Tulisan ini akan mengulas bagaimana representasi keislaman masyarakat Aceh dan Minangkabau melalui pantun dan apa saja yang menjadi kesamaan juga perbedaan di antara pantun tersebut. Objek yang akan dianalisis ialah 4 pantôn Aceh yaitu Meuroe Raya, Pitrah-Pitruh, Peuturot Angen, dan Langkah ditulis oleh Razali Abdullah dan 3 pantun Minangkabau yaitu Sumbayang, Rukun Islam, dan Rajo Nan Tigo Selo yang dikumpulkan oleh N.M Rangkoto. Metode yang dipakai dalam tulisan ini adalah deskripsi kualitatif dan pendekatan sastra bandingan. Hasil penelitian memperlihatkan pantun Minangkabau dan pantôn Aceh memiliki ajaran keislaman untuk disampaikan kepada masyarakat. Namun, pada pantôn Aceh representasi keislaman lebih memfokuskan kepada hal-hal yang berhubungan dengan peringatan atau upacara dan mengambil sebuah ayat atau hadis, kemudian diubah berbentuk pantun agar dapat diterima oleh seluruh kalangan masyarakat. Sedangkan pantun Minangkabau banyak menyatakan bahwasanya adat Minangkabau selaras dan sejalan dengan syariat Islam. Pantun-pantun Minangkabau juga lebih banyak membicarakan tentang hal keseharian yang wajib dilakukan oleh umat Islam seperti salat dan mengingatkan tentang rukun Islam. Pantun Minangkabau dalam representasi keislamannya lebih bersifat hal umum yang mesti diingat dan dijalankan oleh umat muslim.Kata-kata kunci: Pantôn Aceh, Pantun Minangkabau,Tradisi Islam, Sastra Bandingan