Pertumbuhan wilayah di Indonesia berkaitan erat dengan sektor informal, salah satu sektor informal yang berkembang pesat yaitu Pedagang Kaki Lima (PKL). Namun keberadaan PKL memiliki sisi positif dan negatif, sisi positifnya, PKL mampu menciptakan lapangan pekerjaan, sedangkan sisi negatifnya keberadaan PKL yang tidak tertib justru menjadi beban bagi kota. Untuk mengakomodasi kedua hal tersebut, maka pemerinah daerah dalam menyususn kebijakan publiknya harus memperhitungkan keberadaan PKL. Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana dampak kebijakan publik pemerintah kota Batu dalam menyususn tata ruang kota terhadap aktifitas PKL. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kualitatif melalui indepth interview dengan PKL di Alun –alun kota Batu, Pemerintah kota Batu, dan pembeli di sekitar alun-alun kota Batu. Berdasarkan hasil penelitian, ketika pemerintah membuat kebijakan publik dengan cara merelokasi PKL ke tempat yang sudah disediakan, hal ini tidak dipatuhi oleh PKL. Masih banyak PKL yang tetap berada di bundaran alun-alun. Sesuai dengan penuturan PKL, mereka pada dasarnya bersedia pindah, namun tempat yang disediakan oleh pemerintah tidak dapat menampung semua PKL yang ada, sehingga tempat baru tersebut cenderung sepi. Oleh karena itu PKL kembali di bundaran alun-alun. Berdasarkan temuan ini, pemerintah sebaiknya lebih matang dalam pengelolaan tata kota serta lebih aktif untuk berdiskusi dengan PKL.