Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Sistem Pengelolaan Lahan Kering di Daerah Aliran Sungai Brantas Bagian Hulu. Aman Djauhari; Amiruddin Syam
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 14, No 1 (1996): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v14n1.1996.24-40

Abstract

IndonesianPermasalahan pertanian lahan kering di Indonesia sangat serius. Terdapat 80 Daerah Aliran Sungai (DAS) tergolong kritis erosi. Dua puluh dua diantaranya ditetapkan sebagai DAS super prioritas yang 11 diantaranya terletak di Pulau Jawa yang harus segera ditangani, seperti DAS Brantas di Provinsi Jawa Timur meliputi Kabupaten Malang, Blitar, Tulungagung dan Kabupaten Trenggalek. Upaya pemerintah dalam memperbaiki pengelolaan lahan kering di Daerah Aliran Sungai (DAS) telah dilakukan dengan berbagai proyek dalam rangka meningkatkan produktivitas lahan dan pendapatan petani, serta untuk mendorong partisipasi petani pelestari sumberdaya tanah dan air. Hasil kajian menunjukkan bahwa sistem usahatani konservasi teras bangku dan teras gulud dapat meningkatkan produktivitas usahatani dan pendapatan petani, serta dapat menurunkan laju erosi. Tingkat adopsi teknologi secara parsial cukup tinggi khususnya teknologi pola tanam, varietas unggul, budidaya tanaman pakan dan usaha ternak, serta usaha upaya tindakan konservasi tanah secara vegetatif. Hasil tersebut diduga karena sebegitu jauh evaluasi dan analisis sistem konservasi belum memberikan informasi yang komprehensif. Untuk mengadopsi paket teknologi secara utuh, para petani mengalami kesulitan karena beberapa kendala seperti keterbatasan modal dan tenaga kerja keluarga. Beberapa implikasi kebijaksanaan baik pada perbaikan teknologi, formulasi kebijakan dan untuk mendorong partisipasi masyarakat perlu diselaraskan pada tiap tahapan. Pada tahap awal peran pemerintah untuk peningkatan sumberdaya manusia dan subsidi. Pada tahap pengembangan maka pemerintah perlu mendorong swasta untuk investasi di lahan tersebut.
Upaya Perbaikan Kualitas Bahan Olah Karet Rakyat A. Husni Malian; Aman Djauhari
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 17, No 2 (1999): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v17n2.1999.43-50

Abstract

EnglishNowadays, free trade mechanism will be continously implemented. Regarding those conditions, the increasing export of manufacture rubber comodities can be reach, only if they have a comparative and a competitive advantage than other exporting countries. These efforts must begin with the improvement quality of rubber raw materials at farm level by removing five main inhibiting factors such as: (1) farmers group doesn't play a role as a bussiness unit (2) the demand of quality materials of crumb rubber industry is very low; (3) the dominant of trades in the marketing of raw rubber materials; (4) there is no advantageous partnership pattern, and, (5) the mechanism of attractive differential price for better quality not available for unsmoked sheet and slice slap. IndonesianDalam era perdagangan bebas yang akan terus bergulir, peningkatan ekspor produk karet olahan hanya dapat ditempuh bila memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif dari negara pesaing. Upaya kearah itu harus dimulai dari perbaikan kualitas bokar di tingkat petani, dengan menghilangkan lima faktor penghambat utama yaitu: (1) belum berperannya kelompok tani sebagai unit bisnis, (2) permintaan bahan baku inustri karet remah yang masih berorientasi kepada bokar berkualitas rendah, (3) dominasi pedagang dalam pemasaran bokar, dan (4) belum adanya pola kemitraan yang saling menguntungkan, (5) belum terlaksananya penentuan harga sesuai kualitas yang menarik bagi produk sheet angin dan slab giling.
Pemasaran Cabai dan Bawang Merah (sebuah studi di daerah sistem sorjan) Aman Djauhari; A. Husni Malian
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 1, No 1 (1982): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v1n1.1982.55-64

Abstract

IndonesianPemasaran kerap kali menjadi masalah utama dalam pengembangan produk pertanian terutama komoditi yang tidak tahan lama seperti sayuran. Oleh karenanya dalam rangka pengembangan pola tanam di mana sayuran akan menjadi salah satu komponennya penelitian pemasaran dipandang perlu diadakan sebagai suplemen terhadap penelitian teknis agronomis dan usahatani. Dengan metoda survey kasus pemasaran cabai dan bawang merah di daerah sorjan ini diteliti. Data dianalisa dalam lingkup saluran tataniaga, fungsi tataniaga dan marjin pemasaran. Saluran utama pemasaran cabai bermula dari petani menjual produk ini ke pedagang pengumpul, diteruskan ke pedagang lokal kecamatan dan akhirnya kepada pedagang besar di Yogyakarta, Bandung dan Jakarta dan konsumen di kota-kota tersebut setelah melalui pengecer. Cabang utama lain dari pedagang kecamatan meneruskan ke pengusaha pengeringan di Kutoarjo. Melalui perantara dari pengusaha pengeringan diteruskan ke eksportir di Semarang. Saluran utama pemasaran bawang merah lebih sederhana: petani, pedagang pengumpul desa, pedagang lokal kecamatan, pedagang besar di Yogya, Bandung, Jakarta, Purwokerto dan konsumen di kota-kota tersebut setelah melalui pengecer. Tidak ada cabang ke saluran ekspor. Dari analisis fungsi pemasaran komoditi cabai maka fungsi tukar menukar berjalan lancar, ditandai dengan lebih dari 70 persen selalu tunai Artinya maksimum 30 persen kasus dibayar kemudian. Hal ini karena didukung oleh 68 persen modal adalah milik sendiri dan kurang lebih 30 persen modal berasal dari pinjaman dari candak-kulak atau pedagang. Kegiatan fungsi fisik lainnya belum berarti kecuali pada lembaga pemasaran yang telah jauh dari lokasi produksi dan makin besar volume komoditi yang dipasarkan seperti pengeringan di Kutoarjo. Dari komoditi bawang merah maka gradasi kualitas telah ada dalam transaksi terutama antara petani kepada pedagang pengumpul desa. Faktor kualitas dan kepada siapa bawang akan dijual kemudian oleh pedagang pengumpul menentukan fungsi tukar menukar. Kualitas bawang kering tak berdaun merupakan yang paling baik sehingga menyebabkan pedagang dengan senang hati melakukan transaksi tunai (lebih 90 persen) tanpa banyak terpengaruh oleh rantai selanjutnya. Tetapi untuk bawang kering berdaun dan basah berdaun pedagang pengumpul desa yang menjual ke pedagang lokal kecamatan hanya membayar dulu 50 dan 37 persennya. Sedangkan untuk pedagang pengumpul yang akan menjual di Purworejo untuk kedua kualitas tersebut membayar dulu 70 dan 50 persen. Faktor kualitas juga sangat mempengaruhi distribusi spasial komoditi bawang merah. Analisis marjin memberikan gambaran bahwa untuk komoditi cabai besar dengan tingkat harga eceran di Yogyakarta petani memperoleh 77 persennya sedang untuk cabai kecil hanya 58 persen. Untuk komoditi bawang merah kering tak berdaun dengan tingkat harga eceran di Yogyakarta juga petani mendapat 71 persen. Kelihatannya komoditi bawang merah dengan kualitas yang tepat (kering tanpa daun) dan cabai besar sudah memperoleh saluran pemasaran yang balk.