Claim Missing Document
Check
Articles

Found 10 Documents
Search

“The Age of Capital”: Pers, Uang, dan Kekuasaan Haryanto, Ignatius
Mediator Vol 4, No 1 (2003)
Publisher : FIkom Unisba

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pers, uang, dan kekuasaan merupakan tiga unsur yang membuat roda industri pers berputar dengan lancar. Tiga unsur tersebut menjadi titik tolak untuk mengupas permasalahan aktual yang dihadapi pers pasca pemerintahan Soeharto, setelah negara tidak lagi menjadi penguasa pers. Simpulan yang disampaikan menunjukkan indikasi terwujudnya The Age of Capital dalam Industri Pers Indonesia, yaitu tatkala modal menjadi kekuatan utama yang menguasai urat nadi kehidupan pers, dan pada akhirnya menghilangkan mekanisme pers yang sehat dan objektif. Sejumlah contoh yang terjadi menunjukkan betapa Dewan Pers sendiri, yang diharapkan mampu menjamin keberlangsungan kehidupan pers yang sehat, ternyata telah terkooptasi oleh kapitalisasi modal para pengusaha yang berkepentingan dengan pembentukan citra produk mereka.
“The Age of Capital”: Pers, Uang, dan Kekuasaan Ignatius Haryanto
MediaTor (Jurnal Komunikasi) Vol 4, No 1 (2003): Merayakan Wacana Kontemporer
Publisher : Pusat Penerbitan Universitas (P2U) LPPM Unisba

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/mediator.v4i1.790

Abstract

Pers, uang, dan kekuasaan merupakan tiga unsur yang membuat roda industri pers berputar dengan lancar. Tiga unsur tersebut menjadi titik tolak untuk mengupas permasalahan aktual yang dihadapi pers pasca pemerintahan Soeharto, setelah negara tidak lagi menjadi penguasa pers. Simpulan yang disampaikan menunjukkan indikasi terwujudnya The Age of Capital dalam Industri Pers Indonesia, yaitu tatkala modal menjadi kekuatan utama yang menguasai urat nadi kehidupan pers, dan pada akhirnya menghilangkan mekanisme pers yang sehat dan objektif. Sejumlah contoh yang terjadi menunjukkan betapa Dewan Pers sendiri, yang diharapkan mampu menjamin keberlangsungan kehidupan pers yang sehat, ternyata telah terkooptasi oleh kapitalisasi modal para pengusaha yang berkepentingan dengan pembentukan citra produk mereka.
Kemunculan Diri Dan Peran Pemilik Industri Media Di Indonesia Dalam Kerangka Teori Strukturasi Anthony Giddens Ignatius Haryanto
Ultimacomm: Jurnal Ilmu Komunikasi Vol 6 No 2 (2014): ULTIMACOMM
Publisher : Universitas Multimedia Nusantara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (761.656 KB) | DOI: 10.31937/ultimacomm.v6i2.414

Abstract

Dalam perkembangan industri media nasional dan global, pertanyaan yang banyak muncul belakangan ini mengarah pada seberapa besar peran kepentingan ekonomi dan politik yang dibawakan oleh para pemilik media (media owner) dalam menentukan isi media. Dalam era dimana kapitalisasi, komodifikasi terhadap industri media berjalan dengan demikian sangat intensif, maka pertanyaan atas kepentingan apa yang dibawakan oleh para pemilik media menjadi pertanyaan yang relevan diajukan. Sementara itu dalam masa sebelumnya pertanyaan tentang implikasi kepemilikan terhadap isi dari media belum banyak diajukan, dan dalam arti itu pula implisit suatu kerangka kerja dari industri ini yang dilihat sebagai suatu kerangka kerja yang menyangkut kepentingan publik yang lebih luas daripada sekedar membela kepentingan bisnis semata. Dalam telaah ini hendak ditunjukkan bagaimana dan apa yang membuat media owner menjadi sesuatu yang penting untuk dilihat dalam kerangka teori tarik menarik struktur dan agen, dan dimana persisnya letak dari media owner ini, apakah ia adalah seorang penguasa struktur ataukah ia adalah seorang agen. Dengan menggunakan kerangka pemikiran strukturasi yang diajukan oleh Anthony Giddens untuk melihat bagaimana problematika yang terjadi dalam tarik menarik struktur dan agency yang ada dalam konteks perkembangan industri media pada suatu ruang dan tempat tertentu. Dengan pendekatan ini pula maka hendak ditunjukkan bagaimana asal muasal kekuasaan itu datang, dan bagaimana kemudian bisa mempengaruhi industri media itu sendiri. Hendak ditunjukkan pula problematika macam apa yang muncul dalam menjelaskan tentang landscape industri media pada masa kini, dan sekaligus juga hendak ditelaah apakah ada kelemahan dari pendekatan ini ketika ia diterapkan dalam konteks perkembangan industri media.
Propaganda, Hannah Arendt, Joseph Goebels dan Totalitarianisme Ignatius Haryanto
Ultimacomm: Jurnal Ilmu Komunikasi Vol 7 No 1 (2015): ULTIMACOMM
Publisher : Universitas Multimedia Nusantara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (691.976 KB) | DOI: 10.31937/ultimacomm.v7i1.425

Abstract

Sangat menarik bahwa Hannah Arendt dalam bukunya Asal Usul Totalitarianisme, buku ketiga21, menulis suatu bab secara khusus tentang propaganda, sebagai bagian dari Gerakan Totalitarianisme. Arendt di situ mengulas dengan cukup detail bagaimana peran dari propaganda, indoktrinasi serta teror dalam kerangka totalitarianisme. Tulisan ini hendak membahas tentang propaganda sebagai bagian dari komunikasi massa untuk meyakinkan massa untuk tujuan-tujuan tertentu dari penguasa. Sedikit banyak ia berkait dengan pola pemerintahan totaliter, tetapi lebih dari itu, propaganda merupakan alat politik yang juga dilakukan oleh negara yang sedang berperang baik ke dalam masyarakat di dalam maupun di luar negeri. Dalam tulisan ini paparan Arendt akan disandingkan dengan tuPropaganda pada masa Hitler, lalu tulisan ini juga ingin menaruh propaganda ini dalam konteks yang lebih luas bagaimana propaganda dilakukan, dianalisis oleh para sarjana yang belakangan kemudian memunculkan suatu bidang studi tersendiri pada periode paska perang dunia II, yaitu ilmu komunikasi. Kata Kunci : propaganda, totalitarianisme, hannah arendt, komunikasi massa
Performa Media, Jurnalisme Empati, dan Jurnalisme Bencana: Kinerja Televisi Indonesia dalam Peliputan Bencana (Kasus Liputan TV One terhadap Hilangnya Air Asia QZ 8501) Ignatius Haryanto
Ultimacomm: Jurnal Ilmu Komunikasi Vol 8 No 1 (2016): ULTIMACOMM
Publisher : Universitas Multimedia Nusantara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (945.026 KB) | DOI: 10.31937/ultimacomm.v8i1.818

Abstract

Tulisan ini hendak memaparkan telaah terhadap TV One sebagai salah satu televisi berita di Indonesia, apakah ia melakukan kinerjanya sesuai dengan konsep performa media seperti yang dikemukakan oleh McQuail (1992), dan juga konsep jurnalisme empati sebagaimana digagas oleh Ashadi Siregar (2002). Tulisan ini memaparkan tema di atas dengan menggunakan metode studi kasus dan memilih secara khusus liputan TV One atas hilangnya pesawat Air Asia QZ 8501, kemudian dibahas dalam kerangka jurnalisme bencana serta panduan etis yang dirumuskan dalam P3SPS (Pedoman Perilaku Penyiaran / Standar Program Siaran). Peristiwa hilangnya pesawatnya Air Asia QZ 8501 pada akhir Desember 2014 menunjukkan TV One, lebih mengutamakan kecepatan penyampaian berita serta menekankan unsur sensasionalisme, ketimbang mempertimbangkan pemberitaan seperti apa yang sebaiknya diterima oleh para penonton. Tulisan ini mencoba menyoroti bagaimana TV One memberitakan tragedi Air Asia tersebut khususnya pada saat tayangan Breaking News mereka di mana TV One memberitakan soal penemuan mayat terapung di lautan beberapa hari setelah kecelakaan terjadi. Kata Kunci: berita televisi, jurnalisme bencana, jurnalisme empati
Kaum Profesional dan Pemerintahan dan Pemerintahan yang Bersih: Pandangan Seorang Jurnalis Ignatius Haryanto
Unisia No 36/XXI/IV/1998
Publisher : Universitas Islam Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20885/unisia.v0i36.5749

Abstract

-
Robert W. McChesney, Ilmu Komunikasi, dan Tradisi Kritis Haryanto, Ignatius
Jurnal Komunikasi Indonesia Vol. 1, No. 2
Publisher : UI Scholars Hub

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Artikel ini hendak memperkenalkan seorang tokoh ilmuwan komunikasi kritis abad XX dan XXI sekaligus juga seorang aktivis, yaitu Robert W. McChesney. Chesney adalah penulis produktif yang banyak menyoroti sekaligus mengritik industri media di Amerika yang mendominasi di dalam dan luar negeri. Chesney meneruskan tradisi ilmuwan komunikasi yang telah dirintis sebelumnya oleh Herbert Schiller dan Dallas Smythe ataupun Noam Chomsky, yang utamanya mengritik struktur kepemilikan industri media, lalu juga mengritik orientasi isi media yang terlalu komersial dan sensasional. Tulisan ini barulah melakukan suatu pemetaan awal pemikiran Chesney dan akar-akar pemikiran yang mempengaruhi Chesney, salah satunya adalah Karl Marx. This article tries to introduce a 20th and 21st century critical communication scholar who is also an activist, Robert W. McChesney. Chesney is a productive writer who often highlights and criticizes the US media industry that dominates domestically and globally. Chesney continues the traditions of previous communication scholars such as Herbert Schiller, Dallas Smythe, or Noam Chomsky, particularly in criticizing the ownership of media industries and the orientation of media content that has been much too commercialized and sensationalized. This article thus maps out Chesney’s early works and the theoretical roots that influences Chesney's arguments, among others Karl Marx.
Hak Kekayaan Intelektual Sebagai Masalah Komunikasi Haryanto, Ignatius
Jurnal Komunikasi Indonesia Vol. 3, No. 2
Publisher : UI Scholars Hub

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tulisan ini hendak mengajak para sarjana dan peneliti komunikasi memberikan perhatian pada masalah Hak Kekayaan Intelektual (HKI) yang bisa menjadi salah satu aspek penelitian dalam dunia ilmu komunikasi. Paling tidak ada lima perspektif yang akan ditunjukkan di sini untuk melihat problematika HKI sebagai bagian dari kajian komunikasi: yaitu perspektif ekonomi politik komunikasi, perspektif komunikasi internasional, perspektif komunikasi sebagai bagian dari hak budaya, perspektif terkait dengan perkembangan masyarakat informasi, dan perspektif yang melihat perkembangan media baru. Tulisan ini juga menyarankan pendekatan multidisipliner yang lebih banyak dalam melihat berbagai fenomena komunikasi, karena pada awalnya komunikasi juga berutang pada disiplin ilmu lain seperti psikologi, politik, persuasi, retorika, dll. The article aims to draw the attention of communication scholars and researchers to Intellectual Property as one of research subjects in the contemporary communication science. At least this article points out five communication perspectives to observe the matters of Intellectual Property as part of communication analysis. They are political economy of communication; international communication; communication as part of cultural rights; development of information society, and new media development. This article also suggests the use of more multidisiplinary approaches to analyze many communication phenomena, since at the begining communication studies owed to other disciplines like psycology, politics, persuasion, rhetorics etc.
Ode untuk Seorang Communication Scholar Par Excellence Haryanto, Ignatius
Jurnal Komunikasi Indonesia Vol. 1, No. 1
Publisher : UI Scholars Hub

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Digital Transformation in Tempo 1955-2022: Disruption, Journalistic Field and Transformative Capital Haryanto, Ignatius
Jurnal Komunikasi Indonesia Vol. 13, No. 1
Publisher : UI Scholars Hub

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

This article discusses the digital transformation at Tempo, one of the most prominent Indonesian news magazines. Under Bourdieu’s term, the ‘journalistic field’ that Tempo operates today had shifted from the autocratic regime under Suharto’s New Order (1966-1998) to a more open and democratic digital era. This article argues that Tempo was slow in anticipating the changing environment, which not only introduced the technological shift but also changed social and political contexts, forcing Tempo to transform into a new digital organization. Using the case study method and interviews with 11 resource persons with specific knowledge of Tempo, this research demonstrates the many challenges to transforming into digital journalism practices, which may include starting a new habit in the digital context, convincing the whole organization to transverse on the same path to digitalization, and lastly—tackling the sole primary challenge: ensuring quality journalism amidst digital transformation. Has quality journalism been compromised at the expense of news digitalization at Tempo? This article argues that Tempo has the necessary ‘transformative capital’ to face the new situation, but whether Tempo will financially succeed in this new era still has to be proven.