Claim Missing Document
Check
Articles

Found 10 Documents
Search

EVALUASI KEBIJAKAN MORATORIUM PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT Rio Christiawan
Veritas et Justitia Vol. 6 No. 1 (2020): Veritas et Justitia
Publisher : Faculty of Law, Parahyangan Catholic University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25123/vej.v6i1.3364

Abstract

In 2018, the Indonesian government issued Presidential Instruction No. 8 of 2018 re. suspension and evaluation of palm oil plantation permits and boosting of its productivity (Moratorium policy).  This article is written as a critique, using a legal-dogmatic approach, directed towards this policy. It is noted that there exists uncertainty about which license, from the web of existing and relevant permits-licenses, are going to be suspended and evaluated. This legal uncertainty in the final analysis hampers the effort to make Indonesia prosperous as aspired by the 1945 Constitution (Art. 33).
Implementasi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di Bidang Pelayanan Kesehatan Rio Christiawan
BINAMULIA HUKUM Vol 8 No 1 (2019): Binamulia Hukum
Publisher : Faculty of Law, Universitas Krisnadwipayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37893/jbh.v8i1.38

Abstract

Implementasi tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan dalam bentuk pelayanan kesehatan sangat diperlukan, sebab perusahaan memiliki kewajiban untuk melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan. Hal ini sesuai dengan Pasal 74 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas juncto Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 53/PUU-VI/2008 yang menentukan bahwa setiap perusahaan yang bergerak di bidang sumber daya alam atau terkait dengan sumber daya alam, di mana biasanya mayoritas komunitas lokal bekerja pada perusahaan tersebut. Efek berantai yang diharapkan dari implementasi tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan dalam bentuk pelayanan kesehatan adalah dengan beroperasinya setiap perusahaan yang bergerak dibidang sumber daya alam atau terkait dengan sumber daya alam dapat dirasakan oleh komunitas lokal salah satunya dalam bidang pelayanan kesehatan yang optimal. Dengan tercapainya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya oleh komunitas lokal, maka komunitas lokal beserta keluarganya dapat memberikan produktivitas yang tinggi baik sosial maupun ekonomi. Kata Kunci: tanggung jawab, fungsi sosial, pelayanan kesehatan, produktif.
The Use of Receivables as Collateral in Business Practices in Indonesia Rio Christiawan
Yuridika Vol. 36 No. 2 (2021): Volume 36 No 2 May 2021
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (350.746 KB) | DOI: 10.20473/ydk.v36i2.25372

Abstract

This article discusses the enforceability of article 9 of Law No 42 of 1999 on Fiduciary Guarantee that allows the use of receivables as debt collateral in business practices in Indonesia. Receivables bound by fiduciary collateral are deemed special collateral in the context of civil law. Special collateral will be prioritised in case the debtor does not voluntarily make when due. In business practices, long-term receivables will be established following an agreement between a debtor and a third party. The receivables that the debtor is entitled to receive from the third party will be provided as collateral to secure the debtor’s obligations under his loan agreement with the creditor. The issue discussed in this paper is the fact that although theoretically, special collateral in the form of receivables should be able to increase the creditor’s assurance of getting repaid, in practice, long-term receivables put higher risk on the creditor instead. This paper adopts the normative juridical approach, focusing on juridical studies regarding the creditors' risk in the use of receivables, specifically long-term debt collateral. This paper shows that receivables used as collateral in fiduciary agreements put the greatest risk on the creditor, especially if the agreement between the debtor and the third-party stipulates that in case the debtor fails to fulfil his obligations, all receivables that he is supposed to receive from the third party will be aborted and become non-existent.
Implementasi Green Growth Economic pada Industri Kelapa Sawit melalui Sertifikasi ISPO Rio Christiawan
Jurnal Mulawarman Law Review VOLUME 5 ISSUE 1 JUNE 2020
Publisher : Faculty of Law, Mulawarman University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30872/mulrev.v5i1.323

Abstract

Industri kelapa sawit merupakan industri strategis nasional karena selain sebagai penyumbang devisa terbesar juga memiliki dampak besar terhadap perekonomian di Indonesia. Tidak dapat dikesampingkan fakta bahwa industri kelapa sawit juga menimbulkan sejumlah dampak negatif bagi lingkungan. Perdebatan dari kalangan konservasitisme dan developmentalis terkait kelanjutan pengelolaan sumber daya alam tidak akan menyelesaikan akar masalah sebenarnya. Pemerintah perlu mengatur kelanjutan pengembangan industri strategis kelapa sawit. Persaoalan dalam penulisan ini adalah pemerintah dalam sepuluh tahun terakhir berkali-kali membatalkan aturan tentang sertifikasi industri kelapa sawit yang lestari (sertifikasi ISPO) akibatnya pendekatan green growth economic belum dapat terwujud pada industri kelapa sawit. Metode Penulisan dalam penelitian ini yuridis normatif dengan fokus melakukan kajian yuridis terhadap implementasi konsep hukum lingkungan green growth economic terhadap kebijakan sertifikasi pada industri kelapa sawit. Hasil kajian penelitian ini menunjukkan aturan yang tidak jelas dan mengikat terkait sertifikasi ISPO (hanya bersifat voluntary). Selain itu sertifikasi ISPO hanya memberi kewajiban tanpa memberi insentif apapun bagi industri kelapa sawit. Hal ini berbeda jika dibandingkan dengan sertifikasi internasional yakni RSPO, selain memberi kewajiban tetapi juga mampu memberikan insentif berupa harga yang premium menyebabkan sertifikasi ISPO tidak dapat diterapkan secara efektif guna menunjang green growth economic.
URGENSI PENDAFTARAN TANAH LENGKAP (PTSL) DI KECAMATAN SUKAJAYA KAPUPATEN BOGOR Rio Christiawan
BERDIKARI Vol 1, No 2 (2018)
Publisher : Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (316.257 KB) | DOI: 10.52447/berdikari.v1i2.1331

Abstract

AbstrakSesuai konstitusi UUD 1945 negara berkewajiban menjamin hak warga negara untuk memiliki bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya. Dalam hal ini termasuk negara menjamin kepastian hukum atas kepemilikian tanah, bentuk kepastian hukum yang seharusnya dijamin oleh pemerintah dalam hal ini adalah sertipikat hak atas tanah. Sesuai Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) sertipikat hak atas tanah dapat diterbitkan setelah pemerintah melakukan pendaftaran tanah sistem lengkap. Penulis memilih kecamatan Sukajaya, kabupaten Bogor mengingat di kecamatan Sukajaya terdapat dua desa yakni, desa Kiarapandak dan desa Kiarasari yang hingga saat ini belum ada warga masyarakat yang memiliki sertipikat atas tanah dan belum pernah dilakukan pendaftaran tanah sistem lengkap (PTSL) sebagai dasar pemberian sertifikat untuk menjamin kepastian hukum bagi masyarakat terhadap tanah yang dimiliki.Kata Kunci      : Kepastian Hukum, Sertipikat, PTSL
Implementasi Green Growth Economic pada Industri Kelapa Sawit melalui Sertifikasi ISPO Rio Christiawan
Jurnal Mulawarman Law Review VOLUME 5 ISSUE 1 JUNE 2020
Publisher : Faculty of Law, Mulawarman University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30872/mulrev.v5i1.323

Abstract

Industri kelapa sawit merupakan industri strategis nasional karena selain sebagai penyumbang devisa terbesar juga memiliki dampak besar terhadap perekonomian di Indonesia. Tidak dapat dikesampingkan fakta bahwa industri kelapa sawit juga menimbulkan sejumlah dampak negatif bagi lingkungan. Perdebatan dari kalangan konservasitisme dan developmentalis terkait kelanjutan pengelolaan sumber daya alam tidak akan menyelesaikan akar masalah sebenarnya. Pemerintah perlu mengatur kelanjutan pengembangan industri strategis kelapa sawit. Persaoalan dalam penulisan ini adalah pemerintah dalam sepuluh tahun terakhir berkali-kali membatalkan aturan tentang sertifikasi industri kelapa sawit yang lestari (sertifikasi ISPO) akibatnya pendekatan green growth economic belum dapat terwujud pada industri kelapa sawit. Metode Penulisan dalam penelitian ini yuridis normatif dengan fokus melakukan kajian yuridis terhadap implementasi konsep hukum lingkungan green growth economic terhadap kebijakan sertifikasi pada industri kelapa sawit. Hasil kajian penelitian ini menunjukkan aturan yang tidak jelas dan mengikat terkait sertifikasi ISPO (hanya bersifat voluntary). Selain itu sertifikasi ISPO hanya memberi kewajiban tanpa memberi insentif apapun bagi industri kelapa sawit. Hal ini berbeda jika dibandingkan dengan sertifikasi internasional yakni RSPO, selain memberi kewajiban tetapi juga mampu memberikan insentif berupa harga yang premium menyebabkan sertifikasi ISPO tidak dapat diterapkan secara efektif guna menunjang green growth economic.
INDOSAT CUSTOMER SATISFACTION AND RELATIONSHIP MARKETING Hardi Fardiansyah; Rio Christiawan
Journal of Management and Creative Business Vol. 1 No. 2 (2023): April : Journal of Management and Creative Business
Publisher : Universitas 45 Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (862.395 KB) | DOI: 10.30640/jmcbus.v1i2.959

Abstract

Since customer satisfaction is a prerequisite for establishing customer loyalty, it follows that satisfaction is a factor that fosters customer loyalty. Loyalty must be fostered if producers and customers are to have a positive connection. This study was conducted to investigate the partial and simultaneous effects of relational marketing and customer satisfaction on customer loyalty in the city of Tasikmalaya. With 116 participants, this study used a random sample technique and a causal quantitative design. Additionally, this study uses various linear regression analytic techniques to assess the data. This study found that customer loyalty to Indosat in the city of Tasikmalaya was partially or simultaneously influenced by relational marketing and customer happiness.
The Urgency Of Establishing Sharia Economic Law (Omnibus Law) In Increasing Sharia Economic Development In Indonesia Hardi Fardiansyah; Rio Christiawan; Tuti Widyaningrum
Jurnal Hukum dan Kenotariatan Vol. 7 No. 2 (2023): Jurnal Hukum dan Kenotariatan
Publisher : Universitas Islam Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33474/hukeno.v7i1.20058

Abstract

The non-maximum development of Indonesia's shari'ah economy has become a joint work for the Government, KNEKS, and Muslims in Indonesia. Based on data quoted from GIEI (Global Indicator Economic Islam), Indonesia is in sixth place in the finance sector under Kuwait and the United Arab Emirates, second in the halal food sector under Malaysia, not in the top 10 in the travel sector, third in the fashion sector, not in the top ten in the pharma & cosmetics sector, and not in the world's top 10 in the media and leisure sector. Even though Indonesia is a country that has the largest Muslim population in the world, it means that this country has great potential to develop more rapidly. In the opinion of researchers, the most fundamental problem is the not-yet optimal development of the shari'ah economy in Indonesia, namely because there are still many regulations that overlap with each other, and many sectors still need to be appropriately covered. The findings of the authors, currently Indonesia only has four rules at the level of laws governing the Islamic economic sector, namely the Islamic banking law, the Islamic capital market law, halal food and beverages, and ZISWAF (Zakat Infaq Shodaqoh Wakaf). Many sectors have yet to be well covered, such as Sharia financing, export financing, and pensions. Accordingly, the function of the CIPTAKER law is to harmonize one regulation with another and cover sectors that need to be appropriately regulated. The formation of the Sharia Economic Law using the omnibus law concept is believed to enhance the development of the Sharia economy in Indonesia. The results of this study indicate that the presence of a shari'ah economic law using the omnibus law concept has a critical urgency in increasing the shari'ah economy in Indonesia, particularly in aligning the shari'ah econnomic sector, which has not been integrated and comprehensively regulating the shari'ah economic sector which has not been completely held.; Omnibus Law. Keywords: Urgency, Sharia, Economic, Omnibus Law
KEDUDUKAN DAN TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN INDUK/ HOLDING COMPANY ATAS KERUGIAN PADA ANAK PERUSAHAAN BUMN Carol Rosalyn Manoi; Rio Christiawan
JURNAL HUKUM STAATRECHTS Vol 6, No 1 (2023): JURNAL STAATRECHTS
Publisher : Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52447/sr.v6i1.7041

Abstract

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan judul “Kedudukan dan Tanggung Jawab Perusahaan Induk/Holding Company atas Kerugian pada Anak Perusahaan BUMN”. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui, mengkaji dan menganalisa: kedudukan hukum perusahaan induk/holding company dan konsekuensi yang timbul atas Aksi Korporasi Anak Perusahaan BUMN dan tanggung jawab perusahaan induk/holding company atas kerugian yang timbul pada Anak Perusahaan BUMN.Berdasarkan hasil analisa dan pengkajian yang dilakukan dalam penelitian ini, penulis menyatakan bahwa Pembentukan perusahaan induk BUMN merupakan aksi korporasi yang dilakukan oleh perusahaan BUMN, penambahan modal dari kekayaan Negara telah bertransformasi menjadi kekayaan BUMN. Perusahaan Induk BUMN tetap wajib memiliki saham dengan hak istimewa pada anak perusahaan, sehingga tetap memiliki kontrol dan pengendalian terhadap hal-hal atau keputusan strategis pada anak perusahaan BUMN. Tanggung jawab hukum dalam konstruksi holding company hanya dapat dibebankan kepada perusahaan induk BUMN yang terbukti memberikan instruksi kepada anak perusahaan BUMN dengan pertanggugjawaban bisnis atas pengelolaan kekayaan BUMN sehingga tidak menjadi kerugian Negara selama aksi korporasinya berdasarkan iktikad baik.
JAMINAN PEMERINTAH UNTUK TENAGA KESEHATAN YANG TERLIBAT DALAM PENANGANAN COVID-19 Sephin Fitriah; Rio Christiawan
JURNAL HUKUM STAATRECHTS Vol 6, No 1 (2023): JURNAL STAATRECHTS
Publisher : Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52447/sr.v6i1.7042

Abstract

Pada awal tahun 2020 dunia menghadapi krisis kesehatan global dan sosial ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya. Hal ini dikarenakan munculnya Virus Corona yang menimbulkan Penyakit Infeksi Emerging Baru yang dikenal dengan Corona Virus Disease 2019 atau COVID-19. Kelangkaan Alat Pelindung Diri (APD) pada saat awal pandemi dan faktor kelelahan ditengarai menjadi faktor penyebab para tenaga kesehatan terjangkit COVID-19, dikarenakan seluruh tenaga kesehatan dikerahkan secara serentak untuk melayani ribuan pasien COVID-19. Untuk itu perlu diteliti terkait jaminan perlindungan terhadap tenaga kesehatan yang terlibat dalam penanganan COVID-19. Apakah kebijakan hukum yang dikeluarkan oleh Pemerintah telah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku dan bagaimana implementasinya pada saat pandemi berlangsung. Sehingga dapat diketahui kebijakan seperti apa yang tepat dalam memberikan perlindungan bagi para tenaga kesehatan di masa pandemi. Jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian hukum normatif dengan metode penelitian kepustakaan yang dilakukan dengan mengkaji peraturan-peraturan tertulis maupun dokumen lainnya. Dari hasil kajian yang dilakukan dapat ditemukan dan disimpulkan ; Pertama, Kebijakan perlindungan hukum bagi tenaga kesehatan dalam penanganan COVID-19 yang dikeluarkan oleh Pemerintah Indonesia dalam tataran substansi setidaknya telah terpenuhi namun perlu diperkuat lagi dalam tataran implementasi. Kedua, jaminan perlindungan hukum bagi tenaga kesehatan dari sisi kesehatan dan keselamatan kerja telah diatur dipelbagai kebijakan pemerintah, dengan membuat keseimbangan antara hak dan kewajiban melalui upaya preventif dan represif guna mengeliminasi terpaparnya tenaga kesehatan dari virus tersebut.