Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Challenges and Solutions in Implementing a Healthy Indonesia Program with a Family Approach Eva Sulistiowati; Andy Leny Susyanty; Tetra Fajarwati; Aprildah Nur Sapardin; Made Dewi Susilawati; Rossa Avrina; Mujiati; Siti Nur Hasanah; Nova Sri Hartati; Agus Dwi Harso; Tince Jovina; Makassari Dewi; Andre Yunianto
Media Kesehatan Masyarakat Indonesia Vol. 16 No. 4: DESEMBER 2020
Publisher : Faculty of Public Health, Hasanuddin University, Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (458.595 KB) | DOI: 10.30597/mkmi.v16i4.10041

Abstract

The Healthy Indonesia Program with a Family Approach (PISPK) is conducted bypuskesmas by integrating existing resources, with the family’s target. All familieswill get access to comprehensive health services. The implementation of PISPKsince 2016 has not been optimal because it has many obstacles. The analysis aimsto identify the obstacles, and to find solutions to implemented PISPK optimally.Implementation research was carried out using Participatory Action Research(PAR). The team (researcher and subject) implemented PISPK together based onstages that integrated into puskesmas management, at 4 puskesmas in SouthLampung. Researchers assisted and recorded data collected qualitatively (self-assessment, in-depth interviews, Focus Group Discussion), and quantitatively.There are any obstacles occurred in the implementation of PISPK such as theabsence of regulations and cross-sectoral supports; lack of knowledge andsupport from village officials, community leaders, and the public; limitedresources; lack of understanding of the substantive; application; lack of dataanalysis capabilities. These obstac-les can be minimized by making somebreakthroughs, such as advocacy and issuance of local government regulations onPISPK involving cross-sectors; increase socialization; periodic coordination,monitoring, and evaluation; making innovations (On Job Training, collaborationwith universities and health volunteer, Healthy Family Coverage Pocket Book,developing data analysis methods). The implementation of PISPK has manyobstacles that can be minimized by optimizing existing potentials and supportfrom stakeholders. Puskesmas need to increase socialization; team organizing;data analysis; coordination, and routine monitoring evaluation. Pusdatin needs toimprove KS applications to be more user-friendly.
Pelaksanaan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS-PK) di Puskesmas Nova Sri Hartati; Eva Sulistiowati; Made Dewi Susilawati
Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Vol 31 No 3 (2021)
Publisher : Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/mpk.v31i3.3381

Abstract

The Healthy Indonesia Program is one of the programs of the nawacita agenda, in order to improve the health and nutritional status of the community through health efforts and community empowerment. This program makes the puskesmas as a pioneer in the implementation by prioritizing the family approach. In this way it is expected to increase the reach, target and improve access to health services in the working area. The Healthy Indonesia Program with a Family Approach (PIS-PK) also emphasized the essence of puskesmas’ functions as promoting and preventing efforts. The purpose of this paper was to know PIS-PK implementation process at 8 puskesmas in 5 provinces, namely Wayurang, Karanganyar, Tanjung Sari, and Tanjung Bintang (Lampung Selatan Regency, Lampung), Banjarnegara 1 (Banjarnegara Regency, Central Java), Lahihuruk (Waikabubak Regency, East Nusa Tenggara), Giri Mulya (Tanahbumbu District, South Kalimantan), and Tawaeli Health Center (Palu City, Central Sulawesi) conducted during 2018. This analysis was part of the PIS-PK implementation research conducted using the approach Participatory Action Research (PAR), through qualitative methods; in-depth interviews, Focus Group Discussion (FGD), and seeing the results of updating the data conducted by officers. Based on the results of the FGD with officers and in-depth interviews with the head of the puskesmas, it was found that all locus puskesmas had carried out preparations for the implementation of home visits including the preparation of human resources, carrying out on the job training (OJT), preparing logistics, conducting external socialization before conducting home visits. Home visit had only been conducted by data collection phase. It had not been integrated in existing program in puskesmas. Abstrak Program Indonesia Sehat merupakan salah satu program dari agenda nawacita, dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi masyarakat melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat. Program ini menjadikan puskesmas sebagai pelopor pelaksanaan dengan mengedepankan pendekatan keluarga. Dengan cara ini diharapkan dapat meningkatkan jangkauan, sasaran, dan meningkatkan akses pelayanan kesehatan di wilayah kerjanya. Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS-PK) juga menekankan esensi fungsi puskesmas pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) dalam upaya promotif dan preventif. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui proses pelaksanaan PIS-PK pada delapan puskesmas di lima provinsi, yaitu Puskesmas Wayurang, Puskesmas Karanganyar, Puskesmas Tanjung Sari, dan Puskesmas Tanjung Bintang (Kabupaten Lampung Selatan, Lampung), Puskesmas Banjarnegara 1 (Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah), Puskesmas Lahihuruk (Kabupaten Waikabubak, Nusa Tenggara Timur), Puskesmas Giri Mulya (Kabupaten Tanahbumbu, Kalimantan Selatan), dan Puskesmas Tawaeli (Kota Palu, Sulawesi Tengah) yang dilakukan selama tahun 2018. Analisis ini merupakan bagian dari riset implementasi PIS-PK yang dilaksanakan dengan pendekatan Participatory Action Research (PAR), melalui metode kualitatif; wawancara mendalam, Focus Group Discussion (FGD), dan melihat hasil updating data yang dilakukan petugas. Berdasarkan hasil FGD dengan petugas dan wawancara mendalam kepala puskesmas diketahui bahwa seluruh puskesmas lokus telah melaksanakan persiapan pelaksanaan kunjungan rumah meliputi persiapan SDM, melaksanakan on the job training (OJT), mempersiapkan logistik, melakukan sosialisasi eksternal sebelum melakukan kunjungan rumah. Kunjungan rumah yang dilakukan baru bersifat pendataan, belum mengintegrasikan program yang ada di puskesmas.
Tantangan Implementasi Konvergensi pada Program Pencegahan Stunting di Kabupaten Prioritas Yurista Permanasari; Meda Permana; Joko Pambudi; Bunga Christitha Rosha; Made Dewi Susilawati; Ekowati Rahajeng; Agus Triwinarto; Rachmalina S. Prasodjo
Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Vol 30 No 4 (2020)
Publisher : Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/mpk.v30i4.3586

Abstract

Stunting is one of the nutritional problems faced in the world, including Indonesia. To overcome this problem, the government conducted a program to accelerate stunting prevention in 100 priority districts / cities through specific and sensitive nutrition interventions including health and non-health stakeholders. Interventions are carried out in a convergent manner by aligning various resources to achieve the goal of preventing stunting.The convergence is carried out from the planning, budgeting, implementation, to monitoring stages. The purpose of this study is to analyse the challenges of implementing the convergence of stunting prevention programs that have been running since 2018 by local governments in priority districts / cities based on content, context, process, and actors. The research method is operational research with a research design using a qualitative approach design with in-depth interviews in 13 priority districts/cities. The health policy triangle framework is used as an approach in analyzing the results of this study which consists of content, context, process, and actors. In-depth interview sources are policy makers and program managers to accelerate stunting reduction from province to sub-district and village. The results showed that the challenge in implementing convergence was the existence of sectoral egos in each OPD (stakeholders) because of the socialization was not yet optimal so that many stakeholders did not fully understand the stunting prevention program. Information that was late in being obtained, information cut off from socialization, and difficult demographic conditions in the area where one of the causes in certain areas of the obstruction of socialization. The implementation of convergence that has not been optimal is also due to the ansence operational and technical guidelines for implementing program when the research was conducted so that the regions do not know the steps to carry out these activities. Abstrak Masalah anak pendek (stunting) merupakan salah satu permasalahan gizi yang dihadapi di dunia, termasuk Indonesia. Untuk mengatasi permasalahan stunting, pemerintah melakukan program percepatan penanggulangan stunting di 100 kabupaten kota prioritas yang melibatkan sektor kesehatan dan non kesehatan melalui intervensi gizi spesifik dan sensitif. Penyelenggaraan intervensi dilakukan secara konvergen dengan menyelaraskan berbagai sumber daya untuk mencapai tujuan pencegahan stunting. Konvergensi dilakukan mulai dari tahap perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, sampai monitoring. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis tantangan implementasi konvergensi program pencegahan stunting yang telah berjalan sejak tahun 2018 oleh pemerintah daerah pada Kabupaten prioritas berdasarkan konten, konteks, proses, dan aktor. Metode penelitian merupakan operational research dengan desain penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode wawancara mendalam di 13 kabupaten prioritas. Kerangka segitiga kebijakan kesehatan digunakan sebagai pendekatan dalam menganalisis hasil penelitian ini yang terdiri dari konten, konteks, proses, dan aktor. Informan wawancara mendalam ialah para pengambil kebijakan dan pengelola program percepatan penurunan stunting dari mulai provinsi sampai kecamatan dan desa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tantangan dalam implementasi konvergensi ialah masih adanya ego sektoral pada masingmasing OPD karena masih belum optimalnya sosialisasi sehingga banyak yang belum memahami secara menyeluruh mengenai program pencegahan stunting. Informasi yang terlambat diperoleh, terputusnya informasi dari sosialisasi, serta kondisi demografi wilayah yang sulit menjadi salah satu penyebab pada beberapa daerah tertentu tehadap terhambatnya sosialisasi. Implementasi konvergensi yang belum optimal juga dikarenakan belum diperolehnya juklak dan juknis dalam melaksanakan program saat penelitian dilakukan sehingga daerah belum tahu langkah untuk melakukan kegiatan tersebut.
Laboratory preparedness to support the Covid-19 pandemic respond in Indonesia Ketut Aryastami; Harimat Hendarwan; Vivi Setiawaty; Amir Su'udi; Ully Adhie Mulyani; Made Dewi Susilawati; Syachroni Syachroni; Nelly Puspandari; Agus Suwandono
Health Science Journal of Indonesia Vol 11 No 2 (2020)
Publisher : Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/hsji.v11i2.4089

Abstract

Latar belakang: Penyakit jenis baru COVID-19 yang disebabkan oleh virus corona menjadi sebuah pandemic di akhir tahun 2019. Kota Wuhan (China) merupakan lokasi pertama terdeteksinya kasus COVID-19. Tanpa adanya kecurigaan apapun penyakit ini dengan cepatnya menyebar ke seluruh dunia mengikuti alur mobilitas manusia. Dalam kondisi tersebut sistem kesehatan di setiap negara tampak kelabakan khususnya dalam pengendalian transmisi penyakit. Studi ini ingin mengidentifikasi kesiapan jejaring laboratorium kesehatan di Indonesia. Metode: Penilaian cepat dilakukan terhadap ketersediaan dan kesiapan laboratoriaum dalam pennanganan pandemi Covid-19. Pengumpulan data dilakukan melalui pengisian questioner yang dikirim secara elektronik. Waktu pelaksanaan adalah minggu ketiga dan keempat, Maret 2020. Terdapat 44 laboratorium jejaring laboratorium dibawah Kementerian Kesehatan yang menjadi subjek penelitian, dan sebanyak 33 yang merespon secara lengkap Variabel ketersediaan, kecukupan dan kebutuhan bahan dan alat. Hasil: Jejaring laboratorium kesehatan dibawah Kementerian Kesehatan sudah terbentuk sejak tahun 2009. Dengan terjadinya pandemic COVID-19 Surat Keputusan Menteri Kesehatan telah direvisi hingga dua kali agar dapat meningkatkan kapasitas dan memperluas jejaring ke seluruh wilayah NKRI. Hasil studi menunjukkan, laboratorium jejaring dibawah Kementerian Kesehatan belum siap dalam menghadapi pandemic COVID-19. Dua jenis laboratorium jejaring yaitu laboratorium surveillans maupun laboratorium diagnostic memiliki kondisi yang sama. Ketersediaan bahan dan alat laboratorium standar masih tergolong rata-rata, bahkan dari sisi kecukupannyapun masih jauh dibawah kapasitas kebutuhan dalam penanganan specimen COVID-19. Kondisi yang sama juga tampak untuk bahan pendukung laboratorium termasuk alat pelindung diri untuk petugas. Kesimpulan: Kesiapan laboratorium sebagai bagian dari system kesehatan dalam kondisi pandemic masih lemah. Keberadaan alat penunjang diagnose khususnya untuk penyakit menular harus dilengkapi sesuai dengann type laboratorium. Pandemi COVID-19 menjadi alarm dalam menghadapi era baru dan antisipasi masalah dimasa yang akan datang. Kata kunci: Kesiapan laboratorium, COVID-19, Indonesia Abstract Background: A novel coronavirus disease called COVID-19 has become pandemic in late 2019. Wuhan City was the first place detected as the source of the pandemic. Without suspicion, it spreads over the world, along with human mobility. In such a condition, every country seems quite stuttering to prepare its health system to prevent its people from the possible transmission. This paper aims to describe the preparedness of the networking laboratory in Indonesia. Methods: We conducted a rapid assessment of laboratory availability and preparedness to respond to the Covid-19 pandemic. We held the data collection on the third and fourth week of March 2020 by sending an electronic questionnaire to all 44 networking laboratories under the Ministry of Health structure. The variables assessed in this study were the availability and the requirements of the Covid-19 related laboratory's substances, including reagents and other equipment types. Results: The Ministry of Health established the networking laboratory in 2009, but due to the COVID-19 pandemic, it has renewed twice to enhance and expand the laboratory capacities over the country. Our studies showed preparedness among networking laboratories in Indonesia regarding this new emerging COVID-19 condition was quite devastating. Both surveillance and diagnostic laboratories have a similar situation. The availability of their primary materials was mediocre, but the adequacy was far beyond the capacity in handling the COVID-19 specimen. We found a similar case in the laboratory, supporting materials, and personal protective equipment (PPE). Conclusion: Laboratory preparedness during initial period of time of the COVID-19 pandemic as part of the health system is still weak. The availability of the necessary equipment, supporting materials, and personal protective equipment are far beyond the requirements. The COVID-19 has alarmed the laboratory and the whole health system in Indonesia into a new era with better future preparedness. Keywords: laboratory preparedness, COVID-19, Indonesia