Tri Handayani
Fakultas Hukum, Universitas Padjadjaran

Published : 7 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

PENGUATAN REGULASI DAN PERJANJIAN: UPAYA OPTIMALISASI ANJAK PIUTANG SEBAGAI ALTERNATIF PEMBIAYAAN PERUSAHAAN Lastuti Abubakar; Tri Handayani
Masalah-Masalah Hukum Vol 49, No 3 (2020): MASALAH-MASALAH HUKUM
Publisher : Faculty of Law, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/mmh.49.3.2020.280-289

Abstract

Salah satu alternatif pembiayaan yang dapat digunakan oleh perusahaan dengan menggunakan asetnya sendiri adalah Anjak Piutang. Namun, pengaturan yang tidak tegas mengakibatkan praktik Anjak Piutang lebih mengarah pada pinjaman dengan jaminan daripada pembelian piutang. Hal ini dapat dilihat dari jenis Factoring with Recourse yang membebankan risiko piutang yang tidak tertagih kepada Klien (penjual piutang). Oleh karena itu, diperlukan penguatan regulasi dan perjanjian Anjak Piutang untuk mengoptimalkan Anjak Piutang sebagai alternatif pembiayaan perusahaan melalui pembelian piutang. Penguatan regulasi dapat dilakukan dengan memberikan pedoman dalam perjanjian Anjak Piutang untuk mencantumkan klausul buyback (pembelian kembali piutang) oleh perusahaan (klien) dalam Factoring with Recourse. Pengawasan terhadap penggunaan perjanjian baku menjadi salah satu upaya untuk memastikan perjanjian memenuhi esensi Anjak Piutang.
KESIAPAN PERBANKAN MENUJU TRANSFORMASI DIGITAL PASCA PANDEMI COVID-19 MELALUI FINANCIAL TECHNOLOGY (FINTECH) Satrio Ronggo Buwono; Lastuti Abubakar; Tri Handayani
Jurnal Poros Hukum Padjadjaran Vol. 3 No. 2 (2022): JURNAL POROS HUKUM PADJADJARAN
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23920/jphp.v3i2.764

Abstract

ABSTRAK Pada sektor jasa keuangan khususnya perbankan, akselerasi transformasi digital diharapkan menjadi alternatif pasca pandemi Covid-19 untuk mendorong perbaikan kinerja, pecepatan akses keuangan dan pertumbuhan ekonomi nasional. Dalam perkembangannya, saat ini interaksi dan transaksi keuangan sangat mengandalkan teknologi, sebagaimana produk-produk berbasis teknologi digital seperti e-money, e-wallet, internet banking dan mobile banking. Selain itu, semakin bermunculannya perusahaan berbasis aplikasi (e-commerce), seperti perusahaan Tokopedia dan Gojek menyediakan fitur-fitur yang memungkinkan terjadinya layanan yang lebih cepat, lebih baik dan lebih murah (cheaper-better-faster) membuat perbankan dan perusahaan fincancial technology (fintech) perlu mulai adaptif terhadap percepatan perubahan ke arah digital. Namun demikian, proses transformasi digital juga perlu didukung dengan mitigasi risiko yang memadai dan memerlukan dukungan kebijakan, serta peran pengawasan aktif dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI) selaku regulator, sehingga proses transformasi digital dari perijinan, kerjasama business to business sampai dengan pengawasan atas mitigasi risiko yang diterapkan lembaga jasa keuangan mampu mengawal proses transformasi digital secara aman tanpa mengesampingkan aspek prudensial. Kata kunci: Covid-19; fintech; transformasi digital ABSTRACT In the financial services sector, especially banking, the acceleration of digital transformation is expected to be an alternative after the Covid-19 pandemic to encourage improved performance, accelerated access to finance and national economic growth. In its development, currently financial interactions and transactions rely heavily on technology, as are digital technology-based products such as e-money, e-wallet, internet banking and mobile banking. In addition, the emergence of application-based companies (e-commerce), such as Tokopedia and Gojek companies providing features that enable faster, better and cheaper services (cheaper-better-faster) make banking and fintech companies need to start adaptive to the acceleration of change towards digital. However, the digital transformation process also needs to be supported by adequate risk mitigation and requires policy support, as well as an active supervisory role from the Financial Services Authority (OJK) and Bank Indonesia (BI) as regulators, so that the digital transformation process from licensing, business to business cooperation to the supervision of risk mitigation implemented by financial service institutions that are able to safely oversee the digital transformation process without compromising prudential aspects.Keywords: Covid-19; fintech; digital transformation.
KEDUDUKAN KREDITUR SEPARATIS TERKAIT JAMINAN HAK TANGGUNGAN YANG MASUK DALAM BOEDEL PAILIT DEBITUR Irfan Ferdiansyah Muis; Isis Ikhwansyah; Tri Handayani
Jurnal Poros Hukum Padjadjaran Vol. 3 No. 2 (2022): JURNAL POROS HUKUM PADJADJARAN
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23920/jphp.v3i2.784

Abstract

ABSTRAKTumpang tindihnya ketentuan Pasal 56 dan Pasal 59 UU Kepailitan dan PKPU dengan Pasal 21 Undang-Undang Hak Tanggungan menimbulkan rasa tidak aman bagi kreditor separatis pemegang hak tanggungan dan mempertanyakan mekanisme mana yang menjamin kewenangannya dalam penerapan hukum dalam asas kepastian hukum apabila debitor pailit dan dipailitkan seperti yang tertuang dalam sertifikat hak tanggungan yang mengikat debitor dan kreditor. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis mengidentifikasikan masalah bagaimanakah bentuk pelaksanaan eksekusi jaminan hak tanggungan yang dapat memberikan perlindungan hukum kreditor separatis?. Metode penelitian yang dilakukan adalah spesifikasi penelitian menggunakan deskriptif analitis. Metode pendekatan menggunakan yuridis normatif. Teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah studi dokumen. Metode analisis data adalah normatif kualitatif. Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan adalah bentuk pelaksanaan eksekusi jaminan hak tanggungan yang dapat memberikan perlindungan hukum kreditor separatis adalah dengan mendasarkan pada Pasal 21 UUHT menyatakan meskipun pemberi hak tanggungan dinyatakan pailit, kreditor pemegang hak tanggungan tetap dapat memperoleh haknya. Hal tersebut jelas menunjukan perlindungan hukum bagi kreditor pemegang hak tanggungan. Namun, Pasal 56 ayat (1) dan Pasal 59 ayat (2) UU Kepailitan dan PKPU telah mengabaikan berlakunya hak separatis dari kreditor pemegang hak Tanggungan, serta kreditor sebagai pemegang hak Tanggungan telah kehilangan kedudukan sebagai kreditor preferen. Oleh karena itu, pelaksanaan Eksekusi Jaminan Hak Tanggungan yang memperhatikan kreditor separatis hanya dapat terwujud ketika adanya sinkronisasi kedua undang-undang tersebut. Kata kunci: kedudukan hukum; kreditor separatis; hak tanggungan ABSTRACTThe overlapping of the provisions of Article 56 and Article 59 of the Bankruptcy Law and PKPU with Article 21 of the Mortgage Law creates a feeling of insecurity for separatist creditors holding mortgages and questions which mechanism guarantees their authority in applying the law on the principle of legal certainty if the debtor is bankrupt and is bankrupt such as contained in the mortgage certificate that binds the debtor and creditor. Based on this background, the authors identify problems regarding legal consequences and legal remedies that can be taken by creditors holding mortgage rights for the inclusion of dependent objects in the Bankruptcy Boedel. The research method used is the research specification using analytical descriptive. The approach method uses normative juridical. The data collection technique that will be used in this research is document study. The data analysis method is normative qualitative. The conclusion obtained from the research carried out is that the form of execution of mortgage guarantees that can provide legal protection for separatist creditors is based on Article 21 of the UUHT which states that even though the mortgage provider is declared bankrupt, the creditor holding the mortgage can still obtain his rights. This clearly shows legal protection for creditors holding mortgage rights. However, Article 56 paragraph (1) and Article 59 paragraph (2) of the Bankruptcy Law and PKPU have ignored the enactment of the separatist rights of the creditor holding the Mortgage, and the creditor as the holder of the Mortgage has lost his position as the preferred creditor. Therefore, the execution of Mortgage Guarantees that pays attention to separatist creditors can only be realized when there is a synchronization of the two laws.Keywords: legal position; separatist creditors; mortgage rights
Telaah Yuridis terhadap Pembiayaan Perumahan Melalui Akad Musyarakah Mutanaqisah (MMQ) Sebagai Alternatif Pembiayaan Perumahan dalam Upaya Pengembangan Produk Perbankan Syariah Lastuti Abubakar; Tri Handayani
Jurnal Hukum Ekonomi Islam Vol. 2 No. 2 (2018): Jurnal Hukum Ekonomi Islam (JHEI)
Publisher : Asosiasi Pengajar dan Peneliti Hukum Ekonomi Islam Indonesia (APPHEISI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (295.202 KB)

Abstract

Housing is a human basic need, which is from year to year increasing, while the power of people ability to purchase is not always high. Islamic banking has an opportunity to provide alternative Housing finance through Musharaka Mutanaqisah (MMQ) agreement, It is financing based on shared ownership between banks and customers. In the implementation, financing through this MMQ faces the regulatory hurdles that need to be anticipated. The solution is Indonesia must be prepared a renewal and rearrangement of regulation that are comprehensive and integrated to eliminate the disharmony and the regulatory barriers that arise in the implementation of MMQ agreement as an alternative to housing finance.. Keywords: Housing finance, Musharaka Mutanaqisah, sharia banking product development. Abstrak Kebutuhan perumahan terus meningkat, sementara daya beli masyarakat masih. Perbankan syariah berpeluang untuk menyediakan alternatif pembiayaan perumahan berdasarkan prinsip syariah melalui Musyarakah Mutanaqisah (MMQ) yakni pembiayaan berbasis kepemilikan bersama antara bank dan nasabah. Dalam implementasinya, pembiayaan MMQ ini menghadapi hambatan regulasi yang perlu di antisipasi. Diperlukan pembaruan dan penataan regulasi untuk menghilangkan disharmoni dan kendala regulasi dalam implementasi akad MMQ sebagai alternatif pembiayaan perumahan. Kata kunci: pembiayaan perumahan- Musyarakah Mutanaqisah- pengembangan produk perbankan syariah.
PENGUATAN REGULASI: UPAYA PERCEPATAN TRANSFORMASI DIGITAL PERBANKAN DI ERA EKONOMI DIGITAL Lastuti Abubakar; Tri Handayani
Masalah-Masalah Hukum Vol 51, No 3 (2022): MASALAH-MASALAH HUKUM
Publisher : Faculty of Law, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/mmh.51.3.2022.259-270

Abstract

Era digital mendorong perbankan nasional bertransformasi menjadi Bank Digital. Transformasi ini melahirkan bank yang lebih efisien, inovatif dan mampu menciptakan inklusi keuangan serta memberi akses yang luas bagi pelaku usaha UMKM. Tantangannya antara lain investasi yang besar; inovasi produk dan layanan  yang cepat; hadirnya alternatif layanan keuangan nonbank  (Fintech); dan potensi penyalahgunaan dan keamanan data nasabah. Oleh karena itu, diperlukan penguatan regulasi di beberapa aspek agar transformasi digital perbankan dapat mencapai tujuannya yaitu untuk menciptakan perbankan yang memiliki daya tahan, berdaya saing dan kontributif. Selain implementasi prudential banking principle, regulasi yang perlu diperkuat adalah tata kelola dan manajemen risiko teknologi informasi pada Bank Digital yang berbeda karakteristiknya dengan Bank tradisional.
Perlindungan Konsumen dalam Transaksi Direct Carrier Billing Melalui Keamanan Siber Naila Amatullah; Sinta Dewi Rosadi; Tri Handayani
Syiah Kuala Law Journal Vol 4, No 3: Desember 2020
Publisher : Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3595.167 KB) | DOI: 10.24815/sklj.v4i3.18967

Abstract

Banyaknya kasus pelanggaran hak konsumen dalam transaksi direct carrier billing seperti pada kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 2219 K/Pdt/2013, Laporan Nomor LP/3409/X/2011/Ditreskrimsus, dan Perkara Nomor 464/Pdt/G/2020/PN.JKT.PST. Menggambarkan posisi konsumen yang sangat lemah di hadapan pelaku usaha. Tujuan dari penelitian ini adalah menemukan konsep perlindungan konsumen dalam transaksi direct carrier billing sebagai penyelenggaraan jasa penyedia konten berdasarkan dalam jaringan bergerak seluler dikaitkan dengan prinsip-prinsip keamanan siber. Transaksi direct carrier billing dalam prosesnya dibantu oleh Agen Elektronik maka diharuskan dalam memenuhi prinsip keamanan siber, inter alia, authentication, confidentiality, integrity, non-repudiation, authorization dan availability sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PP PSTE), Pelaku Usaha dalam transaksi ini yakni Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dan Penyelenggara Jasa Penyedia Konten diwajibkan untuk memenuhi prinsip-prinsip tersebut demi melindungi hak-hak konsumen dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU Perlindungan Konsumen) yang telah diatur dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Jasa Penyediaan Konten pada Jaringan Bergerak Seluler (Permen Kominfo 9/2017). Dalam penulisan ini, digunakan metode yuridis normatif yang berdasar kepada peraturan perundang-undangan juga studi kepustakaan yang akan menghasilkan beberapa upaya yang belum diatur dalam hukum positif dan yang dapat dilakukan oleh Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dan Penyelenggara Jasa Penyedia Konten demi melindungi konsumen dalam transaksi direct carrier billing antara lain seperti pelaksanaan audit teknologi informasi secara independen, penjaminan end-to-end data, sistem pengawasan perseorangan dan sosialisasi.
PROBLEMATIKA YURIDIS DAN PRINSIP PERLINDUNGAN HUKUM DALAM PELAYANAN KESEHATAN JARAK JAUH MENGGUNAKAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI Mohammad Hilman Mursalat; Efa Laela Fakhriah; Tri Handayani
Jurnal Poros Hukum Padjadjaran Vol. 4 No. 1 (2022): JURNAL POROS HUKUM PADJADJARAN
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23920/jphp.v4i1.986

Abstract

ABSTRAKKemajuan Teknologi Informasi dan Komunikasi telah mencapai pada tahap bidang kesehatan dimana tidak hanya dalam implementasi Sistem Informasi Kesehatan (SIK), tetapi juga dalam penyediaan layanan kesehatan. Sistem teknologi informasi yang terintegrasi dalam bidang kesehatan atau e-health dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas pelayanan medis agar penerima dan pemberi pelayanan kesehatan semakin mudah dalam memberikan suatu pelayanan kesehatan. Pemberian pelayanan kesehatan pun telah mengalami perubahan signifikan yang cepat selama pandemi COVID-19 dan dalam rangka menekan penyebaran COVID-19 untuk tetap melaksanakan pemberian pelayanan kepada masyarakat maka pemberian kesehatan jarak jauh dengan menggunakan TIK atau disebut Telemedicine semakin berkembang di Indonesia. Perkembangan tersebut memicu munculnya layanan kesehatan berbasis digital atau platform e-Health tanpa adanya suatu validasi, kewenangan khusus serta regulasi yang cukup. Secara prinsip platform layanan kesehatan tersebut serupa dengan Telemedicine karena memberikan pelayanan kesehatan secara jarak jauh, namun apabila mengacu definisi operasional Telemedicine dalam perundang-undangan jelas kedua layanan ini berbeda pada mekanisme pelaksanaan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sejauh mana pengaturan Telemedicine di Indonesia dan bagaimana prinsip perlindungan hukum bagi penerima pelayanan kesehatan dan tenaga kesehatan dalam pelaksanaan Telemedicine. Menggunakan metode penelitian dengan pendekatan yuridis normatif, bahwa sejatinya perlindungan hukum terhadap penyelenggaraan Telemedicine itu sendiri merupakan amanat dari Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat (3) yang dinyatakan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, kepastian hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum secara adil.Kata kunci: perlindungan hukum; telemedicine; COVID-19; e-health. ABSTRACTInformation and Communication Technology has made progress at the health stage which is not only in the implementation of the Health Information System (SIK), but also in the provision of health services. An integrated information technology system in the health sector or e-health is used to improve the quality of medical services so that it is easier for recipients and health service providers to provide health services. The provision of health services has also undergone significant rapid changes during the COVID-19 pandemic and in order to suppress the spread of COVID-19 to continue to provide services to the community, providing remote services using ICT or called Telemedicine is growing in Indonesia. These developments trigger the emergence of digital-based health services or e-Health platforms without any validation, special authority and adequate regulations. In general, the health service platform is similar to Telemedicine because it provides health services remotely, but referring to the operational definition of Telemedicine in the law, these two services differ in the implementation mechanism. This study aims to analyze the extent of the regulation of Telemedicine in Indonesia and the principles of legal protection for recipients of health services and health workers in implementing Telemedicine. Using a research method with a normative juridical approach, that in fact legal protection for the implementation of Telemedicine itself is a mandate from the 1945 Constitution Article 1 paragraph (3) which states that everyone has the right to recognition, guarantee, protection, law and equal treatment in Indonesia before the law fairly.Keywords: protection law; telemedicine; COVID-19; e-health.