Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search
Journal : Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan

KEABSAHAN KONTRAK ELEKTRONIK (E-CONTRACT) SEBAGAI SUATU KONTRAK BAKU DALAM TRANSAKSI ELEKTRONIK (E-COMMERCE) (Studi Kasus: Wanprestasi Jual Beli Online Putusan PN Medan 183/PDT.G/2018/PN MDN) Adzra Ardelia Tuasalamony; Eirene Eva Marta Sheila; Shaila Azalea Ramadhanti; Natasya Yadila; Garneta Rizka Camilla; Dwi Aryanti Ramadhani
Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan Vol. 1 No. 7 (2023): Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.3783/causa.v1i6.903

Abstract

Era digital ekonomi telah menggiring masyarakat ke dalam gelombang transaksi elektronik berupa jual beli online yang semakin marak, dikenal dengan e-commerce. Terjadinya transaksi dalam e-commerce didasari oleh suatu kontrak elektronik. Kontrak elektronik dalam e-commerce merupakan salah satu contoh kontrak baku dimana salah satu pihak yaitu pihak kedua hanya mengikuti syarat dan ketentuan yang diajukan pihak pertama, jadi tidak ada perundingan bersama dalam menentukan kontrak yang akan disepakati, oleh sebab itulah kemunculan kontrak elektronik ini menimbulkan pertanyaan mengenai keabsahannya. Maka dari itu artikel ini bertujuan untuk membahas mengenai keabsahan kontrak elektronik, atau yang lebih dikenal sebagai e-contract dengan mengangkat salah satu kasus nyata yang terjadi pada platform Tokopedia. Melalui metode studi literatur, penelitian ini menemukan bahwa UU ITE secara tegas mengakui keabsahan e-contract, yang memiliki kekuatan hukum setara dengan kontrak konvensional, selama memenuhi persyaratan yang diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Oleh karena itu, e-contract dapat digunakan sebagai alat bukti yang kuat pada suatu pembuktian dalam perkara. Namun, meskipun dasar hukumnya sudah ada, bentuk e-contract masih abstrak dalam undang-undang, dan hal ini dapat menimbulkan interpretasi yang berbeda serta memengaruhi keabsahannya di masa depan. Selain itu mengingat e-contract merupakan kontrak baku dimana dimungkinkan terjadi pelanggaran atas pasal 1320 KUHPerdata, maka seharusnya keabsahan kontrak elektronik yang merupakan kontrak baku juga dapat dipertanyakan jika terdapat kekhilafan, paksaan, atau penipuan dalam perjanjian tersebut. Oleh karena itu, meskipun kontrak elektronik diakui keabsahannya, pelaku usaha harus tetap memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan tidak membuat klausula baku yang merugikan konsumen. Lalu, artikel ini juga membahas kasus nyata dalam Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 183/Pdt.G/2018/PN MDN yang berkaitan dengan transaksi jual beli online di platform Tokopedia.
IMPLEMENTASI ASAS ITIKAD BAIK DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK BRI (STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 12/PDT. GS/2020/PN BIK) Gladys Trias Puspadewi; Indira Yekti Widya Pramesti; Devina Yadita; Muhammad Irfan Maulana; Khaila Aurellia; Dwi Aryanti Ramadhani
Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan Vol. 1 No. 6 (2023): Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.3783/causa.v1i6.957

Abstract

Salah satu asas dalam hukum perjanjian adalah asas itikad baik. Asas itikad baik dalam hukum perjanjian adalah prinsip yang mengharuskan semua pihak yang terlibat dalam suatu perjanjian untuk bertindak dengan jujur, adil, dan menghormati hak dan kewajiban satu sama lain. Penelitian ini mengeksplorasi implementasi asas itikad baik dalam perjanjian kredit Bank BRI dengan menggunakan studi kasus Putusan Mahkamah Agung No. 12/Pdt.GS/2020/PN Bik. Dalam kasus tersebut, asas itikad baik menjadi kunci penyelesaian wanprestasi yang dilakukan oleh debitur. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif serta menggunakan pendekatan kualitatif dengan studi kasus deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Bank BRI menerapkan asas itikad baik sebagai landasan utama dalam perjanjian kredit dengan menggunakan prinsip 5C dalam penilaian kredit. Keselarasan antara itikad baik kreditur dan debitur menjadi esensial dalam menjaga kepercayaan dan menjamin pelaksanaan perjanjian. Studi kasus Putusan Mahkamah Agung mengilustrasikan pentingnya asas itikad baik dalam menyelesaikan wanprestasi, di mana debitur yang ingkar janji dihukum membayar hutang sesuai kesepakatan. Kesimpulannya, asas itikad baik memiliki peran sentral dalam menjaga keseimbangan, keadilan, dan kepatutan dalam perjanjian kredit, serta menjadi pedoman dalam menyelesaikan konflik melalui jalur hukum.
IMPLEMENTASI ASAS PACTA SUNT SERVANDA TERHADAP SEBUAH PERJANJIAN DITINJAU DARI PUTUSAN MA No. 15/Pdt.G.S./2023/PN Ktg Danil Erlangga Mahameru; Nida Syahla Hanifah; Resfa Klarita Trasenda; Amanda Feby Sabrina; Moses Frederick Purba; Dwi Aryanti Ramadhani
Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan Vol. 1 No. 8 (2023): Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.3783/causa.v1i8.1093

Abstract

Perjanjian merupakan sebuah kesepakatan antara kedua belah pihak yangmana dari hasil perjanjian tersebut dikarenakan adanya keepakatan yang mencapai tujuan bersama sehingga bisa bernetuk perjanjian, perjanjian ada dua macam ada perjanjian tertulis dan tidak tertulis, asas pacta sunt servanda merupakan sebuah asas yang mana ketika dua orang salingmengkiat janji maka janji tersebut harus dipatuhi seperti UU yang mana perjanjian adalah suatu pokok khusus dalam antara dua belah pihak, dalam penelitian ini yang dipakai adalah putusan MA No.15/Pdt.G.S./2023/PN Ktg yang mana dalam putusan ini bahwa pihak pengguat menggugat pihak tergugat karena wanprestasi yang dilakukan oleh pihak tergugat yang mana ia telah melanggar asas pacta sunt servanda ini, pada penelitian ini menggunakan penelitian tinjauan normatif (yuridis) yang mana pendenkatan yang digunakan statue approach dan conseptual approach hasil penelitian didapati bahwa sebenarnya sebelum piha pengguat menggugat tergugat atas wanprestasinya pha pengguat telah meaksanakan asas pacta sunt servanda yang mana ia telah memberikan kompensansi dengan 3 kali surat peringatan namun diabaikan oleh pihak tergugat sehingga pihak pengguat langsung membawa hal tersebut ke jalur hukum, agar efektivitas asas pacta sunt servanda dapat di impilkasikann dan dikembangkan dalam sistem hukum perjanjian Indonesia maka haruslah memenuhi fungsi pokok dalam sistem perjanjian sehingga dengan menerapan yang telah diatur dapat meningkatkan dan meneraturkan perjanjian sesuai asas pacta sunt servanda.