Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

UPAYA PENINGKATAN KUALITAS BIJI KAKAO (Theobroma Cacao L.) MELALUI TAHAP PENANGANAN PASCAPANEN (ULASAN) Sri Hartuti; Juanda Juanda; Rita Khatir
Jurnal Industri Hasil Perkebunan Vol 15, No 2 (2020): Jurnal Industri Hasil Perkebunan
Publisher : Balai Besar Industri Hasil Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33104/jihp.v15i2.6318

Abstract

Penanganan pascapanen kakao merupakan salah satu tahapan penting untuk meningkatkan kualitas kakao, agar diperoleh biji kakao yang kualitasnya memenuhi standard yang berlaku (SNI 2323-2008/ Amandemen 1-2010) dan permintaan konsumen. Pemeraman buah kakao, fermentasi dan pengeringan biji kakao memiliki pengaruh penting terhadap pembentukan karakteristik prekursor rasa kakao. Pemeraman buah kakao bertujuan untuk mengurangi lapisan pulp dan membentuk ruang kosong dalam tumpukan biji kakao, sehingga oksigen dapat masuk ke dalam tumpukan biji selama fermentasi, dan mempercepat proses fermentasi, menurunkan kadar air, polifenol, dan keasaman, serta mempengaruhi kualitas fermentasi dan penampilan biji. Fermentasi biji kakao bertujuan untuk menghasilkan senyawa-senyawa calon pembentuk citarasa khas cokelat dan mempengaruhi kualitas dan penampilan biji kakao. Selanjutnya, pengeringan biji kakao bertujuan untuk menurunkan kadar air biji kakao, membentuk citarasa dan menentukan karakteristik kualitas kakao.
Efektivitas Penggunaan Jenis Pelarut dan Asam dalam Proses Ekstraksi Pigmen Antosianin Kelopak Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L) Ryan Moulana; Juanda Juanda; Syarifah Rohaya; Ria Rosika
Jurnal Teknologi dan Industri Pertanian Indonesia Vol 4, No 3 (2012): Vol.(4) No.3, October 2012
Publisher : Agricultural Faculty

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (503.374 KB) | DOI: 10.17969/jtipi.v4i3.739

Abstract

Anthocyanin is pigments are red, purple and blue that commonly found in plants and can be used as a natural dye. One kind of plant that can be extracted as a source of natural dyes and contain anthocyanin is rosella petals flower. The use of solvents and acids are the factors that determine the quality and quantity of anthocyanin that extracted from rosella petals flower. Therefore in this study will be assessed the influence of the use of appropriate solvents and acids in the process of extraction of anthocyanin from rosella petals flower. Types used are varieties rosella sabdariffa. This research was conducted using Randomized Block Design Factorial consisting of 2 factors that is the type of solvent (J) consisting of ethanol and methanol, as well as the second factor which is the type of acid (P) consisting of tartaric acid, citric acid, and acid acetate. Based on the analysis it was found that the anthocyanin pigment (in red) in rosella petals flower is more stable in the acidic conditions (low pH). Type of acid (P) gives a very significant influence (P ≤ 0.01) toward pH values and significant influence (P ≤ 0.05) toward the intensity of the color. Type of solvent (J) that used gives a very significant influence (P ≤ 0.01) toward the intensity of the color, as well as a significant influence (P ≤ 0.05) on yield and levels of anthocyanin 
Analisa Kelayakan Finansial Pengembangan Cold Storage Plant di Pelabuhan Perikanan Lampulo Baru Banda Aceh Juanda Juanda; Martunis Martunis
Jurnal Teknologi dan Industri Pertanian Indonesia Vol 6, No 1 (2014): Vol.(6) No.1, February 2014
Publisher : Agricultural Faculty

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (729.376 KB) | DOI: 10.17969/jtipi.v6i1.1985

Abstract

The research aims to analyze financial feasibility of cold storage development in Lampulo Baru Fish Port Banda Aceh in accordance with discounted investment ctiteria; Net Present Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio (NBCR), Gross Benefit Cost Ratio (GBCR) and payback period (PBP). The research was conducted in Lampulo Baru Fish Port on November 2013 – January 2014. Data was mainly collected by using survei and interview/ focus group discussion techniques. Data were analyzed by using financial analysis with investment criteria. The result of research showed that the development of cold storage plant in Lampulo Baru Fish Port with capacity of 80 ton fishes is financially feasible, indicated by discounted investment criteria values; NPV = IDR. 1,463,819,997,-. NBCR = 2.33, GBCR = 1.03,  and PBP = 2.33 years. 
Tingkat Kesukaan Konsumen terhadap Kopi Wine Gayo pada Beberapa Derajat Penyangraian Nauval Azmi; Yusya Abubakar; Juanda Juanda; Satriana Satriana
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian Vol 7, No 2 (2022): Mei 2022
Publisher : Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (284.942 KB) | DOI: 10.17969/jimfp.v7i2.19886

Abstract

Kopi adalah satu dari sekian banyak minuman yang paling diminati oleh masyarakat global. Sebagian orang bahkan harus meneguk secangkir kopi sebelum memulai kegiatan hariannya. Data konsumsi kopi dunia menunjukkan sebanyak 70% peminum kopi menikmati kopi arabika, sedangkan sisanya (30%) memilih kopi robusta. Akhir-akhir ini produsen mulai memperkenalkan Kopi Wine Gayo yang mempunyai cita rasa unik. Namun derajat penyangraian yang disukai oleh konsumen untuk produk olahan ini belum diketahui. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui tingkat kesukaan konsumen terhadap kopi wine gayo yang disanggrai pada derajat yang berbeda. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) satu faktor non faktorial. Faktor perlakuan, meliputi suhu 193ºC (light), 198ºC (ligh to medium), 204ºC (medium), 208ºC (medium to dark) dan 213ºC (dark) dengan 3 ulangan. Tingkat kesukaan konsumen dianalisis dengan uji hedonik menggunakan 5 skala (mulai dari tidak suka sampai dengan sangat suka). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat penyangraian berpengaruh nyata terhadap kesukaan konsumen kopi wine Gayo. Uji hedonik kopi wine menggambarkan bahwa warna yang paling disukai terdapat pada tingkat penyangraian medium dengan rata-rata 3,76 (suka), sedangkan aroma yang paling disukai terdapat pada tingkat penyangraian medium  to dark dengan rata-rata 3,75 (suka). Perlakuan terbaik didapat pada kopi wine Gayo yang disanggrai dengan derajat medium.Kopi adalah satu dari sekian banyak minuman yang paling diminati oleh masyarakat global. Sebagian orang bahkan harus meneguk secangkir kopi sebelum memulai kegiatan hariannya. Data konsumsi kopi dunia menunjukkan sebanyak 70% peminum kopi menikmati kopi arabika, sedangkan sisanya (30%) memilih kopi robusta. Akhir-akhir ini produsen mulai memperkenalkan Kopi Wine Gayo yang mempunyai cita rasa unik. Namun derajat penyangraian yang disukai oleh konsumen untuk produk olahan ini belum diketahui. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui tingkat kesukaan konsumen terhadap kopi wine gayo yang disanggrai pada derajat yang berbeda. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) satu faktor non faktorial. Faktor perlakuan, meliputi suhu 193ºC (light), 198ºC (ligh to medium), 204ºC (medium), 208ºC (medium to dark) dan 213ºC (dark) dengan 3 ulangan. Tingkat kesukaan konsumen dianalisis dengan uji hedonik menggunakan 5 skala (mulai dari tidak suka sampai dengan sangat suka). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat penyangraian berpengaruh nyata terhadap kesukaan konsumen kopi wine Gayo. Uji hedonik kopi wine menggambarkan bahwa warna yang paling disukai terdapat pada tingkat penyangraian medium dengan rata-rata 3,76 (suka), sedangkan aroma yang paling disukai terdapat pada tingkat penyangraian medium  to dark dengan rata-rata 3,75 (suka). Perlakuan terbaik didapat pada kopi wine Gayo yang disanggrai dengan derajat medium.
Peningkatan Kualitas Minyak Nilam Aceh Selatan dengan menggunakan Rotary Vacuum Evaporator Hayati Kautsarah; Juanda Juanda; Martunis Martunis
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian Vol 8, No 1 (2023): Februari 2023
Publisher : Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (260.919 KB) | DOI: 10.17969/jimfp.v8i1.23267

Abstract

Abstrak : Minyak nilam (patchouli oil) adalah salah satu minyak atsiri yang dihasilkan oleh tanaman nilam (Pogostemon cablin B). Salah satu indikator yang sangat menentukan mutu, kualitas dan harga minyak nilam yaitu kadar patchouli alcohol. Semakin tinggi kadar patchouli alcohol dalam minyak nilam, maka mutu minyak nilam akan semakin baik. Pembuatan bahan standar patchouli alcohol yang terkandung dalam minyak nilam dapat dilakukan dengan cara mengisolasi patchouli alcohol. Salah satu metode yang digunakan adalah dengan distilasi fraksinasi. Proses fraksinasi adalah proses pemurnian zat/senyawa yang digunakan untuk memisahkan komponen dari campuran berdasarkan suhu titik didih. Proses distilasi fraksinasi nilam dapat dilakukan dengan alat rotary vacuum evaporator. Berdasarkan kadar patchouli alcohol, hasil dari distilasi fraksinasi minyak nilam dibedakan menjadi fraksi berat dan fraksi ringan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kualitas minyak nilam Aceh Selatan sebelum dan sesudah dilakukan pemurnian menggunakan rotary vacuum evaporator. Penelitian ini dilakukan dengan analisis eksperimental. Parameter yang diamati pada penelitian ini meliputi kualitas minyak nilam yaitu warna minyak, bobot jenis, indeks bias, kelarutan dalam etanol, bilangan asam, bilangan ester, putaran optik, patchouli alcohol dan kadar besi (Fe). Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan kualitas minyak nilam sebelum dimurnikan sudah sesuai standar SNI, namun untuk kadar patchouli alcohol masih sangat rendah dan tidak sesuai dengan SNI. Proses pemurnian menggunakan rotary vacuum evaporator merupakan salah satu cara yang efektif untuk meningkatkan kualitas minyak nilam khususnya patchouli alcohol. Minyak nilam hasil penyulingan dari petani dapat ditingkatkan kadar patchouli alcohol dari 25,32% menjadi 42,59%. Improving the Quality of South Aceh Patchouli Oil by using a Rotary Vacuum EvaporatorAbstract :Patchouli oil (patchouli oil) is one of the essential oils produced by the patchouli plant (Pogostemon cablin B). One indicator that determines the quality, quality and price of patchouli oil is the level of patchouli alcohol. The higher the patchouli alcohol content in patchouli oil, the better the quality of patchouli oil. The standard ingredient patchouli alcohol contained in patchouli oil can be prepared by isolating patchouli alcohol. One of the methods used is fractional distillation. The fractionation process is a process of purifying substances/compounds that is used to separate components from a mixture based on the boiling point temperature. Patchouli fractional distillation process can be carried out using a rotary vacuum evaporator. Based on the patchouli alcohol content, the results of fractional distillation of patchouli oil are divided into heavy fractions and light fractions. The purpose of this study was to determine the quality of South Aceh patchouli oil before and after purification using a rotary vacuum evaporator. This research was conducted by experimental analysis. The parameters observed in this study included the quality of patchouli oil, namely oil color, specific gravity, refractive index, solubility in ethanol, acid number, ester number, optical rotation, patchouli alcohol and iron (Fe) content. The results showed that the overall quality of patchouli oil before being refined was in accordance with SNI standards, but the patchouli alcohol content was still very low and not in accordance with SNI. The purification process using a rotary vacuum evaporator is an effective way to improve the quality of patchouli oil, especially patchouli alcohol. Patchouli oil distilled from farmers can increase the patchouli alcohol content from 25.32% to 42.59%.
Rancang Bangun Unit Penghasil Asap Cair yang Terintegrasi dengan Pengering Kabinet Hendri Syah; Sri Hartuti; Juanda Juanda
Rona Teknik Pertanian Vol 7, No 1 (2014): Volume 7, No. 1, April 2014
Publisher : Department of Agricultural Engineering, Syiah Kuala University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17969/rtp.v7i1.2646

Abstract

Abstrak. Pemanfaatan energi panas buangan dari proses kondensasi asap cair belum banyak diaplikasikan, selama ini panas dibuang ke media air yang disirkulasikan. Penelitian ini bertujuan untuk mendesain dan menguji fungsional unit penghasil asap cair yang terintegrasi dengan pengering kabinet. Penelitian ini terdiri dari tiga tahapan yaitu perancangan (desain struktural dan fungsional), pabrikasi, dan uji fungsional hasil rancangan. Perekayasaan ini menghasilkan unit penghasil asap cair yang terintegrasi dengan pengering kabinet. Alat ini terdiri dari empat komponen utama yaitu tabung pirolisator, pipa penukar panas, pengering kabinet serta kondensor. Berdasarkan uji fungsional, alat ini telah dapat menghasilkan asap cair dengan volume berkisar antara 2300 – 3182 ml selama 5 jam proses pembakaran tempurung kelapa. Wadah 1 merupakan wadah yang paling banyak menampung asap cair dibandingkan wadah 2, hal ini menunjukan proses kondensasi lebih banyak terjadi pada pipa penukar panas Design and Construction of Machine for Liquid Smoke Production Integrated with Cabinet DryerAbstract. Utilization of released heat energy from the condensation of liquid smoke has not been widely applied. Recently, the heat generated from the process was discharged and circulated into water as a cooling media. This research aimed to design and test a functional of liquid unit integrated with a dryer cabinet. The study consisted of three steps including design (structural and functional design), manufacturing, and testing a functional of results designed. This research and development produced liquid smoke integrated with the dryer cabinet. This machine consisted of four main components including tube of pirolisator, heat exchanger, condenser and dryer cabinet. Based on the functional test, this machine had been able to produce liquid smoke, ranged from 2300 to 3182 ml for 5 hours burning process of coconut shells. The first container was a container that received much more liquid smoke compared with the second container 2.  This research revealed that condensation process occurs more frequently in the heat exchanger pipe.
Standardisasi Waktu Kerja Pada Unit Pengolahan Kakao, Koperasi Rimbun, Pidie Jaya Juanda Juanda; Zalniati Fonna Rozali; Hanif Syahputra
Rona Teknik Pertanian Vol 5, No 2 (2012): Volume 5, No. 2, Oktober 2012
Publisher : Department of Agricultural Engineering, Syiah Kuala University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17969/rtp.v5i2.233

Abstract

Standardization of Working Time at Cocoa Processing Unit, Rimbun Cooperative, Pidie JayaABSTRACT. Rimbun Cooperative is a business unit operating a chocolate factory producing several chocolate products such as cocoa fat, cocoa powder, 3 in 1 instant drinks (sachets), and chocolate bars. This research aims to measure standard times of operators in all working stations of the chocolate factory. These standards comprised the standards in roasting, peeling, pasting, pressing, powdering, powder sieving, powder mixing, dough mixing, refining, and chonching working stations. The data were directly collected using Time Study method with Stop Watch. The samples were randomly selected with five (5) repetitions; and the standard times were measured using Westinghouse Method to quantify performance and allowance factors. The result shows that standard times of operators in each working station are as follows: roasting (36 minutes), peeling (193 minutes), pasting (276 minutes), pressing (78 minutes), powdering (17 minutes), powder sieving (14 minutes), powder mixing (36 minutes), dough mixing (17 minutes), refining (30 minutes), and chonching (30 minutes). In peeling, pasting, powdering, powder sieving working stations, standard times of operators cannot be separated with working times of machines because the operators are required to run the machines (sequence). In general, standard times of operators, after calculation, are larger than direct records because during the working times, operators would not or could not use allowance factors for personal uses, such as for going to bathroom, drinking, and socializing with their colleagues as means to reduce stress or boredom.