Edi Wibowo
Departemen Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Struktur Komunitas Rumput Laut di Perairan Pasir Panjang Desa OlibuuKabupaten Boalemo, Gorontalo Edi Wibowo; Raden Ario; Suryono Suryono; Nur Taufiq; Destalino Destalino
Buletin Oseanografi Marina Vol 7, No 1 (2018): Buletin Oseanografi Marina
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (606.366 KB) | DOI: 10.14710/buloma.v7i1.19081

Abstract

Rumput laut atau seaweed termasuk tumbuhan berthallus yang banyak dijumpai hampir di seluruh pantai Indonesia, terutama wilayah pantai yang mempunyai rataan terumbu karang.  Perbedaan mendasar sistem hidupnya dengan tumbuhan darat adalah dalam pengambilan zat-zat makanan. Tumbuhan darat sangat bergantung pada akar sebagai alat pengambil/ penyerap zat hara dari substrat, sedangkan rumput laut menyerap zat hara yang dibutuhkan bagi pertumbuhannya dari medium air dengan cara difusi melalui permukaan substansi fisiknya.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur komunitas rumput laut di perairan Pasir Panjang Pulau Limbah, Kecamatan Paguyaman Pantai, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo. Metoda penelitian yang digunakan adalah bersifat diskriptif.Adapun pengumpulan data dilakukan dengan metode sample survey methods. Hasil penelitian menunjukan bahwa perairan Pulau Limbah di dominasi oleh Rumput Laut Coklat dengan kelimpahan tertinggi Padina australis. Nilai Indeks Keanekaragaman (H’) Rumput Laut tertinggi terdapat pada stasiun C dengan nilai rerata: 1,854 dan yang terendah pada Stasiun A dengan nilai rerata: 1,469. Nilai Indeks Keseragaman (E)  nilai tertinggi terdapat pada Stasiun C dengan nilai rerata: 0,679 dan terendah pada stasiun A dengan nilai rerata: 0,668. Nilai indeks Dominansi (C) tertinggi terdapat pada Stasiun A dengan nilai rerata : 0,251 dan nilai terendah stasiun B dengan nilai rerata: 0,187. Analisis Ragam (Anova) menunjukan bahwa stasiun penelitian memberikan perbedaan yang nyata (P≤0,05) terhadap nilai Indeks Keanekaragaman (H’), Indeks Keseragaman (E) serta Indeks Dominasi (C).  Seaweed including thallus plants that are found almost all over the coast of Indonesia, especially on beaches that have coral reefs. Seaweed is a photosynthetic organism as well as plants on land. The fundamental difference of his life system is in the taking of food substances. Ground plants realy heavily on roots as a nutrient removal device from the substrate, while seaweed absorbs the nutrients needed for its growth from the water medium by diffusion through the surface of its physical substance. This study aims to determine the structure of seaweed communities in Limbah Island Waters, District Paguyaman Beach. The results showed that the waters of Limbah Island is dominated by brown seaweed with the highest species abundance was Padina australis. The highest index value of Seaweed diversity (H’) was found at station C with average: 1,854 and the lowest at station A with a mean of: 1,469. For uniformity index value (E) the highest value is at station C with average: 0,679 and the lowest at station A with a mean of: 0,668. The highest index value of dominance (C) is at station A with a mean of: 0,251 and the lowest value at station B with a mean of: 0,187. The result of the analysis of variance (Anova) showed that the research station give a significant difference (P≤0,05) to the Diversity Index (H’), Uniformity Index (E) and Domination Index (C).
Estimasi Kandungan Biomassa dan Karbon di Hutan Mangrove Perancak Kabupaten Jembrana, Provinsi Bali Suryono Suryono; Nirwani Soenardjo; Edi Wibowo; Raden Ario; Edi Fahrur Rozy
Buletin Oseanografi Marina Vol 7, No 1 (2018): Buletin Oseanografi Marina
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (610.309 KB) | DOI: 10.14710/buloma.v7i1.19036

Abstract

Ekosistem mangrove memiliki fungsi ekologis sebagai penyerap dan penyimpan karbon. Mangrove menyerap CO2 pada saat proses fotosintesis, kemudian mengubahnya menjadi karbohidrat dengan menyimpannya dalam bentuk biomassa pada akar ,pohon, serta daun. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui total above ground biomass, belowground biomass, simpanan karbon atas, simpanan karbon bawah, dan karbon organik pada sedimen dasar  di Hutan Mangrove Perancak, Jembrana, Bali. Sampling dilakukan dengan  metode purposive sampling dengan dasar pertimbangan berupa jenis, kerapatan serta diameter pohon mangrove. Estimasi biomassa digunakan  metode tanpa pemanenan dengan mengukur diameter at breast height (DBH, 1.3 m) mangrove. Simpanan karbon diestimasi dari 46% biomasa. Kandungan karbon organik pada sedimen diukur dengan  menggunakan metode lost on ignition (LOI). Hasil penelitian menunjukkan total above ground biomass sebesar 187,21 ton/ha, below ground biomass sebesar 125,43 ton/ha, simpanan karbon atas sebesar 86,11 ton/ha, simpanan karbon bawah sebesar 57,69 ton/ha, sedangkan  karbon organik sedimen sebesar 359,24 ton/ha. The mangrove ecosystem has ecological functions as an absorber and carbon storage. Mangrove absorbs CO2 during the process of photosynthesis, then changes it into carbohydrates bystoring it in the form of tree biomass. The aim of this research is to know the total of above ground biomass, below ground biomass, upper carbon storage, lower carbon storage, and sediment organic carbon in Perancak Mangrove Forest, Jembrana, Bali. The selection of sampling location using purposive sampling method with consideration of type, density and diameter of mangrove. The estimatorion of biomass using the method without harvesting by measuring diameter at breast height (DBH, 1.3 m) mangrove. Carbon deposits are estimated from46% of biomass. The organic carbon content of sediment was measured using the lost on ignition (LOI) method. The results showedthat  the total of above ground biomass of 187.21 ton / ha, below ground biomass 125,43 ton / ha, upper carbon store of 86,11 ton / ha, lower carbon store of 57,69 ton / ha, and organic carbon sedimen to 359.24 tons / ha.
Studi Morfometri dan Tingkat Kematangan Telur Kepiting Bakau (Scylla sp.) di Kawasan Perairan Demak Edi Wibowo; Suryono Suryono; Raden Ario; Ali Ridlo; Dodik S. Wicaksono
Jurnal Kelautan Tropis Vol 20, No 2 (2017): JURNAL KELAUTAN TROPIS
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (764.038 KB) | DOI: 10.14710/jkt.v20i2.1743

Abstract

Maturity of Mangrove Crab (Scylla sp)is a decisive factor in the life cycle of mangrove crab (Scylla sp). Human activities such as over-fishing of mangrove crab to meet market needs regardless the size is one of the causes of the reduced number of individuals in the wild. This study aims to determine the correlation between morphometric of maturity stage of mangrove crab (Scylla sp) in Kedungmutih Waters, Demak District. The study used exploratory descriptive method which site determination using purposive sampling methods. The research consisted of female mangrove crab sampling and field water quality measurement (DO, temperature, salinity, and pH), morphometric measurements and weighing body weight of female mangrove crab samples, and observation of maturity stage in the laboratory.Thematerial used in this study were female mud crab (Scylla sp) obtained from Kedungmutih Waters, Demak District. The results of this study showed that 94 female mangrove crabs crabs were found to have a carapace width ranging from 77.50 mm - 126.45 mm, for body weight ranging from 87 grams to 359.78 grams. While the fecundity stage were obtained from the stage of I - IV and on the size of 200 grams - 300 grams has an optimal fecundity stage on the stage II and III. There is correlation between morphometry and maturity stage of mangrove crab (Scyla sp) because when the weight of crabs increases, so does the addition of the number of eggs and also improvement of egg (gonads).  Kematangan telur pada Kepiting Bakau betina (Scylla sp) adalah faktor yang menentukan pada siklus hidup Kepiting Bakau (Scylla sp). Kegiatan manusia seperti penangkapan kepiting bakau yang tinggi untuk memenuhi kebutuhan pasar tanpa melihat ukuran yang ditangkap merupakan salah satu penyebab berkurangnya jumlah individu yang berada di alam. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan morfometrik terhadap tingkat kematangan tekur Kepiting Bakau Betina (Scylla sp) di kawasan perairan Kedungmutih,Kabupaten Demak. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptf eksploratif dengan penentuan lokasi menggunakan purposive sampling methods. Penelitian ini terdiri dari sampling kepiting bakau betina dan pengukuran kulaitas perairan di lapangan (DO, suhu , salinitas , dan pH), pengukuran morfometri dan penimbangan berat tubuh sampel kepiting bakau betina, dan pengamatan tingkat kematangan telur di laboratorium. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah kepiting bakau betina (Scylla sp) yang diperoleh dari perairan Kedungmutih, Kadbupaten Demak. Hasil dari penelitian ini menunjukkan dari 94 ekor kepiting bakau betina yang didapatkan memiliki lebar karapas berkisar 77,50 mm – 126,45 mm, untuk berat tubuhnya berkisar 87 gram – 359,78 gram. Sedangkan pada tingkat kematangan telur didapatkan dari tingkat I – IV dan pada ukuran 200 gram – 300 gram memiliki tingkat kemmatangan telur yang optimal pada tingkat kematangan telur II dan III. Morfometri dan tingkat kematangan telur pada kepiting bakau betina (Scyla sp) memiliki hubungan dikarenakan jika pada bobot kepiting mengalami pembesaran maka pada telur mengalami penambahan jumlah dan mengalami peningkatan telur(gonad).  
Kondisi Terumbu Karang Di Pantai Empu Rancak Kabupaten Jepara Suryono Suryono; Edi Wibowo; Raden Ario; Nur Taufiq SPJ; Ria Azizah
Jurnal Kelautan Tropis Vol 21, No 1 (2018): JURNAL KELAUTAN TROPIS
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (432.676 KB) | DOI: 10.14710/jkt.v21i1.2301

Abstract

 Empu Rancak coastal  waters in Karanggondang village, Mlonggo District is one of the coral reef ecosystem location in coastal area of  Jepara Regency. Following the growth of culinary and Marine  tourism bring the need for monitoring the condition of coral reefs so that such activity does not provide ecological impacts against the condition of coral reefs. The method used to assess the condition of coral reefs  is Line Intercept Transect which done by percentage calculation of living coral coverage. The research results shows that the condition of the coral reefs in a depth of 3 metres found coral cover percentage of 4.5%, while at a depth of 6 meters found coral cover percentage of 9.7%. From this result indicates the coral reefs in critical condition,however the high biodiversity and dominance index value is presumed that these coral reefs was in good condition. It`s showed by the high percentage of coral die either at a depth of 3 metres (95.54%) or at a depth of 6 meters(90.30%). The diversity of species of coral were found at a depth of 3 meters consist of 6 genus, they are: Goniastrea sp., Favia sp., Galaxea sp., Porites, Acropora sp. and Montipora sp., whereas at a depth of 6 meters were found more species of coral diversity for at least 11 genus, they are: Acropora sp., Favites sp., Echinopora sp., Goniastrea sp. Symphyllia agaricia sp, Favia sp., Goniopora sp., Porites sp., Montipora sp., Platygyra sp., and Montastrea sp. The condition of coral reefs cover which relatively critical are caused by decreasing the quality of waters ecology that caused by sedimentation rate and runoff processes of land activity, high waves in northwest monsoon and the growth of culinary tourism as well as marine  tourism in Empu Rancak coastal  waters gradually worsen the condition of coral reefs.  Perairan pantai Empu Rancak desa Karanggondang, Kecamatan Mlonggo merupakan salah satu lokasi ekosistem  terumbu karang yang berada pesisir di kabupaten Jepara. Dengan berkembangnya aktivitas wisata kuliner serta wisata  bahari, maka perlu dilakukan pemantauan kondisi terumbu karang agar kegiatan tersebut tidak tidak memberikan dampak ekologi terhadap kondisi terumbu karang. Metode yang dipergunakan untuk menilai kondisi terumbu karang adalah  dengan metode perhitungan persentase penutupan karang hidup menggunakan Line Intercept Transect. Hasil penelitian menunjukan bahwa Kondisi terumbu karang di kedalaman 3 meter ditemukan prosentasi tutupan karang sebesar 4,5 %, sedangkan pada kedalaman 6 meter ditemukan prosentase tutupan karang sebesar 9,7 %, maka kondisi terumbu karang di perairan pantai empu rancak Mlonggo, dalam kondisi buruk sekali, namun tingginya keanekaragaman dan nilai indeks dominasi, maka diduga bahwa terumbu karang dilokasi penelitian pernah dalam kondisi baik sebelumnya. Hal ini ditunjukan dengan tingginya prosentase karang mati baik pada kedalaman 3 meter (95,54 %) maupun pada kedalaman 6 meter (90,30 %). Keanekaragaman jenis karang yang ditemukan pada kedalaman 3 meter terdiri atas 6 genus yaitu : GoniastreaSp., Favia Sp., Galaxea Sp., Porites Sp., Acropora Sp.,dan Montipora Sp.,sedangkan pada kedalaman 6 meter ditemukan keanekaraamanan jenis karang yang lebih banyak (11 genus), yaitu : Acropora sp., Favites sp., Echinopora sp., Goniastrea sp., Symphyllia agaricia, Favia sp., Goniopora sp., Porites sp., Montipora sp., Platygyra sp. ,dan Montastrea sp. Kondisi tutupan terumbu karang yang relatif buruk sekali  diduga  diakibatkan oleh menurunnya kualitas ekologi perairan yang diakibatkan oleh oleh tekanan  laju  sedimentasi serta proses  run off dari aktivitas didaratan, tingginya paparan  gelombang pada saat musim barat serta  berkembangnya  wisata kuliner serta wisata bahari  di perairan Pantai Empu rancak yang  memperburuk kondisi terumbu karang.