Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Keragaan usahatani, kendala dan prospek pengembangannya di wilayah Perum Otorita Jatiluhur nFN Erwidodo
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 2, No 2 (1983): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v2n2.1983.17-28

Abstract

IndonesianDalam menyusun suatu rencana pengembangan pertanian wilayah seringkali sementara pihak terpukau oleh data-data agregat yang umumnya menyajikan gambaran yang menggembirakan. Data usahatani yang justru lebih menggambarkan kondisi sebenarnya malahan seringkali mereka lupakan. Berdasarkan data agregasi ini, wilayah Perum Otorita Jatiluhur (POJ) yang memang dikenal sebagai sentra produksi padi di Jawa Barat memperlihatkan perkembangan yang cukup pesat, baik dalam perkembangan luas panen, produksi maupun produktivitas. Dari hasil pengumpulan data usahatani di beberapa desa di wilayah Jatiluhur ternyata mengungkapkan mengungkapkan gambaran yang cukup berbeda dari data agregasi tersebut. Ditinjau dari teknik budidaya, penggunaan input output yang dihasilkan ternyata masih beragam dan tergolong masih rendah keragaannya. Disamping itu terungkap pula berbagai kendala berproduksi dan lemahnya sistem penunjang yang langsung dirasakan oleh petani. Berdasarkan data-data ini dan informasi kualitatif lainnya, diajukan beberapa alternatif pengembangan usahatani, baik di wilayah hulu maupun hilir dari Jatiluhur, yang sekaligus dikaitkan dengan usaha untuk mempertahankan kelangsungan fungsi waduk dan sarana irigasi yang ada. Terbatasnya informasi kualitatif yang berhasil dikumpulkan menyebabkan sulitnya menginterpretasikan data-data kuantitatif, terutama dalam mengungkapkan penyebab dari berbagai perbedaan keragaan usahatani antar wilayah maupun antar desa contoh.
Growth, Equity and Environmental Aspects of Agricultural Development in Indonesia I Wayan Rusastra; nFN Erwidodo
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 16, No 1 (1998): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v16n1.1998.32-41

Abstract

EnglishThe challenge of sustaining agricultural development consists of three complementary and synergies dimensions, i.e. maintaining economic growth, promoting equity and protecting the environment. Price support policy is essential for enhancing technological adoption, increasing output and farmer income. In addition, dynamic institutional and vision of agricultural development, efficiency improvement and technological generation played an important role in the production strategy. Off-Java wetland rice farmers have greater opportunities to gain production through enhanced technical or economic efficiency by improving their managerial skills. In contrast, for dry land rice and secondary crops' farmers, only research and technological breakthrough can solve the low productivity problems and increase farmers' income. Poverty alleviation requires comprehensive efforts that should be conducted in a simultaneous manner. However, the monetary and economic crisis recently faced by the government, provides strong reasons to focus attention on agriculture and rural development availing the best chance to stimulate sustainable growth that address food security, poverty and income distribution concerns. The government has implemented some programs dealing with sustainable agricultural development. Some of those programs were successfully implemented such as integrated pest management (IPM) and Brantas watershed resource management. On the other hand, soil conservation technologies such as alley cropping and timber-food crops farming system (TFS) have difficulties for wider implementation. To promote the implementation of those technologies, the farmer have to be facilitated with better economic environment and land ownership rights for legal certainty on cultivated land. IndonesianTantangan pembangunan pertanian berkelanjutan mencakup tiga faktor yang bersifat sinergis dan komplementer yaitu mempertahankan laju pertumbuhan, pengurangan kemiskinan dan mencegah kerusakan lingkungan. Kebijaksanaan harga yang diterapkan selama ini dinilai telah berhasil mendorong adopsi teknologi, peningkatan produksi, dan pendapatan petani. Disamping itu pengembangan kelembagaan dan visi pembangunan pertanian secara dinamis, peningkatan efisiensi dan penciptaan teknologi baru telah memainkan peranan penting dalam strategi peningkatan produksi. Bagi petani padi sawah khususnya di luar Jawa masih terbuka peluang cukup besar untuk mendapatkan tambahan produksi melalui perbaikan efisiensi usahatani dengan memperbaiki kemampuan manajemen petani. Bagi petani lahan kering dan palawija, hanya penelitian dan terobosan teknologi baru yang dapat memecahkan masalah peningkatan produksi dan pendapatan petani. Upaya pengentasan kemiskinan membutuhkan program yang komprehensif dan perlu dilaksanakan secara simultan. Namun dalam situasi krisis moneter dan mampu mempertahankan keberlanjutan pembangunan dengan sasaran utama peningkatan ketahanan pangan, pengurangan kemiskinan, dan perbaikan distribusi pendapatan. Pemerintah telah menerapkan beberapa program yang berkaitan dengan proteksi sumberdaya alam dan lingkungan> Beberapa program telah berhasil dilaksanakan secara memadai seperti pemberantasan hama terpadu (PHT) dan pengelolaan daerah aliran sungai seperti Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas. Di lain pihak program konservasi tanah dan air seperti teknologi tanaman lorong dan sistem usahatani tumpang sari tanaman keras dan komoditas pangan menghadapi tantangan dalam pengembangannya. Dalam mendorong implementasinya di lapangan petani perlu difasilitasi dengan kredit, ketersediaan sarana produksi, penyuluhan dan pembinaan, serta kepastian hukum dalam penguasaan lahan.
Penerapan Tarif Impor dan Implikasi Ekonominya dalam Perdagangan Beras di Indonesia A. Husni Malian; Chaerul Muslim; nFN Erwidodo
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 17, No 1 (1999): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v17n1.1999.27-37

Abstract

EnglishSince December 1, 1998 the government has taken discrete measures of abolishing fertilizer subsidy and liberalized rice and fertilizers trade. To compensate the rice producing farmers the government decided to increase the hulled dry rice floor price from Rp. 1,000.- to Rp. 1,400.- - Rp. 1,500.- per kg. To implement effectively the new floor price mentioned above the government of Indonesia has one choice only which is in accordance with GATT/WTO rules, i.e. to impose an import tariff. Results of the analyses indicate that the ad valorem tariff applicable as high as 40 percent is effective for the whole year or 30 percent if it is applied in January to June period only. The application of this rice import tariff is good for one or two years only in line with the restructured rice agribusiness system. IndonesianSejak tanggal 1 Desember 1998, pemerintah telah mengambil kebijakan berupa penghapusan subsidi pupuk dan membebaskan perdagangan serta tataniaga pupuk dan beras. Sebagai kompensasi kepada petani produsen padi, pemerintah juga mengamankan harga dasar yang baru tersebut, pemerintah Indonesia hanya memiliki satu pilihan yang sesuai dengan kesepakatan GATT/WTO yaitu menerapkan tarif impor beras. Hasil analisis menunjukkan bahwa tarif ad valorem yang dapat dikenakan adalah 40 persen bila diberlakukan sepanjang tahun, atau 30 persen bila hanya berlaku selama masa panen raya padi yang berlangsung antara bulan Januari sampai Juni. Penerapan tarif impor beras ini sebaiknya hanya ditempuh selama satu sampai dua tahun, seiring dengan penataan kembali sistem agribisnis beras yang berlangsung sekarang.
Pola pengembangan ternak dan upaya peningkatan pemanfaatan lahan kering di Nusa Tenggara Barat Erizal Jamal; nFN Erwidodo
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 9, No 1 (1991): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v9n1.1991.46-55

Abstract

IndonesianPemeliharaan ternak merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem usahatani di wilayah NTB. Pemilikan ternak hampir merata di wilayah ini, dan umumnya didominasi oleh ternak-ternak dari golongan ruminansia besar dalam hal ini sapi dan kerbau. Pemilikan sapi dan kerbau rata-rata 3-4 ekor per kepala keluarga, dan ternak-ternak ini banyak yang dilepas dalam pemeliharaannya. Motivasi petani untuk memiliki ternak sapi dan kerbau umumnya didominasi oleh motivasi untuk tujuan tabungan multiguna antara lain, untuk mendapatkan tenaga pengolahan lahan, untuk meningkatkan status sosial, dan yang tak kalah pentingnya untuk memenuhi keinginan naik haji. Pola pemeliharaan ternak yang dilepas tanpa kontrol yang umum diterapkan di sebagian besar wilayah NTB, ternyata tidak compatible dengan upaya peningkatan pemanfaatan lahan kering (pekarangan, tegalan dan ladang). Sampai saat ini, ternak sapi dan kerbau banyak yang merusak tanaman petani di ketiga jenis lahan tersebut. Makalah ini mencoba menyoroti permasalahan ini dan sekaligus mengajukan alternatif pola pemeliharaan ternak yang dapat menunjang peningkatan produktivitas lahan kering di wilayah NTB.
Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat hasil usahatani padi sawah di wilayah Perum Otorita Jatiluhur nFN Erwidodo
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 3, No 1 (1984): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v3n1.1984.44-57

Abstract

IndonesianDari data agregat, wilayah Perum Otorita Jatiluhur yang memang selama ini dikenal sebagai lumbung padi di Jawa Barat, memperlihatkan perkembangan yang cukup menggembirakan baik ditinjau dari perkembangan luas tanam intensifikasi, luas panen maupun produksi padi. Dari data usahatani yang dikumpulkan dari beberapa desa di wilayah ini terlihat keragaan yang tidak begitu menggembirakan baik dari sistem panca usaha yang diterapkan maupun dari tingkat hasil dan pendapatan petani. Data yang diperoleh juga memperlihatkan keragaan yang cukup besar diantara petani responden. Dalam tulisan ini berhasil diungkapkan beberapa faktor yang menentukan keragaman hasil padi sawah. Luas persil garapan yang memang merupakan proksi dari skala usaha dan tingkat penggunaan pupuk anorganik merupakan faktor yang berpengaruh positif dan nyata terhadap tingkat hasil. Disamping itu peubah kondisi irigasi, penggunaan varietas, kondisi wilayah, kegiatan pemberantas hama dan penyakit yang dinyatakan dalam peubah boneka juga ternyata memberikan pengaruh nyata terhadap tingkat hasil. Untuk kasus petani dengan total luas garapan lebih dari setengah hektar tingkat pendidikan petani juga ternyata menentukan keragaman dari tingkat hasil. Dalam penggunaan tenaga kerja pada lahan sawah irigasi, hasil analisa memperlihatkan bahwa elastisitas produksi dari tenaga kerja luar keluarga ternyata lebih besar daripada elastisitas produksi dari tenaga kerja dalam keluarga. Selanjutnya secara lebih spesifik untuk setiap jenis lahan berdasarkan kondisi irigasinya, diajukan beberapa rekomendasi untuk meningkatkan pendapatan dan keuntungan petani.