Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

Pelayuan dan Pengeringan Bawang Merah Menggunakan Instore Drying Untuk Mempertahankan Mutu Dan Mengurangi Tingkat Kerusakan Sigit Nugraha; Resa Setia Adiandri; nFN Yulianingsih
Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 8, No 2 (2011): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jpasca.v8n2.2011.72-81

Abstract

Proses pelayuan dan pengeringan umbi bawang merah yang tidak berlangsung dengan baik akan menyebabkan kadar air pada bagian leher umbi bawang merah masih terlalu tinggi, sehingga dapat mengakibatkan rendahnya kualitas dan daya simpan. Penelitian ini bertujuan untuk mempertahankan mutu dan mengurangi tingkat kerusakan bawang merah melalui proses pelayuan dan pengeringan dengan instore drying. Penelitian dilaksanakan di Gapokar (Gabungan kelompok penangkar) desa Tengguli, Kecamatan Tanjung, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah. Bahan yang digunakan yaitu bawang merah varietas Bima yang telah masak optimum dengan umur 65 hari setelah tanam, hasil panen dari anggota kelompok penangkar benih. Pada penelitian ini proses pelayuan dan pengeringan dilakukan dengan dua cara yaitu dengan instore drying dan cara petani (penjemuran) sebagai pembanding. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses pelayuan bawang merah dengan instore drying berlangsung lebih cepat (12 jam) dari pada cara petani (27 jam) dengan nilai susut bobot masing-masing 4,97% dan 4,03%. Pada proses pengeringan dengan instore drying waktu pengeringannya lebih cepat 2 hari dibandingkan pengeringan cara petani dengan tingkat kerusakan lebih rendah (0,83% untuk instore drying dan 3,82% untuk cara petani). Sifat fisik dan kimia bawang merah yang mengalami proses pelayuan dan pengeringan dengan instore drying adalah sebagai berikut: kadar abu 0,70%, VRS 7,60%, kadar air 82,32%, susut bobot 18,59%, dan kekerasan 4, I 0 kg/m-. Curing and Drying Of Onion Using Instore Drying To Maintain The Quality and Decrease Level Of DamageUn properly curing and drying process of onion bulb caused the moisture content in the neck part of onion bulb remain high, it could lower its quality and shorter storage life. The objective of this research was to maintain quality and decrease the damage level of onion by applying curing and drying process using instore drying. Research was conducted in seed producer group at Tengguli village, Tanjung subsdistrict, Brebes district, Central Java. Onion from Bima variety produced by seed producer group were used as raw material. It was harvested at optimum maturity (65 days after planting). Curing and drying process were conducted using two methods: instore drying method and farmer method (sun-drying) as comparison. Research result indicated that curing process in the instore drying was faster (12 hours) than in fanner method (27 hours) with weight loss value of 4.97% and 4.03% respectively. The duration of drying process in the instore drying was two days faster than the farmer method, with lower level of damage (0.83% for instore drying and up to 3.82% for farmer method). The physical and chemical properties of onion which was cured and dried using instore drying were as following: ash content 0.70%, VRS 7.60%. moisture content 82.32%, weight loss 18.59%, hardness 4.10 kg/m-, and level of damage 0.83%.
Keragaan Kehilangan Hasil Pascapanen Padi pada 3 (Tiga) Agroekosistem Sigit Nugraha; Ridwan Thahir; nFN Sudaryono
Buletin Teknologi Pasca Panen Vol 3, No 1 (2007): Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian
Publisher : Buletin Teknologi Pasca Panen

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Perbaikan teknik budidaya padi telah dapat meningkatkan produksi secara signifikan, Disadari bahwa penanganan pascapanen secara tidak tepat dapat menimbulkan susut atau kehilangan baik mutu maupun fisik, penelitian keragaan kehilangan hasil pascapanen padi dilaksanakan pada ekosistem padi lahan irigasi, ekosistem padi lahan tadah hujan dan ekosistem padi lahan rawa/pasangsurut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan angka kehilangan hasil pada tahapan penanganan pascapanen padi (pemanenan, perontokan, pengangkutan, pengeringan, penyimpanan dan penggilingan). Penelitian menggunakan rancangan faktor tunggal (Standar deviasi ) dengan 10 ulangan Hasil penelitian menunjukkan bahwa kehilangan hasil kumulatif penanganan pascapanen pada ekosistem lahan irigasi sebesar 13,35 %, pada lahan tadah hujan sebesar 10,39% dan kehilangan pada ekosistem lahan pasang surut sebesar 15,26 %. Kehilangan tersebut terjadi pada tahapan panen, pengumpulan padi, pengangkutan padi, penundaan perontokan, perontokan, penjemuran, penyimpanan gabah dan penggilingan
Inovasi Teknologi Pascapanen Untuk Mengurangi Susut Hasil dan Mempertahankan Mutu Gabah/Beras di Tingkat Petani Sigit Nugraha
Buletin Teknologi Pasca Panen Vol 8, No 1 (2012): Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian
Publisher : Buletin Teknologi Pasca Panen

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Usaha untuk meningkatkan produksi telah berhasil dilakukan oleh pemerintah, namun belum diikuti dengan penanganan pascapanen dengan baik. Varietas padi yang ditanam pada saat ini adalah varietas unggul baru. Salah satu kelemahan dari varietas unggul adalah mudah rontok, sehingga menyebabkan kehilangan pada saat panen dan perontokan tinggi. Disadari bahwa penanganan pascapanen secara tidak tepat dapat menimbulkan susut atau kehilangan baik mutu maupun fisik. Teknologi penekanan susut hasil yang dipilih untuk diterapkan harus teknologi yang sesuai dengan spesifik lokasi. Teknologi tersebut tidak bertentangan dengan masyarakat pengguna, baik secara teknis, ekonomis maupun sosial budaya masyarakat setempat. Kegagalan dalam proses penanganan pascapanen disamping dapat berakibat penurunan mutu juga dapat menimbulkan terjadinya susut hasil yang besar. Oleh karena itu inovasi teknologi pascapanen mulai dari penentuan umur panen padi yang tepat, sistem dan cara panen dan alat panen, cara dan alat perontok yang digunakan, perawatan gabah hasil panen dan proses pengeringan gabah merupakan tindakan yang perlu diketahui dan dilaksanakan dengan benar untuk dapat mempertahankan kualitas gabah. Tulisan ini membahas tahapan penanganan pascapanen padi maupun inovasi teknologi yang mendukung setiap tahapan pascapanen, sehingga dapat mempertahankan kualitas gabah. Gabah yang berkualitas baik akan menghasilkan beras berkualitas yang mempunyai daya saing dan nilai jual tinggi.
Evaluasi Mutu Beras di Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur Hasil Panen Musim Kemarau 2007 Sigit Nugraha
Buletin Teknologi Pasca Panen Vol 5, No 1 (2009): Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian
Publisher : Buletin Teknologi Pasca Panen

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur merupakan daerah sentra produksi padi di Pulau Jawa. Kualitas beras yang dihasilkan petani belum memenuhi standar, sehingga masih perlu perbaikan dalam hal penanganan pascapanen. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui besarnya rendemen dan kualitas beras yang dihasilkan oleh penggilingan padi setempat. Dengan diketahui sebaran mutu beras, akan mempermudah dalam pelaksanaan program perbaikan kualitas dan penanganan pascapanen. Metode penelitian adalah survei, dengan pengambilan sampel secara terstruktur. Dari masing-masing propinsi diambil 4 kabupaten, dari masing-masing kabupaten diambil 5 kecamatan, dan dari setiap kecamatan diambil tiga rice milling unit (RMU) sebagai responden pada musim kering 2007. Setiap penggilingan diambil sampel beras sebanyak 500 gram untuk dianalisis yang meliputi kadar air, derajat sosoh, rendemen giling, persentase beras kepala, beras pecah dan menir. Hasil penelitian menunjukkan bahwa beras yang dihasilkan dari Propinsi Jawa Barat mempunyai derajat sosoh 80-90% dengan kandungan beras kepala 68,12–84,45%, beras pecah 13,80–31,67% dan menir 0,21–1,75%. Beras yang dihasilkan dari propinsi Jawa Tengah mempunyai derajat sosoh 80-90%, dengan beras kepala 63,96–79,56%, beras pecah 19,06–35,80% dan menir 0,24–1,28%., sedangkan beras yang dihasilkan dari Propinsi Jawa Timur mempunyai derajat sosoh 80-90%, dengan kandungan beras kepala 58,43-76,91%, beras pecah 21,84-41,06% dan menir 0,51–1,25%. Data tersebut menunjukkan, bahwa beras yang dihasilkan oleh petani masih mempunyai kualitas di bawah standar (SNI 6128-2008). Perbaikan kualitas beras agar diperoleh gabah kering giling dengan kualitas baik,dapat dimulai dengan perbaikan penanganan pascapanen di lapangan maupun perbaikan proses RMU.
ALAM DALAM LUKISAN NATURALISTIK Sigit Nugraha
Jurnal Cakrawala Pendidikan CAKRAWALA PENDIDIKAN, EDISI 2,1993,TH.XIII
Publisher : LPMPP Universitas Negeri Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (228.646 KB) | DOI: 10.21831/cp.v2i2.8933

Abstract

Alam sebagai terna lukisan naturalistik secara lebiheksplisit di Indonesia tampak pada masa Hindia Molek (19251938).Akan tetapi, objek pemandangan alam tidak hanyamenarik seniman pada masa itu saja, melainkan dari RadenSaleh sampai Dullah dan seniman-seniman yang lebih muda.Persoalan pokok bagi Naturalisme ini adalah pemindahankenyataan alam (realitas) ke dalam bidang kanvas yangdua dimensional. Ruang yang sungguh (virtual space) dipindahkanmenjadi ruang semu yang tergambar di atas kanvas.Demikian pula soal waktu dan gejala-gejalanya. Persoalantersebut terpecahkan karena hadirnya perspektif dan olahan .cahaya.Akan tetapi, lukisan Naturalistik tidak berhenti· padapenggambaran realitas pada bentuk permukaan saja, melainkanjuga sampai pada esensi. Bagaimanapun, ·setiap pelukisnaturalis mempunyai pers.epsi sendiri-sendiri terhadap alamo
Karakteristik Mutu Fisikokimia Jamur Merang (Volvarella Volvacea) Selama Penyimpanan Dalam Berbagai Jenis Larutan Dan Kemasan Resa Setia Adiandri; Sigit Nugraha; Ridwan Rachmat
Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 9, No 2 (2012): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jpasca.v9n2.2012.77-87

Abstract

Jamur merang merupakan komoditas sayuran yang bernilai ekonomi tinggi dan prospektif. Tetapi dalam keadaan segar daya simpannya sangat terbatas karena kadar airnya cukup tinggi dan setelah panen masih mengalami respirasi menghasilkan senyawa kimia yang dapat mempercepat kerusakan jamur merang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik mutu fisikokimia jamur merang selama penyimpanan dalam berbagai jenis larutan dan kemasan. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap faktorial dengan dua faktor dan tiga kali ulangan. Faktor pertama adalah jenis larutan yang terdiri dari: A1 (asam askorbat 0,05%); A2 (asam sitrat 1% ), A3 (garam dapur 2%), A4 (asam askorbat 0,05% + asam sitrat 1 % + garam dapur 2%), A5 (natrium metabisulfit 0,1% + garam dapur 0,2% + asam askorbat 0,1% + asam sitrat 0,1% + kalium karbonat 0,1%), dan A6 (kontrol). Sedangkan faktor kedua adalah jenis kemasan yaitu B1 (standing pouch) dan B2 (gelas plastik). Suhu penyimpanan untuk semua perlakuan sekitar 16 ± 5oC. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua perlakuan cenderung mengalami perubahan mutu fisikokimia selama penyimpanan yang berpengaruh terhadap daya simpannya. Perlakuan dalam kemasan standing pouch dengan penambahan larutan asam askorbat 0.05% + asam sitrat 1% + garam 2% menunjukkan perlakuan dengan daya simpan terlama yaitu 9 hari (10 hari setelah panen) dengan karakteristik mutu fisikokimia sebagai berikut: indeks browning 157,89, tekstur 865,67 gram, konsentrasi CO2 10,49 %, nilai kejernihan larutan 25,60%, pH 4,24, dan hasil uji hedonik untuk warna 4,67, tekstur 4,41 dan aroma 4,45.