Claim Missing Document
Check
Articles

Found 29 Documents
Search

ANALISIS NUZūL AL-QUR’āN DENGAN GERHANA MATAHARI CINCIN PERSPEKTIF ASTRONOMI Yaqin, Alamul; Izzuddin, Ahmad
MAGHZA Vol 4 No 1 (2019): Januari - Juni 2019
Publisher : Fakultas Ushuluddin Adab dan Humaniora (FUAH), Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Purwokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (623.185 KB) | DOI: 10.24090/maghza.v4i1.2882

Abstract

Historians differ in their opinion regarding the time of Nuz?l al-Qur??n i.e the 17th, 19th, 21st and 24th Ramadhan -12 H. The author is interested in verifying the time of Nuz?l al-Qur??n by tracing the events that can be read easily the time and date i.e annular solar eclipse 27th January 632 AD when the death of Ibraham's son Muhammad. The author uses new moon data of Accurate Times 5.6 month data with crescent visibility criteria of Odeh and new MABIMS and by adding the 13th month (nas?') every 3 years to find out the date of the Nuz?l al-Qur??n event. The purposes of this research are to know the date of Nuz?l al-Qur??n by tracing annular solar eclipse 27th January 632 AD and to know the factors of the different date of Nuz?l al-Qur??n among historians. This research uses historical research methods with steps: Heuristics (Source Collection), Source Criticism, Interpretation and Historiography (Presentation of results). The results of this research are Nuz?l al-Qur??n occurred on Monday, 17 Ramadhan -12 H which coincided with 19 January 610 M
DINAMIKA HISAB RUKYAT DI INDONESIA Izzuddin, Ahmad
ISTINBATH JURNAL HUKUM Vol 12, No 2 (2015): Edisi November 2015
Publisher : STAIN Jurai Siwo Metro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

AbstractRukyat reckoning in Indonesia synonymous with crucial endless conflict. Determination loaded with the beginning of the month of Ramadan phenomenon of determination dated 1 Shawwal and Dzulhijah. Determination early in the calendar hijriyah Typically, the difference was the case of the methods used. To determine 1 Ramadan could Rukyat and Hisab. Each one has a proposition. So if it is different, but there are strong arguments. Hilal debate current hot issue ahead of the fasting month and 1 Shawwal. Hilal is the earliest appearance in the visible faces of the earth after months of conjunctions / ijtimak. This initial month will appear on the western horizon (maghrib) at sunset. Ijtimak / conjunctions are events that occur when the angular distance (elongation) of an object with another object is equal to zero degrees. In the approach to astronomy, Conjunction is an event when the sun and moon are aligned in the same plane of the ecliptic. At a certain moment, these conjunctions can cause a solar eclipse. Hilal is the criteria for an initial month. As we know, in the Hijri calendar, a day starting from sunset local time, and the determination of the beginning of the month (calendar) depending on the sighting of the new moon / month. Therefore, the Islamic calendar month can be aged 29 days or 30 days. Rukyat visibility of the new moon is observed activity, namely sighting the crescent first appears after the ijtimak. Rukyat can be done with the naked eye, or with optical aids such as telescopes. Rukyat activity carried out on the eve of the first sunset after ijtimak (at this time, the position of the moon is on the western horizon, and the moon sets shortly after sunset). When the moon is visible, then in the evening local time has been entered date 1. In addition to the new moon and rukyat term reckoning still controversy. Hisab often used as an astronomical mathematical calculation method to estimate the position of the sun and moon to the earth. Determination of the position of the sun is important because Muslims to worship prayers using the suns position as the benchmark prayers. While the determination of the position of the moon to know the moon to mark the entry of the new moon period in the Hijri calendar. Keywords: reckoning, rukyat, the problems, the beginning of the month, calendar hijriyah AbstrakHisab rukyat di Indonesia identik dengan konflik krusial yang tidak berujung. Penetapan awal bulan sarat dengan fenomena penetapan tanggal Ramadhan 1 Syawal dan Dzulhijah. Penetapan awal bulan  dalam kalender hijriyah Biasanya, perbedaan itu terjadi dari metode yang dipakai. Untuk menentukan 1 Ramadhan bisa dengan Rukyat dan Hisab. Masing-masing memiliki dalil. Maka jika berbeda tetapi ada dalil yang kuat.Hilal menjadi perdebatan yang ramai dibicarakan saat menjelang Bulan Puasa dan 1 Syawal. Hilal adalah penampakan bulan yang paling awal terlihat menghadap bumi setelah bulan mengalami konjungsi/ijtimak. Bulan awal ini akan tampak di ufuk barat (maghrib) saat matahari terbenam. Ijtimak/konjungsi adalah peristiwa yang terjadi saat jarak sudut (elongasi) suatu benda dengan benda lainnya sama dengan nol derajat. Dalam pendekatan astronomi, konjungsi merupakan peristiwa saat matahari dan bulan berada segaris di bidang ekliptika yang sama. Pada saat tertentu, konjungsi ini dapat menyebabkan terjadinya gerhana matahari. Hilal merupakan kriteria suatu awal bulan. Seperti kita ketahui, dalam Kalender Hijriyah, sebuah hari diawali sejak terbenamnya matahari waktu setempat, dan penentuan awal bulan (kalender) tergantung pada penampakan hilal/bulan. Karena itu, satu bulan kalender Hijriyah dapat berumur 29 hari atau 30 hari. Rukyat adalah aktivitas mengamati visibilitas hilal, yakni penampakan bulan sabit yang pertama kali tampak setelah terjadinya ijtimak. Rukyat dapat dilakukan dengan mata telanjang, atau dengan alat bantu optik seperti teleskop. Aktivitas rukyat dilakukan pada saat menjelang terbenamnya matahari pertama kali setelah ijtimak (pada waktu ini, posisi bulan berada di ufuk barat, dan bulan terbenam sesaat setelah terbenamnya matahari). Apabila hilal terlihat, maka pada petang waktu setempat telah memasuki tanggal 1. Selain hilal dan rukyat istilah hisab masih menuai kontroversi. Hisab sering digunakan sebagai metode perhitungan matematik astronomi untuk memperkirakan posisi matahari dan bulan terhadap bumi. Penentuan posisi matahari menjadi penting karena umat Islam untuk ibadah shalatnya menggunakan posisi matahari sebagai patokan waktu sholat. Sedangkan penentuan posisi bulan untuk mengetahui terjadinya hilal sebagai penanda masuknya periode bulan baru dalam Kalender Hijriyah.  Kata kunci : hisab, rukyat, problematika, awal bulan, kalender hijriyah
Wirausaha Santri Berbasis Budidaya Tanaman Hidroponik Izzuddin, Ahmad
Dimas: Jurnal Pemikiran Agama untuk Pemberdayaan Vol. 16 No. 2 Tahun 2016
Publisher : LP2M of Institute for Research and Community Services - UIN Walisongo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (629.785 KB) | DOI: 10.21580/dms.2016.162.1097

Abstract

Cultivation of hydroponic plants need to be socialized in detail and depth to the students Ponpes Life Skill DaarunNajaah. In addition to training students to grow plants that are effective and efficient, training hydroponic plant cultivation is expected to train the spirit of independence and entrepreneurial spirit in view of this hydroponic plant is a plant that has the potential to sell on the market because the quality is good for health. Farming with hydroponics system saves 90% of water use compared with planting in the ground. Hydroponics system has many advantages than conventional systems with their land.
Hisab Rukyat Islam Kejawen (Studi atas Metode Hisab Rukyah Sistem Aboge ) Izzuddin, Ahmad
Al-Manahij: Jurnal Kajian Hukum Islam Vol 9 No 1 (2015)
Publisher : Fakultas Syariah IAIN Purwokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3465.444 KB) | DOI: 10.24090/mnh.v9i1.516

Abstract

Di Indonesia banyak mazhab dalam penentuan awal puasa Ramadan dan hari raya. Di antaranya adalah mazhab Islam kejawen yang ketika berhari raya sering berbeda dengan Pemerintah. Dalam mazhab Islam kejawen, terdapat dua sistem penentuan puasa Ramadan dan hari raya yang sampai sekarang masih berlaku, yakni sistem Asapon dan sistem Aboge. Sistem Aboge yang sebenarnya secara hisab harus sudah dinasakh oleh sistem Asapon, ternyata masih tetap dipegangi oleh masyarakat Islam kejawen. Dalam diskursus hisab rukyah, pembahasan ini menjadi makin menarik, karena baik sistem Aboge maupun sistem Asapon termasuk hisab urfi yang secara syar'i dinyatakan tidak layak dipakai untuk penentuan waktu yang berkaitan dengan pelaksanaan ibadah (poso dan riyoyo). Tulisan ini membahas bagaimana sistem hisab rukyah Islam kejawen dan bagaimana penentuan poso dan riyoyo menurut sistem Aboge. Tulisan ini adalah penelitian pustaka, dengan sumber primer buku-buku dan didukung data wawancara langsung dengan penganut sistem Aboge. Pendekatannya historis dengan analisis kualitatif. Sebagai temuan bahwa sistem hisab rukyah Islam kejawen pada dasarnya adalah berpijak pada penanggalan Jawa (petangan jawi) yang diubah dan disesuaikan oleh Sultan Agung dengan sistem kelender Hijriyah. Namun demikian, sistem hisab rukyah tersebut yang dimulai pada tanggal 1 Sura 1555 tahun Jawa, masih menggunakan perhitungan Jawa (petangan jawi) yang dipakai dalam kalender Saka yakni perhitungan baik buruk. Bagi masyarakat Islam kejawen penganut sistem Aboge, dalam penentuan poso dan riyoyo mendasarkan pada sistem hisab Aboge dan pleteknya bulan tanggal satu serta perhitungan baik buruknya hari. Mereka menganut sistem tersebut atas dasar keyakinan dan warisan leluhur, tidak atas dasar perhitungan ilmu falak (palak).
Pemikiran Hisab Rukyah Klasik: Studi Atas Pemikiran Muhammad Mas Manshur al-Batawi Ahmad Izzuddin
Jurnal Bimas Islam Vol. 8 No. 3 (2015): Jurnal Bimas Islam
Publisher : Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstraksi Pemikiran keislaman di Indonesia pada umumnya merupakan hasil jaringan ulama dengan ulama-ulama di Arab Saudi (Haramain) tidak terkecuali pemikiran hisab rukyah di Indonesia. Sebagaimana pemikiran hisab rukyah Mas Manshur al-Betawi yang mana menurut lacakan sejarah merupakan hasil berguru dengan Syekh Abdurahman al-Misra yang masih menggunakan prinsip Geosentris dalam teori Ptolomeus. Oleh karena teori tersebut ditumbangkan oleh prinsip baru Heliosentris yang sudah teruji kebenarannya secara ilmiah, kiranya wajar manakala pemikiran hisab rukyah Mas Manshur yang masih berprinsip Geosentris, hasil hisabnya hanya dikategorikan hisab hakiki taqribi. Dan ini ternyata juga diakui secara gentlemnent oleh Mas Manshur sendiri dalam kitab Sulammun Nayyirain. Namun demikian, sampai sekarang sistem hisabnya masih banyak digunakan dasar penetapan awal bulan Qamariyah oleh sebagaian masyarakat muslim Indonesia, di antaranya yayasan al-Khairiyah al-Manshuriyah Jakarta dan Pondok Pesantren Ploso Mojo Kediri Jawa Timur. Abstract Islamic thought in Indonesia in general is the result of scholars network with the scholars in Saudi Arabia (Haramain) is no exception with hisab rukyah thinking in Indonesia. As the thinking of hisab rukyah Mas Mansur al-Betawi which by the history tracing as the outcome studied with Sheikh Abdurahman al-Misra who still use the principle of the Ptolemaic geocentric. Therefore, the theory Heliocentric subverted by a new principle that has been verified scientifically, it is natural when thinking hisab rukyah Mas Mansur still principled geocentric, the results of hisab is only categorized as the ultimate taqribi hisab. And it is also recognized gentlemnent by Mas Mansur himself in the book of Sulammun Nayyirain. However, until now hisab system is still widely used basis for determining the beginning of the month in Qamariyah by the Indonesian Muslim community, including foundations al-Khairiyah al-Manshuriyah Jakarta and Pondok Pesantren Ploso Mojo Kediri, East Java. Keywords: hisab, rukyah, hijriyah.
PEMIKIRAN HISAB RUKYAH KLASIK (Studi Atas Pemikiran Muhammad Mas Manshur al-Batawi) Ahmad Izzuddin
Jurnal Hukum Islam Volume 13, Nomor 1, Juni 2015
Publisher : Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri Pekalongan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.28918/jhi.v13i1.494

Abstract

Abstract: Islamic teachings in Indonesia have been influenced by ulama, or Islamic thinkers from Saudi Arabia (Haramin). One of these Islamic teaching areas is rukyyahhisab. One of prominent Islamic teachings on rukyah was spread by Mas Manshur al-Batawi. While, his teaching, which was based on Ptolomeus' Geocentrics theory, was being put aside as the Geocentric theory itself and was replaced by Heliosentrics theory, interestingly, his teaching is still widely used in deciding the starting Qomariyah month by many muslim communities in Indonesia, including al-Khairiyah al-Manshuriyah Jakarta and Pondok Pesantren Ploso Mojo Kediri,  East Java. Meanwhile, Mas Manshur al-Batawi admitted the existence of this loophole as well. Thus, I am interested in researching further on his Islamic thinking in this study.Abstract: Pemikiran keislaman di Indonesia pada umumnya merupakan hasil jaringan ulama dengan ulama-ulama di Arab Saudi (Haramain) tidak terkecuali pemikiran hisab rukyah di Indonesia. Sebagaimana pemikiran hisab rukyah Mas Manshur al-Betawi yang mana menurut lacakan sejarah merupakan hasil meguru dengan Syeh Abdurahman al-Misra yang masih menggunakan prinsip Geosentris dalam teori Ptolomeus. Oleh karena teori tersebut ditumbangkan oleh prinsip baru Heliosentris yang sudah teruji kebenarannya secara ilmiah, kiranya wajar manakala pemikiran hisab rukyah Mas Manshur  yang masih berprinsip Geosentris, hasil hisabnya hanya dikatagoorikan hisab hakiki taqribi. Dan ini ternyata juga diakui secara gentlemnent oleh Mas Manshur sendiri dalam kitab Sulammun Nayyirain. Namun demikian, sampai sekarang sistem hisabnya masih banyak digunakan dasar penetapan awal bulan Qamariyah oleh sebagaian masyarakat muslim Indonesia, di antaranya yayasan al-Khairiyah al-Manshuriyah Jakarta dan Pondok Pesantren Ploso Mojo Kediri Jawa Timur.
PEMIKIRAN HISAB RUKYAH KLASIK Izzuddin, Ahmad
Jurnal Bimas Islam Vol 8 No 3 (2015): Jurnal Bimas Islam
Publisher : Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (362.686 KB)

Abstract

Abstraksi Pemikiran keislaman di Indonesia pada umumnya merupakan hasil jaringan ulama dengan ulama-ulama di Arab Saudi (Haramain) tidak terkecuali pemikiran hisab rukyah di Indonesia. Sebagaimana pemikiran hisab rukyah Mas Manshur al-Betawi yang mana menurut lacakan sejarah merupakan hasil berguru dengan Syekh Abdurahman al-Misra yang masih menggunakan prinsip Geosentris dalam teori Ptolomeus. Oleh karena teori tersebut ditumbangkan oleh prinsip baru Heliosentris yang sudah teruji kebenarannya secara ilmiah, kiranya wajar manakala pemikiran hisab rukyah Mas Manshur  yang masih berprinsip Geosentris, hasil hisabnya hanya dikategorikan hisab hakiki taqribi. Dan ini ternyata juga diakui secara gentlemnent oleh Mas Manshur sendiri dalam kitab Sulammun Nayyirain. Namun demikian, sampai sekarang sistem hisabnya masih banyak digunakan dasar penetapan awal bulan Qamariyah oleh sebagaian masyarakat muslim Indonesia, di antaranya yayasan al-Khairiyah al-Manshuriyah Jakarta dan Pondok Pesantren Ploso Mojo Kediri Jawa Timur.        Abstract Islamic thought in Indonesia in general is the result of scholars network with the scholars in Saudi Arabia (Haramain) is no exception with hisab rukyah thinking in Indonesia. As the thinking of hisab rukyah Mas Mansur al-Betawi which by the history tracing as the outcome studied with Sheikh Abdurahman al-Misra who still use the principle of the Ptolemaic geocentric. Therefore, the theory Heliocentric subverted by a new principle that has been verified scientifically, it is natural when thinking hisab rukyah Mas Mansur still principled geocentric, the results of hisab is only categorized  as the ultimate taqribi hisab. And it is also recognized gentlemnent by Mas Mansur himself in the book of Sulammun Nayyirain. However, until now hisab system is still widely used basis for determining the beginning of the month in Qamariyah by the Indonesian Muslim community, including foundations al-Khairiyah al-Manshuriyah Jakarta and Pondok Pesantren Ploso Mojo Kediri, East Java.     Keywords: hisab, rukyah, hijriyah.
DINAMIKA HISAB RUKYAT DI INDONESIA Ahmad Izzuddin
Istinbath : Jurnal Hukum Vol 12 No 2 (2015): Istinbath Jurnal Hukum
Publisher : Institut Agama Islam Negeri Metro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (232.457 KB)

Abstract

Rukyat reckoning in Indonesia synonymous with crucial endless conflict. Determination loaded with the beginning of the month of Ramadan phenomenon of determination dated 1 Shawwal and Dzulhijah. Determination early in the calendar hijriyah Typically, the difference was the case of the methods used. To determine 1 Ramadan could Rukyat and Hisab. Each one has a proposition. So if it is different, but there are strong arguments. Hilal debate current hot issue ahead of the fasting month and 1 Shawwal. Hilal is the earliest appearance in the visible faces of the earth after months of conjunctions / ijtimak. This initial month will appear on the western horizon (maghrib) at sunset. Ijtimak / conjunctions are events that occur when the angular distance (elongation) of an object with another object is equal to zero degrees. In the approach to astronomy, Conjunction is an event when the sun and moon are aligned in the same plane of the ecliptic. At a certain moment, these conjunctions can cause a solar eclipse. Hilal is the criteria for an initial month. As we know, in the Hijri calendar, a day starting from sunset local time, and the determination of the beginning of the month (calendar) depending on the sighting of the new moon / month. Therefore, the Islamic calendar month can be aged 29 days or 30 days. Rukyat visibility of the new moon is observed activity, namely sighting the crescent first appears after the ijtimak. Rukyat can be done with the naked eye, or with optical aids such as telescopes. Rukyat activity carried out on the eve of the first sunset after ijtimak (at this time, the position of the moon is on the western horizon, and the moon sets shortly after sunset). When the moon is visible, then in the evening local time has been entered date 1. In addition to the new moon and rukyat term reckoning still controversy. Hisab often used as an astronomical mathematical calculation method to estimate the position of the sun and moon to the earth. Determination of the position of the sun is important because Muslims to worship prayers using the sun's position as the benchmark prayers. While the determination of the position of the moon to know the moon to mark the entry of the new moon period in the Hijri calendar.
Wirausaha Santri Berbasis Budidaya Tanaman Hidroponik Ahmad Izzuddin
Dimas: Jurnal Pemikiran Agama untuk Pemberdayaan Vol. 16 No. 2 Tahun 2016
Publisher : LP2M of Institute for Research and Community Services - UIN Walisongo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (629.785 KB) | DOI: 10.21580/dms.2016.162.1097

Abstract

Cultivation of hydroponic plants need to be socialized in detail and depth to the students Ponpes Life Skill DaarunNajaah. In addition to training students to grow plants that are effective and efficient, training hydroponic plant cultivation is expected to train the spirit of independence and entrepreneurial spirit in view of this hydroponic plant is a plant that has the potential to sell on the market because the quality is good for health. Farming with hydroponics system saves 90% of water use compared with planting in the ground. Hydroponics system has many advantages than conventional systems with their land.
Teleskop Ioptron Cube II dalam Penentuan Arah Kiblat: Teleskop, Arah Kiblat, Theodolite Ahmad Izzuddin; Muhammad Habibur Rahman; Muhammad Himmatur Riza
AL - AFAQ : Jurnal Ilmu Falak dan Astronomi Vol. 3 No. 1 (2021): Vol. 3 No. 1 Juni 2021
Publisher : Universitas Islam Negeri Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1156.005 KB) | DOI: 10.20414/afaq.v3i1.2776

Abstract

Perkembangan metode-metode pengukuran arah kiblat di Indonesia sangat pesat, dari pengukruan menggunakan alat bantu tradisonal seperti Rubu’ Mujayyab sampai menggunakan alat bantu modern seperti Theodolite. Saat ini theodolite merupakan alat bantu yang dianggap paling akurat dalam pengukuran arah kiblat. Namun banyak yang tidak menyadari bahwa Teleskop juga dapat digunakan untuk alat bantu pegukuran arah kiblat yang tingkat akurasinya tidak kalah dengan theodolite, karena dalam ilmu falak Telskop hanya difungsikan untuk kegiatan rukyatul hilal dan pengamatan gerhana. Penelitan ini dilakukan untuk mengenalkan kepada halayak umum terkait fungsi teleskop dalam menentukan arah kiblat sekaligus menambah khazanah keilmuan dalam ilmu falak. Dari praktik pengukuran yang telah dilakukan, ternyata teleskop terbulti layak dan akurat untuk menentukan arah kiblat.