meningkatkan nilai ekonomi lada, melalui diversifikasi produk lada. Salah satu produk diversifikasi lada yang dapat diterima di pasar internasional dan potensial dikembangkan di Indonesia adalah lada hijau dalam larutan garam. Komposisi larutan pengawet seperti garam dan asam sitrat serta cara sterilisasi sangat menentukan mutu produk lada hijau dalam larutan garam. Berdasar latar belakang tersebut maka dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi garam dan asam sitrat sebagai larutan pengawet dan cara sterilisasi terhadap sifat fisik, kimia, mikrobiologi dan organoleptik lada hijau dalam larutan garam. Lada hijau segar diperoleh dari Serang, Banten. Tahapan penelitian yang dilakukan meliputi karakterisasi buah lada hijau segar, proses pengolahan lada hijau dalam larutan garam dan karakterisasi lada hijau dalam larutan garam yang dihasilkan. Percobaan dirancang secara Acak Lengkap Faktorial dengan dua kali ulangan. Faktor pertama yaitu konsentrasi garam dapur (A), A1= 10%, A2= 12% dan A3 = 14%. Faktor kedua konsentrasi asam sitrat (B), B1= 1,5%, B2 = 2,0 % dan B3 = 2,5 %. Faktor ketiga adalah cara sterilisasi (C), C1= air mendidih (100°C) dan C2 = autoklaf (121°C). Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi garam berpengaruh nyata terhadap pH larutan produk; konsentrasi asam sitrat berpengaruh nyata terhadap tekstur produk, pH buah lada, pH larutan produk; sedangkan cara sterilisasi secara tunggal berpengaruh nyata terhadap pH buah lada, kejernihan larutan produk dan jumlah mikroba (TPC) lada hijau dalam larutan garam. Melalui kajian terhadap hasil penelitian tersebut, lada hijau dalam larutan garam 10% dan asam sitrat 1,5% sebagai larutan pengawet serta sterilisasi dengan air mendidih merupakan kombinasi perlakuan yang optimal.Effect Of Preservative Solution And Sterilization Method On Physical, Chemical, Microbiological And Organoleptic Properties Of Green Pepper In Brine.Decreasing trend on Indonesian pepper export activity triggered the opinion to add a guarantee farmer's income continuity, and to improve economic value of pepper, through product diversification. One of pepper product diversification which can be accepted in international market and potential tp be developed in Indonesia is green pepper in brine. Composition of preservative solution (i.e. salt and citric acid) and sterilization method effects the quality of green pepper in brine. The objective of this study was to know the effect of salt and citric acid concentration and sterilization method on physical, chemical, microbiological and organoleptic properties of green pepper in brine. Fresh green pepper berries were obtained from Serang, Banten. The experiments done were: characterization of fresh green pepper berries, processing of green pepper in brine, and characterization of green pepper in brine. The process was designed in Factorial Completely Randomized Design, with two replicates. First factor was salt concentration (A), AI= 10%, A2= 12% and A3 -14%. Second factor was citric acid concentration (B), B I= 1,5%, B2 = 2,0 % and B3 = 2,5 %. Third factor was sterilization method (C), C I - boiling water (T 100oC),and C2 = autoclave (T 121oC). Results showed that concentration of salt had an effect on pH of product's solution; concentration of citric acid had effects on product's texture, pH of green pepper berries and pH of product's solution; while sterilization method had effects on pH of green pepper berries, the clarity of product's solution and total plate count (TPC) on green pepper in brine. By studying the research results, green pepper in brine processing used 10% salt and 1,5% citric acid as preservative solution combined with boiling water sterilization was the optimum treatment combination.
Pengaruh Cara Pembumbuan dan Suhu Penggorengan Vakum Terhadap Sifat Kimia dan Sensori Keripik Buncis (Phaseolus radiatus) Muda nFN Widaningrum; Nurdi Setyawan; Dondy A Setyabudi
Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 5, No 2 (2008): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jpasca.v5n2.2008.45-54

Abstract

Di Indonesia, ketersediaan sayuran senantiasa berlimpah sepanjang tahun.  Dalam upaya memperpanjang masa simpan sayuran, diperlukan teknologi yang dapat mengurangi kerusakan dan kebusukan sayuran.  Salah satu teknologi tersebut yaitu melalui penggorengan vakum.  Tujuan penelitian ini yaitu untuk mempelajari karakteristik sayuran buncis muda siap santap yang diolah dengan menggunakan penggorengan vakum.  Penelitian dimulai dengan persiapan, pencucian dan perendaman sayuran  buncis muda dalam larutan CaCl2 (1000 ppm, t=30’).  Pada metode pembumbuan kering, buncis muda diblansir dengan uap, sedangkan untuk metode pembumbuan basah, buncis muda direbus dengan dengan bumbu.    Kemudian dilakukan penggorengan vakum dengan tiga perlakuan suhu (60-70°C, 70-80°C, dan 80-90°C) pada tekanan vakum -72 cmHg.  Percobaan dilakukan sebanyak 4 kali ulangan.  Produk dikemas dalam aluminium foil.  Dari hasil penelitian diperoleh rendemen keripik  buncis muda sebesar 13,58-14,17% dengan waktu penggorengan vakum 1,08-1,41 jam.  Untuk kedua metode pembumbuan, diperoleh komposisi kimia pada keripik buncis muda sebagai berikut: kadar air 6,33-7,39%; abu 4,45-6,10%; lemak 33,95-42,93%; protein 10,86-12,24%;  serat kasar 11,94-14,10%; asam lemak bebas (FFA) 0,62-0,70%; vitamin C: 0,27-0,46 mg/100g; dan vitamin A 135,54-265,39 ppm.  Pada uji organoleptik (sensori), panelis menilai bahwa interaksi perlakuan suhu dan perbedaan cara pembumbuan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap semua parameter (warna, aroma, tekstur, rasa, kerenyahan, dan penerimaan secara umum keripik buncis muda).  Namun secara faktor tunggal, panelis menilai bahwa bumbu berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap rasa dan suhu berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kerenyahan keripik  buncis muda.  Pada umumnya panelis menyatakan agak suka sampai suka untuk semua parameter sensori keripik  buncis muda yang dihasilkan. Effect of Difference Technique of Flavoring and Vacuum Frying Temperature on Chemical and Sensory Properties of Young Chickpea (Phaseolus radiatus) ChipsIn Indonesia, availability of vegetables is guaranteed all year long. In the effort to prolong its storage time, technology to lessen damages and rot of vegetable is needed. One of technologies was through vacuum frying. Target of this research was to get processing technology of ready to eat young chickpea as vegetable chips. Research started with preparation of young chickpea, and soaked them in CaCI2 solution (1000 ppm, 1=30'). For wet flavoring method, young chickpea was boiled with flavor, meanwhile for dry flavoring method, young chickpea was steam blanched. After that, young chickpea then vacuum fried at 60-70°C, 70-S0°C, and SO-90°C with vacuum pressure -72 cmHg. Products then packaged in alumunium foil. Research was conducted with 4 replication. Research result showed that yield of young chickpea chips were 13.5S-14.17% with vacuum frying time range 1.08-1.41 hours. For both flavoring methods on young chickpea chips, moisture was 6.33-7.39%; ash 4.45-6.10%; fat 33.95-42.93%; protein 10.S6-12.24%; crude fiber 11.94-14.10%; free fatty acid (FFA) 0.62-0.70%; vitamin C 0.27-0.46 mg/100g; and vitamin A l35.54-265.39 ppm. Sensory evaluation showed treatment interaction of different way of flavor and temperature did not have significant effect (P>0,05) to all parameter (color, odor, texture, taste, crispyness and acceptability of chickpea chips). But as individual factor, panelists assess that flavor had significant effect (P<O,05) to chickpea chips taste, meanwhile temperature had significant effect (P<O,05) to crispy ness of chickpea chips. In general, panelists expressed rather like for all parameter of chickpea Chips sensory evaluation.
Application of starch-based edible coating enriched with lemongrass oil as antimicrobials to improve shelf life of red-bell pepper nFN Widaningrum; nFN Miskiyah; Christina Winarti
Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 13, No 1 (2016): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jpasca.v13n1.2016.11-20

Abstract

Red-bell peppers (Capsicum annuum var. Athena) is a perishable vegetable, so it is necessary to improve its shelf life. The edible coating technology can potentially be used to increase shelf life and improve microbiological quality of paprika. This study aimed to determine the effect of sago starch-based coating material with incorporation of natural antimicrobial lemongrass oil on the characteristics of red-bell pepper during storage at 20 and 8°C. The study included preparation of sago starch-based coating material with the addition of lemongrass oil as antimicrobial, their application on red-bell pepper and analysis of physical properties as well as the total microbial during storage. The research design used was factorial completely randomized design consisting of two factors (concentration of lemongrassoil as an antimicrobial and dipping time) with three replications. The results showed that the best treatment was dipping of red-bell peppers into coating formula containing lemongrass oil 0.2% for 5 minutes and storing at 8°C. This treatment provided enhancement of red-bell pepper shelf life up to 7 days with the acceptable total microbials and quite fresh conditions. APLIKASI BAHAN PENYALUT BERBASIS PATI SAGU DAN ANTIMIKROBA MINYAK SEREH UNTUK MENINGKATKAN UMUR SIMPAN PAPRIKA (Capsicum Annum Var. Athena) MERAHPaprika (Capsicum annuum var. Athena) termasuk jenis bahan pangan yang mudah rusak, sehingga diperlukan upaya untuk meningkatkan umur simpannya. Teknologi bahan penyalut potensial digunakan untuk meningkatkan masa simpan dan memperbaiki mutu mikrobiologis paprika. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh penggunaan bahan penyalut berbasis pati sagu dengan inkorporasi antimikroba alami minyak sereh terhadap karakteristik paprika merah selama penyimpanan pada suhu 20 dan 8° C. Penelitian meliputi pembuatan bahan penyalut berbasis pati sagu dengan penambahan minyak sereh sebagai antimikroba, aplikasinya pada paprika merah, dan analisis sifat fisik serta total mikrobanya selama penyimpanan. Rancangan penelitian yang digunakan yaitu rancangan acak lengkap pola faktorial yang terdiri atas dua faktor (konsentrasi minyak sereh sebagai antimikroba dan lama pencelupan) serta dilakukan sebanyak tiga kali ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan terbaik adalah perlakuan paprika merah dengan pencelupan selama 5 menit dalam formula bahan penyalut yang ditambah minyak sereh sebagai antimikroba pada konsentrasi 0,2% dan disimpan pada suhu 8 °C. Pada perlakuan tersebut, paprika merah mampu meningkat masa simpannya sampai 7 hari dengan jumlah total mikroba yang masih dapat diterima dan kondisi yang cukup segar.