Aria Dian Primatika
Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro/ RSUP Dr. Kariadi Semarang

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Granisetron, Kombinasi Metoklopramid dan Deksametason Terhadap Mual Muntah Paska Laparatomi I Nyoman Panji; Heru Dwi Jatmiko; Aria Dian Primatika
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia) Vol 2, No 3 (2010): Jurnal Anestesiologi Indonesia
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jai.v2i3.6456

Abstract

Backgroud: Post-operative Nausea and Vomitus (PONV) is commonly unsatisfy experienced by patient after surgical procedures with general anesthesia. Laparatomy is one among high risk groups for PONV.Objective: The aim of this study to compare the efficacy between granisetron 1 mg and combination metoclopramide 10 mg and dexamethasone 8 mg in preventing PONV after laparatomy.Methods: This research was a clinical trial stage 1 in 48 patients undergoing laparatomy surgery by general anesthesia. All patients were observe the 6 hours fasting period before induction of anesthesia. Patient randomly divided in to two group. Group I treatme nt with granisetron that given 30 to 60 minutes before end operation. Group II treatment with metoclopramide 10 mg and dexamethasone 8 mg, that dexamethasone given before induction of anesthesia and metoclopramide administration 30 to 60 minutes before end operation. All patient were observe the nausea and vomiting 24 hours post operative.Results: There was no significant difference for patient characterictics data distribution between two group before treatment. There was no significant difference to decr ease nausea and vomiting after laparatomy between two groups. Patient who had received intravenous 1 mg granisetron incidence nausea-vomiting was 83,3 % while patient who had received the combination 10 mg metoklopramid and 8 mg dexamethasone incidence nau sea—vomiting was 75%.Conclusion: There was no antiemetics which fully effective to exceed post operative nausea and vomitus. Combination 10 mg metoclopramide and 8 mg dexamethasone has similar effect like 1 mg granisetron on prevent Post -operative Nausea and Vomitus but higher adverse effects.Keywords : nausea, vomiting, granisetron, metoclopramide, dexamethasone, laparatomyABSTRAKTujuan: Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan efektifitas antara granisetron 1 mg dan kombinasi metoklopramid 10 mg dengan deksametason 8 mg dalam mencegah mual muntah paska laparatomi. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian tahap I pada 48 penderita yang menjalani laparatomi dengan anestesi umum. Semua penderita dipuasakan 6 jam sebelum dilakukan induksi anestesi. Pasien secara random dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok I diberikan granisetron 30 sampai 60 menit sebelum operasi selesai. Dan kelompok II diberikan deksametason sebelum induksi anestesi dan metoklopramid 30 sampai 60 menit sebelum operasi selesai. Semua pasien diamati kejadian mual muntah paska operasi selama 24 jam.Hasil: Didapatkan perbedaan tidak bermakna pada distribusi karakteristik pasien antara kedua kelompok sebelum perlakuan. Hasil uji statistik menunjukkan terdapat perbedaan yang tidak bermakna kejadian mual muntah paska laparatomi pada kedua kelompok. Dimana pasien yang diberikan granisetron 1 mg didapatkan kejadian mual muntah sebesar 83,3 % sedangkan pasien yang diberikan kombinasi metoklopramid 10 mg + deksametason 8 mg didapatkan angka kejadian mual muntah sebesar 75%.Simpulan: Tidak ada antiemetik yang mampu sepenuhnya mencegah mual muntah paska operasi. Pemberian kombinasi metoklopramid 10 mg + deksametason 8 mg mampu mengurangi resiko mual muntah paska operasi yang hampir sama efektifnya dengan granisetron 1 mg dengan efek samping lebih banyak.Kata kunci : mual, muntah, granisetron, metoklopramid, deksametason, laparatomi
Pengaruh Nitrous Oxide Pada Induksi Sevofluran 8% Dengan Tehnik Single Breath Terhadap Kecepatan Induksi Anestesi Tinon Anindita; Witjaksono Witjaksono; Aria Dian Primatika
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia) Vol 3, No 1 (2011): Jurnal Anestesiologi Indonesia
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jai.v3i1.6452

Abstract

Latar Belakang: Penambahan nitrous oxide pada induksi anestesi akan mempercepat waktu induksi, oleh karena adanya second gas effect dan concentration effect.Tujuan: Membandingkan kecepatan induksi anestesi sevofluran 8% dengan atau tanpa nitrous oxide, dengan menggunakan tehnik single breath vital capacity induction. Metode: Tujuh puluh dua pasien tanpa diberikan premedikasi , dibagi dalam 3 kelompok secara random dan diminta untuk menghirup salah satu dari tiga campuran gas dengan tehnik single breath vital capacity : kelompok I diberikan sevofluran 8% + Oksigen, keiompok II diberikan sevofluran 8% + 50% nitrous oxide dan kelompok III diberikan sevofluran 8% + 66 2/3% nitrous oxide. Dicatat waktu saat hilangnya reflek bulu mata dan komplikasi yang terjadi. Tekanan darah (sistolik, diastolik, tekanan arteri rerata), laju jantung dan saturasi oksigen diukur sebelum dan sesudah induksi. Data diuji dengan Student T Test dan ANOVA dengan derajat kemaknaan < 0,05.Hasil: Karakteristik penderita (umur, usia, berat badan dan lain-lain) pada ketiga kelompok berbeda tidak bermakna. Waktu saat hilangnya reflek bulu mata untuk kelompok sevofluran 8% + 50% nitrous oxide (24,96 ±4,14 detik), dan untuk kelompok sevofluran 8% + 66 2/3% nitrous oxide (24,81 ± 3,85 detik) lebih sepat dibandingkan dengan kelompok sevofluran 8% + Oksigen (27,21 ±4,14 detik) , tetapi perbedaan ini tidak bermakna (p=0,098), Perubahan tekanan darah (sistolik, diastolik, tekanan arteri rerata), laju jantung dan saturasi oksigen yang terjadi pada ketiga kelompok berbeda tidak bermakna. Komplikasi induksi anestesi yang terjadi pada kelompok sevofluran 8% dengan nitrous oxide lebih sedikit dibandingkan dengan kelompok sevofluran 8% tanpa nitrous oxide , tetapi perbedaan ini tidak bermakna.Kesimpulan: Penambahan Nitrous oxide pada induksi anestesi dengan sevofluran 8% dengan tehnik single-breath, tidak mempercepat waktu induksi anestesi.
Pengaruh Infiltrasi Levobupivakain pada Skor Histologis MHC Kelas 1 pada Penyembuhan Luka Aria Dian Primatika; Uripno Budiono; Ery eksana
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia) Vol 2, No 2 (2010): Jurnal Anestesiologi Indonesia
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jai.v2i2.6463

Abstract

Latar belakang: Nyeri akut pasca pembedahan memicu timbulnya gejala klinis patofisiologis, menekan respons imun, sehingga menyebabkan penurunan sistem imun yang akan menghambat penyembuhan luka. Levobupivakain, anestetik lokal durasi panjang yang efektif mengurangi nyeri akut. MHC kelas I sebagai petanda permukaan sel yang terinfeksi memberi sinyal pada sel T sitotoksik sehingga fungsinya dalam respons imun sangat penting. Kemampuan limfosit T sitotoksik untuk melisiskan sel merupakan fungsi langsung dari banyaknya MHC kelas I yang diekspresikan.Tujuan: Membuktikan pengaruh infiltrasi anestetik lokal levobupivakain terhadap ekspresi MHC kelas I.Metode: Dilakukan penelitian eksperimental pada hewan coba, randomized post test only control group design, menggunakan tikus Wistar. Sampel 15 ekor dibagi menjadi 3 kelompok; kelompok I kontrol, kelompok II insisi subkutis tanpa infiltrasi levobupivakain, kelompok III insisi subkutis dan infiltrasi levobupivakain dosis 12,6 mcg/gram BB setiap 8 jam selama 24 jam. Ekspresi MHC kelas I pada sekitar luka insisi dinilai dengan skor histologi dengan menggunakan pengecatan secara imunohistokimia. Biopsi jaringan diambil pada hari kelima karena pada penyembuhan luka normal jumlah limfosit T bermakna pada hari kelima dan mencapai puncak pada hari ketujuh. Data dianalisis dengan uji beda Kruskal-Wallis.Hasil: Penelitian menunjukan pada kelompok kontrol terdapat ekspresi MHC kelas I dengan hasil rerata skor histologi 4,92. Hasil rerata skor histologi MHC kelas I pada kelompok levobupivakain lebih rendah (8,12) dibanding kelompok tanpa levobupivakain (5,26) dan secara statistik berbeda bermakna (p=0,011).Simpulan: Ekspresi MHC kelas I (skor histologi MHC I) pada kelompok dengan infiltrasi levobupivakain lebih rendah dibandingkan dengan kelompok tanpa infiltrasi levobupivakain.