Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

SKRINING KETAHANAN SOMAKLON NILAM TERHADAPP PENYAKIT LAYU BAKTERI (Ralstonia solanacearum) S. Y. HARTATI; E. HADIPOENTYANTI; AMALIA AMALIA; NURSALAM NURSALAM
Jurnal Penelitian Tanaman Industri Vol 21, No 3 (2015): September 2015
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/littri.v21n3.2015.131-138

Abstract

ABSTRAKLayu   bakteri  yang   disebabkan   oleh   Ralstonia   solanacearum merupakan salah satu penyakit penting pada tanaman nilam. Perakitan varietas nilam tahan terhadap penyakit tersebut yang dilakukan melalui induksi keragaman somaklonal telah menghasilkan beberapa somaklon yang tahan terhadap R. solanacearum secara in-vitro. Tujuan penelitian adalah menguji tingkat ketahanan somaklon tersebut terhadap penyakit layu  pada  kondisi  rumah  kaca (in-vivo).  Penelitian  disusun  dalam Rancangan  Acak  Lengkap  dengan 27  perlakuan, 3  ulangan,  dan 10 tanaman/ulangan. Sebagian akar dari somaklon nilam dilukai (dipotong), selanjutnya diinokulasi (disiram) dengan suspensi R. solanacearum dengan berbagai konsentrasi 105, 107, dan 109 cfu/ml, sebanyak 50 ml/tanaman. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa somaklon yang diinokulasi dengan konsentrasi 105 cfu/ml, 50  ml/tanaman  semuanya  tidak  menunjukkan gejala layu. Somaklon yang diinokulasi dengan konsentrasi 107 dan 109cfu/ml,  50 ml/tanaman, sebagian layu dan mati.  Dari somaklon yang7diinokulasi dengan konsentrasi 10     cfu/ml, 50 ml/tanaman, 8 di antaranyamenunjukkan respon sangat tahan, 4 tahan, dan 5 agak tahan. Ke 17 somaklon tersebut mempunyai intensitas penyakit <50% dan semua lebih tahan dari pada varietas Sidikalang (agak toleran). Dari 17 somaklon yang diinokulasi dengan konsentrasi 109 cfu/ml, 50 ml/tanaman, 2 di antaranya sangat tahan dan 7 somaklon tahan. Teknik skrining ini dapat digunakan sebagai  metode  standar  untuk pengujian  ketahanan  nilam  terhadap penyakit layu.Kata kunci:  Skrining  ketahanan,  somaklon,  nilam,  penyakit  layu,  R. solanacearum. ABSTRACTResistance-Screening of Patchouli Somaclones on Bacterial Wilt Disease (Ralstonia solanacearum) Bacterial wilt caused by Ralstonia solanacearum is one of the most important  diseases  on patchouli.  The  developing patchouli resistance varieties against  wilt  disease  conducted  through the  induction  of somaclonal variation produced resistant patchouli somaclones against R. solanacearum (in-vitro). The aim of this  research was to screen the resistance of those patchouli somaclones against wilt disease under a glass house condition (in-vivo). The research was conducted in a Randomized Completely Design  with 27 treatments, 3  replicates,  and 10  plants/ replicate. Some roots of the patchouli somaclones were wounded (cut), then inoculated (drenched)   with   R.   solanacearum  suspension   in concentration of 105, 107, and 109 cfu/ml; 50 ml/plant. The result showed, that all the patchouli somaclones inoculated with R. solanacearum 105 cfu/ml, 50 ml/plant were not show any wilt sympthom. Whereas, some somaclones inoculated with the higher concentration 107 and 109 cfu/ml, 50 ml/plant were wilted and died. Among the somaclones inoculated with  the concentration of 107  cfu/ml, 50 ml/plant, 8 of them were highly  resistant, 4 were resistant, and 5 were moderately resistant. The disease  intencity of those 17 somaclones were <50% and they were more resistant than  the  Sidikalang  variety  (moderately  tolerant).  Among  those  17 somaclones inoculated with the concentration of 109 cfu/ml, 50 ml/plant, 2 of them were highly resistant and 7 were resistant. This screening method could be used as a standard protocol for patchouli resistance screening against wilt disease.Kata kunci: Screening resistance, somaclone, patchouli, wilt disease, R. solanacearum.
KONSERVASI IN VITRO PANILI (Vanilla planifolia Andrews.) MELALUI PERTUMBUHAN MINIMAL Deliah Seswita; Amalia Amalia; Endang Hadipoentyanti
Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Vol 14, No 1 (2003): BULETIN PENELITIAN TANAMAN REMPAH DAN OBAT
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/bullittro.v14n1.2003.%p

Abstract

Penelitian mengenai konservasi tanaman panili secara in vitro melalui pertumbuhan minimal telah dilakukan dari bulan April 1998 sampai bulan Oktober 2000 di laboratorium kultur jaringan Kelti Plasma Nutfah dan Pemuliaan Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro) Bogor. Bahan tanaman yang digunakan adalah setek satu buku dari tanaman panili aseptik klon 1 yang telah tersedia dalam botol kultur. Penelitian penyimpanan ini dilakukan pada media dasar Murashige dan Skoog dengan pengenceran media dasar menjadi 3/4 MS, ½ MS, 1/4 MS serta kontrol yaitu media MS penuh. Ke dalam media ditambahkan zat pengatur tumbuh BA 2,5 mg/l. Penelitian disusun dalam rancangan acak lengkap, terdiri dari tiga ulangan dan lima botol setiap ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua pengenceran media dasar yang dilakukan mampu menekan pertumbuhan biakan selama periode penyimpanan dan sampai 30 bulan masih mampu tumbuh. Planlet yang telah disimpan selama 24 bulan yang ditumbuhkan kembali pada media dasar (MS + BA 2,5 mg/l ) masih dapat membentuk tunas dengan jumlah tunas terbanyak diperoleh pada perlakuan pengenceran 3/4 MS + BA 2,5 mg/l yaitu sebanyak 7,15 dan tinggi tanaman sebanyak 1,21 cm. Penelitian ini selain mampu mengurangi frekuensi subkultur ke media baru juga dapat menjaga stabilitas kultur. Teknik ini dapat dimanfaatkan untuk pelestarian plasma nutfah yang efisien, disamping sebagai bahan pertukaran dan memudahkan transportasi benih.  
PERBANYAKAN NILAM (Pogostemon cablin Benth) MENGGUNAKAN MEDIA DASAR ALTERNATIF SECARA IN VITRO In vitro multiplication of Patchouli uses alternative primary medium Amalia Amalia
Perspektif Vol 17, No 2 (2018): Desember 2018
Publisher : Puslitbang Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/psp.v17n2.2018.139-149

Abstract

Benih sangat menentukan dalam keberhasilan usahatani nilam. Perbanyakan benih secara konvensional vegetatif sangat mudah menularkan penyakit dan membutuhkan waktu yang relatif lama, seperti benih nilam yang diperbanyak selama ini dengan setek. Cara ini memiliki kendala, yang diharapkan dapat diatasi dengan teknik kultur jaringan. Media merupakan faktor utama dalam perbanyakan kultur jaringan. Perbanyakan dan perkembangbiakan tanaman nilam dengan metode kultur jaringan secara umum sudah dapat dilakukan tetapi untuk keberhasilannya sangat tergantung pada jenis media, terutama bila ditinjau dari sisi ekonomi. Karena aplikasi teknologi kultur jaringan untuk tanaman nilam masih dirasakan mahal. Tulisan ini mengulas tentang penggunaan media untuk menekan biaya media kultur jaringan yaitu dengan menggantikan media dasar MS (Murashige-Skoog), ZPT dan vitamin dengan media dasar alternatif dan air kelapa 10%. Air kelapa merupakan salah satu diantara beberapa persenyawaan kompleks alamiah yang sering digunakan dalam kultur jaringan. Sedangkan media dasar alternatif berupa pupuk daun dapat berfungsi sebagai penyedia unsur hara makro mikro  dengan komposisi  N:P:K (20:20:20). Hal ini untuk mengatasi permasalahan, agar media kultur jaringan menjadi relatif murah, dan harga jual benih lebih terjangkau. Air kelapa yang digunakan berasal dari kelapa hijau yang dicirikan dengan volume air masih memenuhi buah dan keadaan endosperm (daging kelapa) yang belum menebal.  Tetapi meski bahan alternatif ini sudah banyak digunakan untuk media pengganti kultur jaringan karena relatif mudah tersedia, murah, menghasilkan benih seragam dan sehat, ternyata belum dapat menunjukkan hasil yang setara dibandingkan dengan penggunaan media MS dalam perbanyakan tunas nilam secara kultur jaringan. Oleh karena itu berbagai penelitian  perbanyakan tanaman nilam dengan berbagai metode kultur jaringan agar menghasilkan benih yang murah, sehat, seragam dan dalam jumlah besar masih perlu terus diupayakan. ABSTRACT The quality of seeds are very  important in patchoulli cultivation. Cutting multiplication seeds are usually easy in transmitting diseases and relatively need a long time to grow. So far patchouli seeds  obtained conventionally with cutting has some constraints, hence tissue culture techniques becomes the solution once. The success of propagation and breeding of plants with tissue culture methods in patchouly is already conducted but is still expensive to be implemented. The paper review patchouli tissue culture propagation  by replacing basic media MS (murashige-skoog, Growth Regulating Substances (GRS) and vitamine with alternate  basic medium and 10% coconut water Coconut water is one of several natural complex compounds that are often used in tissue culture. The alternative medium as leaf fertilizer can serve as a micro and macro nutrient provider with composition N: P: K (20:20:20). Hopefully, It could become the solution to make tissue culture of patchoulli seeds cheaper and more available. Actually, eventhough the overall substitution of MS medium with full alternative media has already used in limited areas, it has not able yet  showing equal results with the use of basic medium MS media in tissue culture patchouli multiplication. Therefore, the researches on patchouli tissue culture should be continued to achieve the huge number, healthy, unity, and unexpensive seeds. 
SKRINING KETAHANAN SOMAKLON NILAM TERHADAPP PENYAKIT LAYU BAKTERI (Ralstonia solanacearum) S. Y. HARTATI; E. HADIPOENTYANTI; AMALIA AMALIA; NURSALAM NURSALAM
Jurnal Penelitian Tanaman Industri Vol 21, No 3 (2015): September 2015
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (167.138 KB) | DOI: 10.21082/littri.v21n3.2015.131-138

Abstract

ABSTRAKLayu   bakteri  yang   disebabkan   oleh   Ralstonia   solanacearum merupakan salah satu penyakit penting pada tanaman nilam. Perakitan varietas nilam tahan terhadap penyakit tersebut yang dilakukan melalui induksi keragaman somaklonal telah menghasilkan beberapa somaklon yang tahan terhadap R. solanacearum secara in-vitro. Tujuan penelitian adalah menguji tingkat ketahanan somaklon tersebut terhadap penyakit layu  pada  kondisi  rumah  kaca (in-vivo).  Penelitian  disusun  dalam Rancangan  Acak  Lengkap  dengan 27  perlakuan, 3  ulangan,  dan 10 tanaman/ulangan. Sebagian akar dari somaklon nilam dilukai (dipotong), selanjutnya diinokulasi (disiram) dengan suspensi R. solanacearum dengan berbagai konsentrasi 105, 107, dan 109 cfu/ml, sebanyak 50 ml/tanaman. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa somaklon yang diinokulasi dengan konsentrasi 105 cfu/ml, 50  ml/tanaman  semuanya  tidak  menunjukkan gejala layu. Somaklon yang diinokulasi dengan konsentrasi 107 dan 109cfu/ml,  50 ml/tanaman, sebagian layu dan mati.  Dari somaklon yang7diinokulasi dengan konsentrasi 10     cfu/ml, 50 ml/tanaman, 8 di antaranyamenunjukkan respon sangat tahan, 4 tahan, dan 5 agak tahan. Ke 17 somaklon tersebut mempunyai intensitas penyakit <50% dan semua lebih tahan dari pada varietas Sidikalang (agak toleran). Dari 17 somaklon yang diinokulasi dengan konsentrasi 109 cfu/ml, 50 ml/tanaman, 2 di antaranya sangat tahan dan 7 somaklon tahan. Teknik skrining ini dapat digunakan sebagai  metode  standar  untuk pengujian  ketahanan  nilam  terhadap penyakit layu.Kata kunci:  Skrining  ketahanan,  somaklon,  nilam,  penyakit  layu,  R. solanacearum. ABSTRACTResistance-Screening of Patchouli Somaclones on Bacterial Wilt Disease (Ralstonia solanacearum) Bacterial wilt caused by Ralstonia solanacearum is one of the most important  diseases  on patchouli.  The  developing patchouli resistance varieties against  wilt  disease  conducted  through the  induction  of somaclonal variation produced resistant patchouli somaclones against R. solanacearum (in-vitro). The aim of this  research was to screen the resistance of those patchouli somaclones against wilt disease under a glass house condition (in-vivo). The research was conducted in a Randomized Completely Design  with 27 treatments, 3  replicates,  and 10  plants/ replicate. Some roots of the patchouli somaclones were wounded (cut), then inoculated (drenched)   with   R.   solanacearum  suspension   in concentration of 105, 107, and 109 cfu/ml; 50 ml/plant. The result showed, that all the patchouli somaclones inoculated with R. solanacearum 105 cfu/ml, 50 ml/plant were not show any wilt sympthom. Whereas, some somaclones inoculated with the higher concentration 107 and 109 cfu/ml, 50 ml/plant were wilted and died. Among the somaclones inoculated with  the concentration of 107  cfu/ml, 50 ml/plant, 8 of them were highly  resistant, 4 were resistant, and 5 were moderately resistant. The disease  intencity of those 17 somaclones were <50% and they were more resistant than  the  Sidikalang  variety  (moderately  tolerant).  Among  those  17 somaclones inoculated with the concentration of 109 cfu/ml, 50 ml/plant, 2 of them were highly resistant and 7 were resistant. This screening method could be used as a standard protocol for patchouli resistance screening against wilt disease.Kata kunci: Screening resistance, somaclone, patchouli, wilt disease, R. solanacearum.
KONSERVASI IN VITRO PANILI (Vanilla planifolia Andrews.) MELALUI PERTUMBUHAN MINIMAL Deliah Seswita; Amalia Amalia; Endang Hadipoentyanti
Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Vol 14, No 1 (2003): BULETIN PENELITIAN TANAMAN REMPAH DAN OBAT
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/bullittro.v14n1.2003.%p

Abstract

Penelitian mengenai konservasi tanaman panili secara in vitro melalui pertumbuhan minimal telah dilakukan dari bulan April 1998 sampai bulan Oktober 2000 di laboratorium kultur jaringan Kelti Plasma Nutfah dan Pemuliaan Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro) Bogor. Bahan tanaman yang digunakan adalah setek satu buku dari tanaman panili aseptik klon 1 yang telah tersedia dalam botol kultur. Penelitian penyimpanan ini dilakukan pada media dasar Murashige dan Skoog dengan pengenceran media dasar menjadi 3/4 MS, ½ MS, 1/4 MS serta kontrol yaitu media MS penuh. Ke dalam media ditambahkan zat pengatur tumbuh BA 2,5 mg/l. Penelitian disusun dalam rancangan acak lengkap, terdiri dari tiga ulangan dan lima botol setiap ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua pengenceran media dasar yang dilakukan mampu menekan pertumbuhan biakan selama periode penyimpanan dan sampai 30 bulan masih mampu tumbuh. Planlet yang telah disimpan selama 24 bulan yang ditumbuhkan kembali pada media dasar (MS + BA 2,5 mg/l ) masih dapat membentuk tunas dengan jumlah tunas terbanyak diperoleh pada perlakuan pengenceran 3/4 MS + BA 2,5 mg/l yaitu sebanyak 7,15 dan tinggi tanaman sebanyak 1,21 cm. Penelitian ini selain mampu mengurangi frekuensi subkultur ke media baru juga dapat menjaga stabilitas kultur. Teknik ini dapat dimanfaatkan untuk pelestarian plasma nutfah yang efisien, disamping sebagai bahan pertukaran dan memudahkan transportasi benih.