Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

PENERAPAN MODEL HORTONUNTUK KUANTIFIKASI INFILTRASI TEGAKAN KARET DI DAS MALUKA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN Syarifuddin Kadir; Badaruddin Badaruddin; Yunisa Pratiwi
Jukung (Jurnal Teknik Lingkungan) Vol 5, No 2 (2019): September 2019
Publisher : Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Lambung Mangkurat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (280.773 KB) | DOI: 10.20527/jukung.v5i2.7320

Abstract

DAS Maluka seluas 89.506,19 Ha terdapat sub DAS Banyu Irang dan sub DAS Bati Bati serta secara administrasi tersebar di 3 kabupaten/kota yaitu Kabupaten Tanah Laut, Kabupaten Banjar dan Kota Banjarbaru Provinsi Kalimantan Selatan. DAS Maluka didominasi kekritisan lahan agak kritis 63%, kelerengan lereng didominasi tingkat kelerengan 0-8% 79,88%, tutupan lahan didominasi tutupan lahan perkebunan 17,91%, Kerusakan lingkungan di DAS Maluka telah menjadi keprihatinan banyak pihak, hal ini ditandai dengan meningkatnya bencana alam yang dirasakan, seperti bencana banjir, tanah longsor dan kekeringan yang semakin meningkat. Rendahnya kapasitas infiltrasi sebaliknya tingginya Surface run off  penyebab utama terjadinya bencana alam yang terkait dengan tata air. Penelitian ini menggunakan model Horton yang bertujuan mengetahui infiltrasi terhadap berbagai kelas umur tegakan karet (Hevea brasiliensis). Metode penelitian menggunakan doubel ring infiltrometer pada kelas umur 4 tahun, 8 tahun dan 12 tahun. Hasil penelitian diperoleh bahwa:1) Kapasitas infiltrasi 96,906 mm/jam, 103,981 mm/jam dan 104,651 mm/jam; 2) volume infiltrasi sebesar 93,432 m3,  95,945 m3, 591 m3; 3) semakin tinggi kelas umur tegakan karet semakin tinggi laju, kapasitas dan volume infitrasi. Kata kunci : infiltrasi, surface run off , vegetasi tegakan karet.  The Maluka watershed covers an area of 89,506.19 Ha, there are the Banyu Irang sub-watershed and the Bati Bati sub-watershed and are administratively spread across 3 regencies / cities, namely Tanah Laut Regency, Banjar Regency and Banjarbaru City South Kalimantan Province. The Maluka watershed is dominated by criticality of the rather critical land 63%, the slope is dominated by the slope level of 0-8% 79.88%, land cover is dominated by plantation land cover 17.91%, environmental damage in the Maluka watershed has become a concern of many parties, this is indicated by increasing perceived natural disasters, such as floods, landslides and increasing drought. The low infiltration capacity, on the other hand, is the high Surface run off, the main cause of natural disasters related to water management. This study uses the Horton model that aims to determine infiltration of various age groups of rubber stands (Hevea brasiliensis). The research method uses a doubel ring infiltrometer in the age class of 4 years, 8 years and 12 years. The results showed that: 1) Infiltration capacity of 96,906 mm / hour, 103,981 mm / hour and 104,651 mm/ hour; 2) infiltration volume of 93,432 m3, 95,945 m3, 591 m3; 3) the higher the age of rubber stand age, the higher the rate, capacity and volume of inflation. Keywords: infiltration, surface run off and rubber stand vegetation.
KAJIAN INFILTRASI BERBAGAI KELAS UMUR TEGAKAN POHON KARET (Hevea brasiliensis) DI SUB DAS BANYU IRANG DAS MALUKA Yunisa Pratiwi; Syarifuddin Kadir; Muhammad Ruslan
Jurnal Sylva Scienteae Vol 3, No 6 (2020): Jurnal Sylva Scienteae Volume 3 No 6 Edisi Desember 2020
Publisher : Universitas Lambung Mangkurat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (314.608 KB) | DOI: 10.20527/jss.v3i6.4733

Abstract

This research aims to examine the characteristics of infiltration of various age classes of rubber tree stands (Hevea brasiliensis) and physical properties of soil. This research was carried out in the Banyu Irang sub-watershed of the Maluka Banjarbaru watershed, for 2 months. Determination of the location of infiltration was done by purposive sampling by using 3 replications in the 4 year, 8 year and 12 year age classes in the rubber tree stand, so that 9 replications were obtained. Infiltration measurements using a doubel ring infiltrometer, soil samples from the study site were then tested in the laboratory to determine the physical properties of the soil, namely soil texture, bulk density and porosity. The results of soil analysis on three age classes of rubber tree stands were obtained by clay and sandy clay. Has an average bulk density value in the 4 year, 8 year, 12 year age class of 1,57 gr/cm3, 1,31 gr/cm3 and 1,15 gr/cm3 and its porosity is 33,29 gr/cm3, 38,54 gr/cm3 and 44,17 gr/cm3. The infiltration capacity of 4, 8 and 12 years old is 96,906 mm/hour, 103,981 mm/hour and 104,651 mm/hour and the infiltration volume is 93,432 m3, 95,945 m3, 591 m3.Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji karakteristik infiltrasi terhadap berbagai kelas umur tegakan pohon karet (Hevea brasiliensis) dan sifat fisik tanah. Penelitian ini dilaksanakan di Sub DAS Banyu Irang DAS Maluka Banjarbaru, selama 2 bulan. Penentuan lokasi infiltrasi dilakukan secara purposive sampling dengan menggunakan 3 kali ulangan di kelas umur 4 tahun, 8 tahun dan 12 tahun di tegakan pohon karet, sehingga diperoleh 9 kali ulangan. Pengukuran infiltrasi menggunakan alat doubel ring infiltrometer, sampel tanah dari lokasi penelitian kemudian dilakukan uji pada laboratorium untuk mengetahui sifat fisik tanah yaitu tekstur tanah, bulk density dan porositas. Hasil analisis tanah pada tiga kelas umur tegakan pohon karet diperoleh tekstur liat dan lempung liat berpasir. Memiliki rata-rata nilai bulk density pada kelas umur 4 tahun, 8 tahun, 12 tahun adalah sebesar 1,57 gr/cm3, 1,31 gr/cm3 dan 1,15 gr/cm3 dan porositasnya sebesar 33,29 gr/cm3, 38,54 gr/cm3 dan 44,17 gr/cm3. Kapasitas infiltrasinya dari umur 4, 8 dan 12 tahun 96,906 mm/jam, 103,981 mm/jam dan 104,651 mm/jam dan volume infiltrasi sebesar 93,432 m3,  95,945 m3, 591 m3.
ANALISIS TINGKAT KEKRITISAN LAHAN DI SUB DAS BATI-BATI DAS MALUKA KABUPATEN TANAH LAUT Grean Charles; Muhammad Ruslan; Syarifuddin Kadir
Jurnal Sylva Scienteae Vol 4, No 6 (2021): Jurnal Sylva Scienteae Volume 4 No 6 Edisi Desember 2021
Publisher : Universitas Lambung Mangkurat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (422.657 KB) | DOI: 10.20527/jss.v4i6.4573

Abstract

The purpose of this study is to analyze the characteristics, the level of criticality of the land, and determine the direction of land and forest rehabilitation (Green Revolution) based on the level of criticality of land in the Bati Bati Sub DAS, Maluka DAS, Tanah Laut Regency.The method used in this study was carried out by determining the location for data sampling using purposive sampling technique, namely the sample points were determined deliberately and data collection was carried out directly in the field in accordance with predetermined observation points through the overlay results of soil types, slope class and land cover for get primary data and secondary data. The results obtained from the analysis of the level of land criticality, namely the characteristics (productivity, slope, erosion, and management) based on the calculation of scores and weights show that the greatest value is in the 7 plantation land units of 380 (critical potential), while the smallest characteristic value is in land units. 39 and 37 alang-alang land units of 220 so that this land unit is categorized as critical. Areas with plantation land cover and shrubs have the same level of land criticality, namely critical to critical potential, while the level of land criticality in alang - alang land cover is at the level of somewhat critical to critical. Forest and Land Rehabilitation (RHL) based on the level of criticality of the land has three types of directions, where in rather critical areas need to be agroforestry and terassering, critical areas with revegetation, and very critical areas need reclamation and revegetationTujuan dari penelitian ini adalah Menganalisis karakteristik, tingkat kekritisan lahan, dan menentukan arahan rehabilitasi hutan dan lahan (Revolusi Hijau) berdasarkan tingkat kekritisan lahan di Sub DAS Bati Bati DAS Maluka Kabupaten Tanah Laut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan menentukan tempat pengambilan sampel data menggunakan teknik purposive sampling yaitu titik sampel ditentukan secara sengaja dan pengumpulan data dilakukan secara langsung di lapangan sesuai dengan titik pengamatan yang telah ditetapkan melalui hasil overlay jenis tanah, kelas kelerengan dan tutupan lahan untuk mendapatkan data primer dan data sekunder. Hasil yang diperoleh dari analisis tingkat kekrtisan lahan yaitu karakteristik (produktivitas, lereng, erosi, dan manajemen) berdasarkan perhitungan skor dan bobot menunjukan bahwa nilai terbesar berada pada unit lahan 7 perkebunan sebesar 380 ( Potensial kritis), sedangkan nilai karakteristik terkecil berada pada unit lahan 39 dan unit lahan 37 alang-alang sebesar 220 sehingga unit lahan ini dikategorikan kritis.Kawasan dengan tutupan lahan perkebunan dan semak belukar memiliki tingkat kekritisan lahan yang sama yaitu potensial kritis sampai kritis, sedangkan tingkat kekritisan lahan pada tutupan lahan alang - alang berada pada tingkat agak kritis hingga kritis. Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) berdasarkan tingkat kekritisan lahan memiliki tiga jenis arahan, dimana pada kawasan agak kritis perlu diadakan agroforestry dan terassering, kawasan kritis dengan revegetasi, serta kawasan sangat kritis perlu dilakukan reklamasi dan revegetasi
ANALISIS KERAWANAN DAN KEJADIAN LONGSOR PADA SUB DAS BAKAR DAS TABUNIO Meigi Sugihanli; Badaruddin Badaruddin; Syarifuddin Kadir
Jurnal Sylva Scienteae Vol 7, No 4 (2024): Jurnal Sylva Scienteae Vol 7 No 4 Edisi Agustus 2024
Publisher : Universitas Lambung Mangkurat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20527/jss.v7i4.9510

Abstract

Landslide is the displacement of slope-forming material in the form of rock, debris, soil, or mixed materials, moving down or off the slope. The decrease in the carrying capacity of the watershed is one of the factors in the occurrence of landslides. The purpose of this study was to analyze the level of landslide vulnerability and validate the level of landslide vulnerability based on actual land use in the Tabunio Watershed area, the Bakar Sub Watershed. This study uses methods and data analysis based on the journal Kustratmoko, et al. (2002), by weighting 4 parameters of landslide vulnerability, namely slope, land use, soil erodibility and rainfall. There are 5 classes of vulnerability to landslides in the Bakar Sub-watershed, namely the safe class covering an area of 1,834.53 ha or 58.10% of the Bakar Sub-watershed, a moderately vulnerable class covering an area of 649.38 ha or 20.56% of the area of the Bakar Sub-watershed, a moderately vulnerable class covering an area of 666.60 ha or 21.11% of the area of the Bakar Sub-watershed, a vulnerable class covering an area of 6.81 ha or 0.21% of the area of the Bakar Sub-watershed, and a very vulnerable class of 0.12 ha or only 0.003% of the area Bakar sub-watershed. Validation of land use was carried out at 14 points of vulnerability to landslides, namely, 11 points of the vulnerability class changed due to changes in land use, based on the validation there were 2 points into the safe class, the moderately vulnerable class became 1 point, the moderately vulnerable class became 7 points, the vulnerable class became 2 point and for very vulnerable class to be 2 points.Tanah longsor adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah, atau material campuran tersebut, bergerak ke bawah atau keluar lereng. Penurunan daya dukung DAS menjadi salah satu faktor terjadinya tanah longsor, Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis tingkat kerawanan longsor dan memvalidasi tingkat kerawanan longsor berdasarkan penggunaan lahan yang aktual di wilayah DAS Tabunio Sub DAS Bakar. Penelitian ini menggunakan metode dan analisis data berdasarkan jurnal Kustratmoko, et al. (2002), dengan melakukan pembobotan 4 parameter kerawanan longsor yaitu kemiringan lereng, penggunaan lahan, erodibilitas tanah dan curah hujan. Kerawanan longsor di Sub DAS Bakar terdapat 5 kelas kerawanan yaitu kelas aman seluas 1.834,53 ha atau 58,10 % dari Sub DAS Bakar, kelas agak rawan seluas   649,38 ha atau 20,56 % dari luas Sub DAS Bakar, kelas cukup rawan seluas 666,60 ha atau 21,11 % dari luas Sub DAS Bakar, kelas rawan seluas 6,81 ha atau 0,21 % dari luas Sub DAS Bakar, dan kelas sangat rawan seluas 0,12 ha atau hanya 0,003 % dari luasan area Sub DAS Bakar. Validasi penggunaan lahan yang dilakukan pada 14 titik kerawanan longsor yaitu, 11 titik kelas kerawanannya berubah dikarenakan perubahaan penggunaan lahannya, berdasarkan validasi terdapat 2 titik  ke dalam kelas aman, kelas agak rawan menjadi 1 titik, kelas cukup rawan menjadi 7 titik, kelas rawan menjadi 2 titik dan untuk kelas sangat rawan menjadi 2 titik.
Tingkat Kekritisan Lahan di Sub DAS Amparo Kecil DAS Tabunio Kabupaten Tanah Laut M. Rizal Akbar; Syarifuddin Kadir; Badaruddin Badaruddin
Jurnal Sylva Scienteae Vol 7, No 3 (2024): Jurnal Sylva Scienteae Vol 7 No 3 Edisi Juni 2024
Publisher : Universitas Lambung Mangkurat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20527/jss.v7i3.9234

Abstract

Critical land is supported by the physical condition of the soil which is prone to erosion due to excessive land use, high rainfall and steep slopes. The Amparo Kecil sub-watershed is one of the upstream parts of the Tabunio watershed which is dominated by protected and cultivated areas. This study aims to analyze the characteristics and level of criticality of land determine efforts to control the level of criticality of land in the Amparo Kecil Watershed, Tabunio Watershed, Tanah Laut Regency. The Method used was purposive sampling with observation points determined through the results of overlapping land cover maps, slope maps and soil type maps. Parameters for determining critical land in agricultural cultivation areas and protected forests in forest areas use productivity factors, land cover, slope factors, erosion factors of TBE (Erosion Hazard Level) and management factors. The results of this study obtained the criticality level of potential critical to critical. Bush land cover in the protected area function is included in the critical category, secondary forest in the protected area function are included in the critical potential category, rubber plantations in the UL 1 cultivation area function are included in the critical potential category and UL 2 rubber plantations are included in the moderately critical category. The rehabilitated with high-yielding rubber species and on steep slopes directed at terracing. Shrubs are directed for reforestation with an intercropping pattern of forest plant species and MPTS. The secondary forest rehabilitation guidelines need to enrich plant species and increase their maintenance.Lahan kritis yang didukung oleh kondisi fisik tanah yang rentan terjadi erosi akibat penggunaan lahan yang berlebihan, curah hujan yang tinggi dan keadaan lereng curam. Sub DAS Amparo Kecil merupakan salah satu bagian hulu dari DAS Tabunio yang di dominasi oleh kawasan lindung dan budidaya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis karakteristik dan tingkat kekritisan lahan serta menentukan upaya pengendalian tingkat kekritisan lahan di Sub DAS Amparo Kecil, DAS Tabunio, Kabupaten Tanah Laut. Metode yang digunakan adalah purposive sampling dengan titik pengamatan yang ditentukan melalui hasil overlay (tumpeng tindih) peta penutupan lahan, peta kelerengan dan peta jenis tanah. Parameter penentu lahan kritis pada Kawasan budidaya pertanian dan hutan lindung dalam Kawasan hutan menggunakan faktor produktivitas, penutupan lahan, faktor kemiringan kereng, faktor erosi atau TBE (Tingkat Bahaya Erosi) dan faktor manajemen. Hasil dari penelitian ini diperoleh tingkat kekritisan lahan potensial kritis hingga kritis. Pada penutupan lahan semak belukar dalam fungsi Kawasan lindung termasuk kategori kritis, hutan sekunder dalam fungsi Kawasan lindung termasuk kategori potensial kritis, perkebunan karet dalam fungsi Kawasan budidaya UL 1 termasuk kategori potensial kritis dan perkebunan karet UL 2 termasuk kategori agak kritis. Pola arahan rehabilitasi hutan dan lahan pada penutupan lahan perkebunan karet yaitu tetap dipertahankan dan direhabilitasi dengan jenis tanaman karet yang unggul dan pada kelerengan curam diarahkan membuat terasering. Semak belukar diarahkan untuk penghijauan dengan pola tumpangsari jenis tanaman hutan serta MPTS. Arahan rehabilitasi pada hutan sekunder perlu adanya pengkayaan jenis tanaman dan ditingkatkan pemeliharaannya.