EMY SULISTYOWATI
Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Evaluation of Productivity, Fiber Fineness, and Tolerance to Insect Pests of F7 Cotton Lines with Brown Fiber EMY SULISTYOWATI; SIWI SUMARTINI; SUJAK SUJAK; M. MACHFUD; SUHADI SUHADI
Jurnal Penelitian Tanaman Industri Vol 21, No 4 (2015): Desember 2015
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/littri.v21n4.2015.189-198

Abstract

ABSTRACTColoured cotton has been used since 3400-2300 BC. Historically, it has been used prior to allotetraploid cotton which are now planted (G. hirsutum dan G. barbadense) of which some have brown and green fiber. The use of coloured cotton is environmentally friendly, and the demand for it will be increasing in relation with the increased demand of organic cotton. The research was aiming to evaluate of Productivity, Fiber Fineness, and Tolerance to Insect Pests ofF7 promising cotton lineswith brown fiber for the development of national cotton new varieties with brown fiber. The experiment was carried out at Pasirian Experimental Station at Lumajang on Januari-December 2013. 14 F7 lines resulted from 2006 crosses and two control varieties were tested in Randomised Blocked Design. There were two unit tests, the spray and unspray test, each was replicated three times. Plot size was 3 x 10m2 with plant spacing was made of 100 x 25 cm in which one single plant per hole was maintained. observation was done on growth and generative components, seed cotton yield, and field tolerance component. Experimental result showed that line 06063/5 was consistently shown high seed cotton yield under spray (2348,3 kg/ha) and unspray conditions (2372,8 kg/ha). Under unspray condition, there were four promising lines which were yielded higher that the best control varieties (Kanesia 10, 2197,2 kg/ha), i.e. 06063/5 (2372,80 kg/ha), 06067/3 (2235,0 kg/ha), 06062/3 (2255,60 kg/ha), and 06066/2 (2383,90 kg/ha). In addition, the best line showingthe highest field tolerance index was 06066/2 (110,5%). There were only two lines which had fiber length of ≥ 1 inch (25,4 mm), i.e. 06067/4 and 06062/1. It terms of fiber strength, genetic improvement achieved was ranging from 0,81 to 11,54% better than Kanesia 10, but 8,11 – 17,64% worse than Kanesia 8. Nine lines which had their fiber fineness 3,0 – 3,8 mic which are met the industry’s demand.Keywords: Gossypium hirsutum L., coloured cotton, productivity, field tolerance index EVALUASI PRODUKTIVITAS, MUTU SERAT, DAN KETAHANAN TERHADAP HAMA GALUR-GALUR F7 KAPAS BE RSERAT COKLATABSTRAKKapas dengan serat berwarna non-putih telah digunakan sejak tahun3400-2300 sebelum Masehi. Sejarah perkembangannya diperkirakan lebihawal dibandingkan kapas allotetraploid yang banyak dikembangkan saatini (G. hirsutum dan G. barbadense) yang beberapa memiliki warna serat coklat dan hijau. Penggunaan serat kapas berwarna sangat ramah lingkungan dan pemanfaatannya akan meningkat sejalan dengan meningkatnya permintaan kapas organik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi produktivitas, mutu serat dan ketahanan terhadap hama galur-galur harapan F7 kapas dengan serat berwarna coklat dalam rangka mengembangkan varietas kapas nasional berserat coklat.Penelitian menguji 14 galur F7 hasil persilangan tahun 2006 dan dua varietas pembanding dilaksanakan di KP Pasirian, Lumajang pada bulan Januari- Desember 2013; disusun dalam Rancangan Acak Kelompok. Terdapat dua unit pengujian yaitu pengujian dengan pengendalian hama optimal (SPRAY atau S) dan pengujian tanpa pengendalian hama (TANPA SPRAY atau TS) masing-masing diulang tiga kali. Ukuran plot adalah 3 x 10m2; jarak tanam adalah 100 x 25 cm dan pada masing-masing lubang tanam dipelihara satu tanaman. Pengamatan komponen pertumbuhan dan hasil, hasil kapas berbiji, dan komponen ketahanan dilakukan untuk menilai penampilan galur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa galur 06063/5 secara konsisten menunjukkan produksi kapas berbiji yang cukup tinggi baik dalam kondisi dengan pengendalian hama (2 348,3 kg/ha) maupun tanpa pengendalian hama (2372,8 kg/ha). Pada kondisi tanpa pengendalian hama, terdapat empat galur yang lebih unggul dibandingkan varietas pembanding terbaik (Kanesia 10, 2197,2 kg/ha) yaitu 06063/5 (2 372,80 kg/ha), 06067/3 (2 235,0 kg/ha), 06062/3 (2255,60 kg/ha), dan 06066/2 (2383,90 kg/ha). Selain itu, galur yang menunjukkan indeks ketahanan lapang terbaik adalah 06066/2 (110,5%). Hanya terdapat dua galur yang panjang seratnya ≥ 1 inchi (25,4 mm), yaitu 06067/4 dan 06062/1. Apabila dibandingkan Kanesia 10, diperoleh kemajuan dalam hal kekuatan serat sebesar 0,81-11,54%. Tetapi apabila dibandingkan dengan Kanesia 8, maka kekuatan serat dari galur-galur yang diuji lebih rendah 8,11 – 17,64%. Terdapat sembilan galur yang kehalusan seratnya dikelompokkan pada kategori diterima oleh industri (3,0 – 3,8 mic).Kata kunci: Gossypium hirsutum L., kapas dengan serat berwarna, produktivitas, indeks ketahanan lapang.
Pengaruh Komposisi Media dan Sumber Eksplan Terhadap Induksi Kalus, Perkecambahan, dan Pertumbuhan Tunas Embrio Somatik Jarak Pagar Tantri Dyah Ayu Anggraeni; Emy Sulistyowati; Rully Dyah Purwati
Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri Vol 4, No 2 (2012): Oktober 2012
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/bultas.v4n2.2012.76-84

Abstract

Jarak pagar (Jatropha curcas L.) merupakan tanaman penghasil minyak nabati sebagai bahan baku bio-diesel. Selama ini, kebutuhan bahan tanam diperoleh dari benih dan setek. Teknik mikropropagasi khususnya melalui embriogenesis somatik merupakan alternatif untuk penyediaan bahan tanam dalam jumlah besar dengan waktu relatif lebih singkat. Jenis eksplan, genotipe, dan kondisi fisiologis tanaman donor serta jenis dan kondisi fisik mediummerupakan faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan embriogenesis somatik. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui eksplan dan komposisi media yang tepat untuk induksi kalus embriogenesis somatik, perkecambahan embrio somatik dan pertumbuhan tunas hasil embriogenesis somatik. Penelitian dilaksanakan di laboratorium Kultur Jaringan, Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat mulai bulan April sampai dengan November 2011, meliputi tiga tahap, yaitu 1) menguji komposisi media untuk induksi kalus embriogenesis somatik antara lain M1=MS+0,5 mg/l BAP+0,5 mg 2,4 D; M2= MS+1 mg/l BAP +0,5 mg/l 2,4 D; M3= MS+0,5 mg/l BAP+0,2 mg/l TDZ, dan M4= MS+1 mg/l BAP+0,2 mg/l TDZ; 2) menguji komposisi media untuk induksi perkecambahan embrio somatik antara lain MK1= MS+0,5 mg/l BAP+0,1 mg/l NAA dan MK2= MS+0,5 mg/l BAP+0,4 mg/l IBA; dan 3) menguji komposisi media untuk pertumbuhan tunas embrio somatik antara lain MP1= MS+0,5 mg/l BAP+0,1 mg/l IBA dan MP2= MS+0,5 mg/l BAP+0,1 mg/l IAA. Bahan tanam yang digunakan adalah genotipe IP-3A dan IP-3M dengan sumber eksplan kotiledon dan daun. Hasil penelitian menunjukkan kombinasi MS+0,5 mg/l BAP+0,2 mg/l TDZ dengan sumber eksplan kotiledon paling sesuai untuk induksi kalus embriogenesis somatik. Genotipe IP-3M memiliki respon yang lebih baik disbanding IP-3A dan stabil dari tahap induksi kalus embriogenis somatik, induksi perkecambahan embrio somatik, dan pertumbuhan tunas embrio somatik. Jatropha (Jatropha curcas L.) is an oil producing plants as source of bio-diesel. Planting materials usually are obtained from seeds and stem-cuttings. Micro-propagation techniques especially through somatic embryo-genesis is an alternative to provide a large number of planting material in a relatively short time. Explant sources, genotype and physicological conditions of donor plants, also composition and physical condition of medium are the main factors affecting the successful of somatic embryogenesis. The study was conducted to determine the most suitable combination of explant and media composition for embryogenic calli induc-tion, somatic embryo germination, and shoots growth derived from somatic embryogenesis. The experiment was conducted in the Tissue Culture Laboratory, of Indonesian Sweetener and Fiber Crops Research Insti-tute from April to November 2011 covering three phases: 1) testing media composition to induce somatic embryogenic calli i.e. M1=MS+0.5 mg/l BAP+0.5 mg 2.4 D; M2 = MS+1 mg/l BAP+0.5 mg/l 2.4 D; M3 = MS+0.5 mg/l BAP+0.2 mg/l TDZ and M4 = MS+1 mg/l BAP+ 0.2 mg/l TDZ; 2) testing media composition to induce somatic embryo germination i.e. MK1 = MS+0.5 mg/l BAP+0.1 mg/l NAA and MK2 = MS+0.5 mg/l BAP+0.4 mg/l IBA; and 3) testing media composition to induce somatic embryo shoot growth i.e. MP1 = MS+0.5 mg/l BAP+0.1 mg/l IBA and MP2= MS+0.5 mg/l BAP+0.1 mg/l IAA. Plant material used are genotype IP-3A and IP-3M with cotyledone and leaf as explant sources. The results showed that combination of MS+0.5 mg/l BAP+0.2 mg/l TDZ and cotyledons as explants source is the most suitable for somatic embryogenic calli. IP-3M genotype showed a better response to IP-3A and stable from induction of somatic embryogenic calli, somatic embryo germination, and somatic embryo shoots growth.
Evaluation of Productivity, Fiber Fineness, and Tolerance to Insect Pests of F7 Cotton Lines with Brown Fiber EMY SULISTYOWATI; SIWI SUMARTINI; SUJAK SUJAK; M. MACHFUD; SUHADI SUHADI
Jurnal Penelitian Tanaman Industri Vol 21, No 4 (2015): Desember 2015
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/littri.v21n4.2015.189-198

Abstract

ABSTRACTColoured cotton has been used since 3400-2300 BC. Historically, it has been used prior to allotetraploid cotton which are now planted (G. hirsutum dan G. barbadense) of which some have brown and green fiber. The use of coloured cotton is environmentally friendly, and the demand for it will be increasing in relation with the increased demand of organic cotton. The research was aiming to evaluate of Productivity, Fiber Fineness, and Tolerance to Insect Pests ofF7 promising cotton lineswith brown fiber for the development of national cotton new varieties with brown fiber. The experiment was carried out at Pasirian Experimental Station at Lumajang on Januari-December 2013. 14 F7 lines resulted from 2006 crosses and two control varieties were tested in Randomised Blocked Design. There were two unit tests, the spray and unspray test, each was replicated three times. Plot size was 3 x 10m2 with plant spacing was made of 100 x 25 cm in which one single plant per hole was maintained. observation was done on growth and generative components, seed cotton yield, and field tolerance component. Experimental result showed that line 06063/5 was consistently shown high seed cotton yield under spray (2348,3 kg/ha) and unspray conditions (2372,8 kg/ha). Under unspray condition, there were four promising lines which were yielded higher that the best control varieties (Kanesia 10, 2197,2 kg/ha), i.e. 06063/5 (2372,80 kg/ha), 06067/3 (2235,0 kg/ha), 06062/3 (2255,60 kg/ha), and 06066/2 (2383,90 kg/ha). In addition, the best line showingthe highest field tolerance index was 06066/2 (110,5%). There were only two lines which had fiber length of ≥ 1 inch (25,4 mm), i.e. 06067/4 and 06062/1. It terms of fiber strength, genetic improvement achieved was ranging from 0,81 to 11,54% better than Kanesia 10, but 8,11 – 17,64% worse than Kanesia 8. Nine lines which had their fiber fineness 3,0 – 3,8 mic which are met the industry’s demand.Keywords: Gossypium hirsutum L., coloured cotton, productivity, field tolerance index EVALUASI PRODUKTIVITAS, MUTU SERAT, DAN KETAHANAN TERHADAP HAMA GALUR-GALUR F7 KAPAS BE RSERAT COKLATABSTRAKKapas dengan serat berwarna non-putih telah digunakan sejak tahun3400-2300 sebelum Masehi. Sejarah perkembangannya diperkirakan lebihawal dibandingkan kapas allotetraploid yang banyak dikembangkan saatini (G. hirsutum dan G. barbadense) yang beberapa memiliki warna serat coklat dan hijau. Penggunaan serat kapas berwarna sangat ramah lingkungan dan pemanfaatannya akan meningkat sejalan dengan meningkatnya permintaan kapas organik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi produktivitas, mutu serat dan ketahanan terhadap hama galur-galur harapan F7 kapas dengan serat berwarna coklat dalam rangka mengembangkan varietas kapas nasional berserat coklat.Penelitian menguji 14 galur F7 hasil persilangan tahun 2006 dan dua varietas pembanding dilaksanakan di KP Pasirian, Lumajang pada bulan Januari- Desember 2013; disusun dalam Rancangan Acak Kelompok. Terdapat dua unit pengujian yaitu pengujian dengan pengendalian hama optimal (SPRAY atau S) dan pengujian tanpa pengendalian hama (TANPA SPRAY atau TS) masing-masing diulang tiga kali. Ukuran plot adalah 3 x 10m2; jarak tanam adalah 100 x 25 cm dan pada masing-masing lubang tanam dipelihara satu tanaman. Pengamatan komponen pertumbuhan dan hasil, hasil kapas berbiji, dan komponen ketahanan dilakukan untuk menilai penampilan galur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa galur 06063/5 secara konsisten menunjukkan produksi kapas berbiji yang cukup tinggi baik dalam kondisi dengan pengendalian hama (2 348,3 kg/ha) maupun tanpa pengendalian hama (2372,8 kg/ha). Pada kondisi tanpa pengendalian hama, terdapat empat galur yang lebih unggul dibandingkan varietas pembanding terbaik (Kanesia 10, 2197,2 kg/ha) yaitu 06063/5 (2 372,80 kg/ha), 06067/3 (2 235,0 kg/ha), 06062/3 (2255,60 kg/ha), dan 06066/2 (2383,90 kg/ha). Selain itu, galur yang menunjukkan indeks ketahanan lapang terbaik adalah 06066/2 (110,5%). Hanya terdapat dua galur yang panjang seratnya ≥ 1 inchi (25,4 mm), yaitu 06067/4 dan 06062/1. Apabila dibandingkan Kanesia 10, diperoleh kemajuan dalam hal kekuatan serat sebesar 0,81-11,54%. Tetapi apabila dibandingkan dengan Kanesia 8, maka kekuatan serat dari galur-galur yang diuji lebih rendah 8,11 – 17,64%. Terdapat sembilan galur yang kehalusan seratnya dikelompokkan pada kategori diterima oleh industri (3,0 – 3,8 mic).Kata kunci: Gossypium hirsutum L., kapas dengan serat berwarna, produktivitas, indeks ketahanan lapang.