Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

KESADARAN MITIS SENO "DALANG GELAP" YANG MENGENDALIKAN CERITA Aprinus Salam
Humaniora Vol 11, No 1 (1999)
Publisher : Faculty of Cultural Sciences, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2385.507 KB) | DOI: 10.22146/jh.630

Abstract

Beberapa tahun terakhir in' cerpencerpen Seno Gumira Ajidarma (se- .Ianjutnya disebut Seno) sangat mencuri perhatian para peneliti sastra . Sebagai cerpenis, Seno bukan hanya mampu menjaga produktivitas, melainkan is juga mampu menjaga kualitas cerpen-cerpennya. Pada tahun 1992 Seno pernah menjadi cerpenis terbaik versi Kompas . Sejumlah cerpennya telah terkumpul dalam beberapa antologi yaitu Manusia Kamar (1988), Penembak Misterius (1993), Saksi Mata (1994), Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi (1996), Negeri Kabut (1996), Sebuah Pertanyaan untuk Cinta (1996), dan Jazz, Parfum, dan Insiden (1996) . Tulisan ini mengidentifikasi "dalang" yang menggerakkan ke arah mana cerpen-cerpen Seno menemukan penyelesaiannya . Meskipun demikian, tulisan ini hanya membahas cerpennya yang terkumpul dalam Manusia Kamar (1988) dan Penembak Misterius (1993).
Posisi Fiksi Populer Di Indonesia Aprinus Salam
Humaniora Vol 14, No 2 (2002)
Publisher : Faculty of Cultural Sciences, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2139.753 KB) | DOI: 10.22146/jh.757

Abstract

Dalam sejarah sastra Indonesia, fenomena fiksi populer mulai dikenal pada tahun 1890-an, yaitu bacaan yang ditulis oleh orang Cina-Melayu dengan menggunakan bahasa Melayu-pasaran (rendahan) yang berjudul Sobat Anak-Anak karya Lie Kim Hok. Bacaan ini dianggap hanya menampilkan cerita-cerita yang ringan dengan maksud sekedar menghibur. Konsumen bacaan itu juga terbatas di kalangan tertentu saja (Nio Joe Lan, 1962: 9-10). Pada tahun 1930-an, gejala fiksi populer menghangat kembali dengan banyaknya terbitan "roman Medan", yang di kemudian hari oleh R. Roolvink (1959) disebut sebagai "roman pitjisan". Dalam hal ini, gejala itu dimaksud sebagai bacaan murahan walaupun harganya tidak harus lebih murah dari pada buku-buku yang dianggap lebih sastra. Yang dimaksud dengan murahan di sini adalah bacaan yang mudah dicerna, tidak mengandung kontemplasi yang serius, stereotip, dan dalam beberapa hal relatif mengeksplotasi seks, suatu bacaan yang sekedar menghibur pembaca dengan cara sederhana, secara sambil lalu. Pada paruh kedua tahun 1980-an, masyarakat dihebohkan dengan hadirnya seri Lupus karya Hilman (seperti Tangkaplah Daku Kau Kujitak Berangkat dari kenyataan tersebut, dalam kesempatan ini diambil dua persoalan yang akan dijadikan fokus permasalahan. Pertama, implikasi-implikasi apa yang terkait dengan fiksi populer dan proses ideologis bagaimana yang mendasari kriteria tersebut. Kedua, dalam konteks sejarah sosial (politik dan ekonomi) Indonesia, bagaimana posisi fiksi populer. Untuk masalah ini, akan tetapi, rentang waktu yang dibicarakan terutama pada tahun 1970-an dan setelahnya.
Identitas Dan Nasionalitas Dalam Sastra Indonesia Aprinus Salam
Humaniora Vol 15, No 1 (2003)
Publisher : Faculty of Cultural Sciences, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (50.352 KB) | DOI: 10.22146/jh.770

Abstract

Identitas dan nasionalitas merupakan faktor penting bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Faktor yang menyebabkannya penting karena identitas dan nasionalitas secara teoretis merupakan unsur utama dalam menyangga keberlangsungan kehidupan berbangsa. Pernyataan itu berangkat dari satu pengandaian teoretis bahwa "kecintaan" dan perasaan "memiliki" seseorang kepada masyarakat dan bangsanya, bergantung pada bagaimana seseorang mendefinisikan dan mengidentifikasi dirinya, suatu konsep identitas yang sepenuhnya imajiner, terhadap lingkungan sosialnya. "Rumusan" seseorang dalam mendefinisikan dan mengidentifikasi diri tersebut, memberi implikasi langsung bagaimana seseorang mempraktikkan dirinya dalam kehidupan sosial, politik, atau dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Itulah sebabnya, suatu kajian tentang identifikasi terhadap identitas seseorang/ masyarakat dirasakan sangat penting. Kajian itu, diharapkan pula meliputi proses-proses konsolidasi apa saja yang menyebabkan seseorang merasa memiliki atau tidak memiliki identitas, wacana-wacana apa saja yang dimanfaatkan sebagai sarana pembentuk identitas, dan di atas semua itu, bagaimana keterkaitannya dengan nasionalitas. Pembicaraan ini secara khusus mengkaji persoalan identitas dan nasionalitas dalam beberapa karya sastra (novel) Indonesia dan hanya diambil beberapa saja yang dianggap mewakili satu "konteks" zaman.
Bahasa Indonesia, Perubahan Sosial, dan Masa Depan Bangsa Aprinus Salam
Humaniora Vol 22, No 3 (2010)
Publisher : Faculty of Cultural Sciences, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1727.435 KB) | DOI: 10.22146/jh.1000

Abstract

There has been a significant changing on the existence and conventional function of Indonesian language. The changing of political constellation in Indonesia, and the dominance of practical and economic paradigm made the conventional function of Indonesian language experiencing constriction. In that changing, Indonesian language did not able to accommodate its some primary functions anymore. The praxis of using Indonesian language becomes such of formality-rite just for being recognized as Indonesian citizen. However, in the midst of other potential divider elements such as religion, ethnicity, or locality, it is the fact that only Indonesian language that is still able to "guarantee" the future of Indonesian nationalism.
NOVEL INDONESIA SETELAH 1998: DARI SASTRA TRAUMATIK KE SASTRA HEROIK Aprinus Salam
Sintesis Vol 6, No 1 (2008)
Publisher : Universitas Sanata Dharma

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24071/sin.v6i1.2708

Abstract

Tulisan ini membicarakan perkembangan novel Indonesia setelah 1998. Dengan demikian, kajian ini membicarakan lingkungan eksternal yang secara signifikan berpengaruh terhadap penulisan novel. Latar kondisi (diskursif) tahun 1965 hingga 1998 dipakai untuk membuktikan bahwa pada tahun-tahun tersebut novel Indonesia juga sangat dipengaruhi oleh situasi eksternalnya.Novel Indonesia setelah tahun 1998 menunjukkan pergeseran dari sastra sastra traumatik ke sastra heroik. Sastra heroik ini bercirikan 1) tidak lagi melarikan kesalahan sejarah masa lalu, tetapi lebih mendesak untuk memperbaiki keadaan yang memperihatinkan pada saat ini, 2) cenderung tidak lagi merekonstruksi sejarah 3) mengambil setting pada masa Orba, 4) bercerita dalam suasana reaktif daripada reflektif, 5) terdapat ketegangan antara harapan reformasi dan kenyataan yang dihadapi 6) adanya semangat reformasi dengan tidak ada lagi hal yang perlu ditakuti.KATA KUNCI novel, sastra traumatik, sastra heroik
Pelaku Kekerasan Seksual dalam Lindungan Negara: Film "Spotlight" (2015) Arahan Tom McCarthy Berdasarkan Filsafat Politik Giorgio Agamben Innezdhe Ayang Marhaeni; Aprinus Salam
Sintesis Vol 14, No 1 (2020)
Publisher : Universitas Sanata Dharma

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24071/sin.v14i1.2455

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji film Spotlight arahan Tom McCarthy dengan perspektif filsafat politik Giorgio Agamben. Hal ini didasarkan dari pendapat Agamben tentang homo sacer dan bare life. Dalam Spotlight, Gereja Katolik menjadi lembaga yang kebal terhadap hukum dan melindungi pendeta-pendeta pengidap pedofilia. Guna menanggulangi masalah tersebut, pemerintah Boston mengambil langkah-langkah politik. Langkah-langkah ini kemudian dianalisis sehingga dapat diungkapkan produksi dan reproduksi bare life melalui state of exception serta subjek yang di-homo sacer-kan, yakni pendeta Gereja Katolik di Boston yang mengidap pedofilia dan hebefilia. State of exception yang ditampakkan film Spotlight berbatas pada status dan posisi politik, ekonomi, serta agama. Penelitian ini menunjukkan pemerintah Boston memberlakukan diskriminasi terhadap warganya berdasarkan tekanan institusi dan agama, terutama berkenaan dengan penegakan hak dan hukum. Para pendeta Gereja Katolik pelaku kekerasan seksual mengalami penangguhan hak-hak kewarganegaraan. Hal ini merupakan dampak dari penyesuaian hukum guna memenuhi kebutuhan masyarakat mayoritas.
TEORI HARMONI PENGANTAR KAJIAN SASTRA BERBASIS KONSTITUSI Aprinus Salam
Paramasastra : Jurnal Ilmiah Bahasa Sastra dan Pembelajarannya Vol. 4 No. 1 (2017): Vol 4 No 1 Bulan Maret Tahun 2017
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26740/paramasastra.v4n1.p%p

Abstract

Literary studies can not be separated from the literary theory initiated and developed by œWestern scholars. Indonesian Literature also refers to these theories in interpreting and explaining literary works. This paper intends to ask the historical contextuality and the theoretical independence of Indonesian literature as a nation that has a historicity different from the West. The main offer in this paper is the importance of a theory called the theory of harmony-constitution. The important objectives of the theoretical point of view of the theory of harmony-the constitution are 1) all efforts to build an independent society and social justice, 2) a happy and safe condition, and hence the freedom that has been achieved should always encourage unity, sovereignty and prosperity, and 3) the acknowledgment œon the blessings of almighty God and by the noble driven. Methodologically, the theory of harmony-constitution is based on semantics. This theory can be used to analyze social and cultural issues, but in the case of this paper will be tested to study literary works, especially the poetry of Chairil Anwar.
STRATEGI DAN LEGITIMASI KOMUNITAS SASTRA DI YOGYAKARTA: KAJIAN SOSIOLOGI SASTRA PIERRE BOURDIEU (STRATEGY AND LEGITIMACY OF LITERATURE COMMUNITY IN YOGYAKARTA: THE STUDY OF PIERRE BOURDIEU LITERATURE SOSIOLOGY) Aprinus Salam; Saeful Anwar
Widyaparwa Vol 43, No 1 (2015)
Publisher : Balai Bahasa Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3894.744 KB) | DOI: 10.26499/wdprw.v43i1.103

Abstract

Penelitian ini mengkaji kehidupan komunitas sastra yang banyak bermunculan di Yogyakarta. Komunitas-komunitas sastra ini menjadikan Yogyakarta sebagai daerah yang ideal bagi lahan penelitian komunitas sastra. Dari komunitas sastra yang ada di Yogyakarta, dipilih tiga (3) komunitas sebagai sampel penelitian, yaitu komunitas Sastra Bulan Purnama (SBP), Diskusi Sastra PKKH (DSP), dan Studio Pertunjukan Sastra (SPS). Ketiga komunitas ini dipilih karena memiliki intensitas dan kontinuitas yang tinggi dalam penyelenggaraan acara sastra. Selain itu, acara-acara yang diselenggarakan oleh ketiga komunitas tersebut juga mengundang massa dari beragam kalangan masyarakat. Adapun yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah strategi dan legitimasi komunitas sastra yang ada di Yogyakarta. Untuk menguraikan persoalan-persoalan yang melatar belakangi penelitian ini, maka akan digunakan teori sosiologi sastra dari Pierre Bourdieu, terutama berkaitan dengan strategi dan legitimasi dalam peraihan modal simbolis di antara komunitas sastra. Ketiga komunitas yang diteliti memiliki strategi yang berbeda dalam menempatkan posisinya di dunia sastra. SBP mefokuskan acara pada selebrasi karya, SPS memadukan antara pertunjukan sastra dan bincang-bincang dengan titik berat pada pertunjukan, dan DSP memadukan pertunjukan dengan diskusi sastra dengan titik berat pada diskusi. Ketiga strategi komunitas ini mengakibatkan kadar legitimasi yang dimilikinya berbeda-beda. DSP memiliki kadar legitimitas yang tinggi dibandingkan dua komunitas lainnya. Meskipun SPS dan SBP memiliki kadar legitimasi yang kecil, dua komunitas ini menawarkan keuntungan lain bagi orang yang hendak berkunjung ke komunitas mereka. SPS menawarkan intimasi yang cukup luas terhadap para sastrawan sementara SBP menawarkan selebrasi karya bagi mereka yang hendak masuk ke dalam dunia sastra atau ingin meneguhkan dirinya sebagai sastrawan.This research aims to analyze the literature communities that exist in Yogyakarta. The rising number of communities makes Yogyakarta an ideal source for research in literature communities. Among the communities found in Yogyakarta, there are chosen as the samples. There are Komunitas Sastra Bulan Purnama (SBP), Diskusi Sastra PKKH (DSP), and Studio Pertunjukan Sastra (SPS). They are chosen since they have entity and community in realizing their program. Besides, the community invite people from various backgrounds when they hold their programs. The focus of this research is the strategies and legitimacy of the communities. To answer the research question, Pierre Bourdieu's theory of sociology of literature especially related to the strategy and legitimacy to gain symbolical capital among the communities is applied. The three communities have different strategies to establish their position in Yogyakarta literature. SBD focuses on programs to celebrate literary works, SPS combines literature performance and discussion by focusing on the performance, and DSP combines the performance and discussion by emphasizing on the discussion. The different strategies bring about different levels of legitimacy of the three communities. DSP gains the highest level of legitimacy. Even though SPS and DSP acquire low level of legitimacy, they still offer profits to those who visit them. SPS offers intimacy to people whereas SBD gives celebration of literary works of those want to join the world of literature or to be literary writers.