Andy Dediyono
Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI)

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Analisis Pengaruh Lokasi Central Business District Terhadap Nilai Tanah di Daerah Sekitarnya (Studi Kasus: Daerah Industri di Surabaya) Heri Yuli Safitri; Yanto Budisusanto; Udiana Wahyu Deviantari; Andy Dediyono
Jurnal Teknik ITS Vol 5, No 2 (2016)
Publisher : Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat (DRPM), ITS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (702.742 KB) | DOI: 10.12962/j23373539.v5i2.17288

Abstract

Kota Surabaya mengalami suatu perkembangan yang sangat pesat dibandingkan dengan pertumbuhan kota-kota disekitarnya. Perkembangan penduduk kota Surabaya yang mempunyai predikat kota Industri, Dagang, Maritim dan Pendidikan berjalan sangat pesat. Akibatnya, nilai tanah pada lokasi tertentu yang mempunyai kemudahan mencapai sarana kegiatan tersebut akan mengalami kenaikan tingkat harga nilai tanah. Untuk mengetahui pengaruh Pusat Kegiatan Kota/Central Business District (CBD) terhadap nilai tanah, digunakan metode analisis yang meliputi analisis spasial dengan metode penaksiran harga tanah Von thunen (Teori Lokasi) yang akan menunjukkan pengaruh jarak ke CBD dan persebaran letak NIR tertinggi sampai terendahnya. Serta analisis faktor penentu nilai tanah tersebut dengan NIR yang menggunakan metode perbandingan Pendekatan Data Pasar (Market Data Approach) dalam setiap zona yang telah dibuat. Hasil dari analisis yang telah dilakukan menunjukkan bahwa CBD Industri memiliki NIR tertinggi sebesar Rp 11.732.291,-. Dan dari hasil analisis klasifikasi NIR pada daerah sekitar CBD SIER yang dilakukan sejauh 3 kilometer mempunyai kecenderungan nilai tanah yang semakin tinggi jika menjauh dari CBD. Selain faktor jarak terhadap CBD, faktor kedudukan tanah terhadap jalan juga sangat mempengaruhi nilai tanah tersebut.
ANALISIS ZONA NILAI TANAH TERHADAP RENCANA TATA RUANG WILAYAH RUNGKUT UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN DAERAH DI SURABAYA Udiana Wahyu Deviantari; Andi Nurul W. P.; Andy Dediyono
Geoid Vol 15, No 1 (2019)
Publisher : Department of Geomatics Engineering

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.12962/j24423998.v15i1.6687

Abstract

Surabaya adalah kota terbesar kedua di Indonesia. Karena itu, banyak warga yang pergi ke kota ini untuk mendapatkan pekerjaan alih-alih bekerja di kota asal mereka. Namun, karena urbanisasi yang pasif itu membuat kebutuhan masyarakat akan rumah semakin besar sementara ketersediaan lahan terbatas. Ketika permintaan tanah lebih tinggi dari tanah yang tersedia maka harga tanah akan lebih tinggi. Dua sumber pendapatan lokal adalah PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) dan BPHTB (Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan) di mana pengimporan dasarnya adalah NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) untuk PBB dan NPOP untuk BPHTB. Namun, dalam hal ini NPOP (Nilai Perolehan Objek Pajak) disamakan dengan NJOP karena sumber pendapatan pajak yang sama yaitu komparatif penjualan. Asesmen massa digunakan dalam penelitian ini dengan pertimbangan lokasi memiliki luas wilayah. Oleh karena itu, zona nilai tanah harus ditumpang tindih dengan rencana tata ruang terperinci untuk menghitung potensi pendapatan PBB dan BPHTB. Zona industri memiliki kesesuaian lahan tertinggi 99,22% dengan luas 857.121.718 m2. Peningkatan pendapatan lokal melalui potensi pendapatan PBB dan BPHTB menunjukkan angka positif atau peningkatan nilai di setiap zona.
PENILAIAN ASET DESA BERUPA PROPERTI GUNA INVENTARISASI ASET DESA (STUDI KASUS: DESA CARANGREJO DAN DESA WATUDAKON, KECAMATAN KESAMBEN, KABUPATEN JOMBANG) Udiana Wahyu Deviantari; Akbar Kurniawan; Andy Dediyono; Agung Dwi Yulianto
Geoid Vol 14, No 2 (2019)
Publisher : Department of Geomatics Engineering

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (561.841 KB) | DOI: 10.12962/j24423998.v14i2.5960

Abstract

Kabupaten Jombang merupakan kabupaten yang mengalami perkembangan dari segi infrastruktur maupun ekonomi. Pemerintahan Kabupaten Jombang terdiri dari 301 desa, diantaranya Desa Carangrejo, Desa Watudakon dan lainnya. Setiap desa memiliki kekayaan aset desa yang harus dikelola berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri. Inventarisasi dan penilaian aset desa merupakan dalah satu kegiatan yang dilakukan dalam pengelolaan aset desa. Kegiatan inventarisasi aset desa secara spasial dilakukan dengan cara pengukuran aset desa. Pengukuran aset desa menggunakan alat Global Positioning System (GPS) Geodetik dengan metode Real-Time Kinematik (RTK) Penilaiain aset desa dilakukan dengan mengunakan metode pendekatan pasar dan meode pendekatan biaya. Hasil dari analisis yang telah dilakukan menunjukkan bahwa, Penilaian aset desa memiliki nilai Nilai Indikasi Rata-Rata (NIR) tertinggi Rp 1.170.384 dan nilai terendah Rp 76.190. Jenis penggunaan lahan, aksesbilitas, menjadi beberapa faktor yang sangat berpengaruh dalam penilaian. Aset desa yang dikelola oleh desa berupa lahan tanah yang digunakan sebagai sawah, lapangan dan bangunan.