Penelitian ini bertujuan mengetahui peningkatan level steroid dan persentase kebuntingan sapi aceh terhadap induksi ovulasi dengan metode presynch-ovsynch. Dalam penelitian ini digunakan sepuluh ekor sapi aceh betina dengan status tidak bunting, minimal dua bulan pascapartus, sudah pernah beranak, dan sehat secara klinis. Sapi dibagi atas dua kelompok, yang masing-masing terdiri atas lima ekor sapi. Kelompok pertama (K1) disinkronisasi berahi dengan metode presynch-ovsynch. Pada kelompok kedua (K2), disinkronisasi berahi menggunakan 5 ml PGF2α secara intramuskulus dengan pola penyuntikan ganda dengan interval 12 hari. Setelah 48 jam akhir perlakuan, sapi pada K1 dan K2 diinseminasi menggunakan semen beku fertil. Observasi berahi dilakukan setelah penyuntikan terakhir. Koleksi darah untuk pemeriksaan level estradiol dilakukan segera setelah inseminasi dilakukan sedangkan koleksi darah untuk pemeriksaan progesteron dilakukan pada hari ke-7 pasca-inseminasi. Level steroid diukur menggunakan teknik enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA). Pemeriksaan kebuntingan dilakukan 90 hari pasca-inseminasi menggunakan teknik palpasi rektal. Seluruh sapi menunjukkan gejala berahi setelah perlakuan. Level estradiol dan progesteron pada K1 vs K2 masing-masing adalah 294,98±110,48 vs 392,76±11,6 pg/ml (P0,05) dan 23,85±15,14vs 12,69±5,64ng/ml (P0,05). Persentase kebuntingan pada K1 vs K2 masing-masing adalah 60,0 vs 0,0%. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa metode presynch-ovsynch tidak dapat meningkatkan level steroid tetapi dapat meningkatkan persentase kebuntingan pada sapi aceh.