Heni Hendrawati
Fakultas Hukum, Universitas Muhammadiyah Magelang

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Kajian Yuridis Peralihan Hak Cipta Sebagai Objek Wakaf Heniyatun Heniyatun; Puji Sulistyaningsih; Heni Hendrawati
Jurnal Hukum Novelty Vol 8, No 1 (2017)
Publisher : Universitas Ahmad Dahlan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (780.039 KB) | DOI: 10.26555/novelty.v8i1.a5529

Abstract

Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, berpengauh terhadap fiqih muamalah khusususnya yang menyangkut objek wakaf, yaitu  objek wakaf tidak hanya berupa benda tetap, tetapi dapat berupa Kekayaan Intelektual (KI), hal ini sesuai yang diatur dalam Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004, Pasal 16 ayat (3). Hak Cipta merupakan salah satu lingkup KI, yang dapat menjadi objek wakaf. Disebutkan di dalam Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014, bahwa salah satu peralihan Hak Cipta adalah dengan diwakafkan. Perlu dipahami ketika akan mewakafkan hak cipta apakah yang akan diwakafkan hak ekonominya atau hak moralnya saja, atau keduanya, karena hak moral melekat pada diri pencipta, apakah dapat dialihkan? Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui prosedur peralihan hak cipta sebagai objek wakaf. Jika hak cipta dialihkan melalui wakaf bagaimana akibat hukumnya. karena terkait dengan hak moral yang melekat pada pencipta. Selain itu juga untuk mengetahui bagaimana keabsahan wakaf hak cipta tersebut, mengingat di dalam hak cipta ada batasan waktu kepemilikan hak. Untuk mencapai tujuan tersebut, dalam penelitian ini menggunakan  metode pendekatan yuridis normatif. Selanjutnya dianalisa dengan menggunakan metode deskriptif analitis, dan diolah dengan metode kualitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa prosedur peralihan hak cipta sebagai objek wakaf secara teknis sama dengan objek wakaf yang lain, yang membedakan hanya ikrar wakafnya saja, selain itu juga disyaratkan adanya surat pendaftaran ciptaan dari Dirjen KI Kementerian Hukum dan HAM. Akibat hukumnya adalah ketika wakif sudah mewakafkan maka haknya sudah beralih pada penerima wakaf. Namun hak yang dapat beralih hanya hak ekonominya saja, sedangkan hak moral tetap melekat pada diri pencipta (wakif), perlindungan hukum untuk hak cipta sesuai yang diberikan oleh Undang-undang Hak Cipta (sesuai dengan hasil ciptaannya), sehingga wakaf hak cipta ini sifatnya sementara. Mengenai keabsahan batasan waktu wakaf dengan objek hak cipta, para ulama (responden) membolehkan wakaf dengan batasan waktu. Hal ini sesuai dengan kemanfaatan dari wakaf tersebut.
Sistem Bagi Hasil Dalam Perjanjian Waralaba (“Franschise”) Perspektif Hukum Islam Puji Sulistyaningsih; Heniyatun Heniyatun; Heni Hendrawati
Jurnal Hukum Novelty Vol 8, No 1 (2017)
Publisher : Universitas Ahmad Dahlan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (817.049 KB) | DOI: 10.26555/novelty.v8i1.a5530

Abstract

Franchise (waralaba) merupakan suatu bisnis yang telah teruji keberhasilannya, sehingga banyak usaha yang kemudian diwaralabakan. Hal ini tak terkecuali mulai dikenal dan digunakan oleh para pengusaha yang menjalankan bisnisnya menggunakan prinsip Syariah. Walaupun waralaba dalam hukum ekonomi Islam masih dianggap suatu hal baru namun sudah banyak menarik perhatian para pengusaha untuk menekuninya, dengan alasan bahwa waralaba lebih menguntungkan dan tidak bertentangan dengan konsep Syariah. Salah satu ciri khas waralaba adalah adanya royalty, yaitu pembagian keuntungan antar franchisor dan franchisee dengan ketentuan yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Adapun  waralaba Syariah, sistim pembagian keuntungannya menggunakan sistim bagi hasil. Permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana sistim bagi hasil dalam perjanjian waralaba perspektif hukum Islam, dan bagaimana cara mengatasi kendala dalam sistim bagi hasil dalam perjanjian waralaba perspektif hukum Islam. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan  metode pendekatan yuridis normatif, dan menggunakan spesifikasi penelitian deskriptif analitis. Adapun penarikan sampelnya menggunakan purposive sampling. Alat penelitian meliputi studi kepustakaan dan wawancara. Selanjutnya dianalisis dengan metode kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian pembagian keuntungan dalam perjanjian waralaba perspektif hukum Islam menggunakan sistim bagi hasil, dengan prosentase yang bervariatif yaitu: 50:50 atau 60:40 tergantung kesepakatan para pihak (franchisor dan franchisee). Kendala yang sering terjadi dalam perjanjian waralaba, yaitu ketika terjadi kerugian, ketidakseimbangan antara prestasi yang diberikan dengan keuntungan (bagi hasil), dan adanya pembagian keuntungan yang kurang transparan. Penyelesaian kendala-kendala tersebut terutama dalam pembagian keuntungan biasanya diselesaikan secara musyawarah mufakat, pembayaran ganti rugi, atau jika tidak tercapai dapat melalui arbitrase.
Proses Distribusi Sebagai Upaya Mewujudkan Keadilan Dalam Perspektif Hukum Ekonomi Islam Nasitotul Janah; Heni Hendrawati; Heniyatun
Jurnal Hukum Ekonomi Islam Vol. 4 No. 2 (2020): Jurnal Hukum Ekonomi Islam (JHEI)
Publisher : Asosiasi Pengajar dan Peneliti Hukum Ekonomi Islam Indonesia (APPHEISI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (322.196 KB)

Abstract

Distribution in general is a further economic activity after production and consumption. In order to be consumed, the products must pass through a distribution process from one party to another, either by means of an exchange between goods or for money. Distribution has the most significant and most important role in the economic cycle of a society or a country, whether it adheres to capitalism, socialism or Islam. Economics in Islam is different from Capitalists and Socialists, both philosophically-ontologically, and axiologically. Economics in Islam is built on moral values, both divine (transcendental) and human values ​​(humanism). Therefore, in the context of distribution, in contrast to capitalists and socialists who focus on distribution after production, Islam focuses attention and formulates the concept of distribution before discussing the dimensions of production; who owns it, in what way the product is distributed, and what are the obligations. The discussion of distribution in the Islamic concept which includes the distribution of income and the distribution of wealth is important because distribution is the key to realizing prosperity, justice and economic equality. The state in the Islamic concept has a very important position in creating distribution justice because it is an economic agent that has authoritative power. According to Ruslan (2013), the state must play a role in the distribution of primary (daruriyyah), secondary (hajjiyyah), tertiary (tahsiniyyah / the commendable) needs and even complementary needs (the luxury / kamil). Keywords: Distribution, Justice, Islamic Economic Law. Abstrak Distribusi secara umum merupakan kegiatan ekonomi lebih lanjut setelah produksi dan konsumsi. Agar dapat dikonsumsi, hasil produksi harus melewati proses distribusi dari satu pihak ke pihak lain, baik dengan mekanisme pertukaran antar barang atau dengan uang. Distribusi mempunyai peran paling signifikan dan terpenting dalam perputaran ekonomi suatu masyarakat ataupun negara baik yang menganut sistem kapitalisme, sosialisme, maupun Islam. Ekonomi dalam Islam berbeda dengan Kapitalis dan Sosialis, baik secara filosofis-ontologis, maupun aksiologis. Ekonomi dalam Islam dibangun diatas nilai-nilai moral, baik ketuhanan (transcendental) maupun nilai-nilai kemanusiaan (humanism). Oleh karena itu dalam konteks distribusi, berbeda dengan kapitalis dan sosialis yang menfokuskan distribusi itu pasca produksi, Islam justru fokuskan perhatian dan merumuskan konsep distribusi sebelum membahas dimensi produksi; siapakah yang memilikinya, dengan cara apa produk didistribusikan, dan apa saja kewajibannnya. Pembahasan tentang distribusi dalam konsep Islam yang meliputi distribusi pendapatan maupun distribusi kekayaan menjadi penting karena distribusi merupakan kunci untuk mewujudkan kesejahteraan, keadilan dan pemerataan ekonomi. Negara dalam konsep Islam memiliki posisi sangat penting dalam menciptakan keadilan distribusi karena ia merupakan agen ekonomi yang mempunyai kekuasaan otoritatif. Negara menurut Ruslan (2013) harus berperan dalam distribusi kebutuhan primer (daruriyyah), sekunder (hajjiyyah), tertier (tahsiniyyah/the commendable) dan bahkan kebutuhan pelengkap (the luxury/kamil). Kata Kunci: Distribusi, Keadilan, Hukum Ekonomi Islam Distribution in general is a further economic activity after production and consumption. In order to be consumed, the products must pass through a distribution process from one party to another, either by means of an exchange between goods or for money. Distribution has the most significant and most important role in the economic cycle of a society or a country, whether it adheres to capitalism, socialism or Islam. Economics in Islam is different from Capitalists and Socialists, both philosophically-ontologically, and axiologically. Economics in Islam is built on moral values, both divine (transcendental) and human values ​​(humanism). Therefore, in the context of distribution, in contrast to capitalists and socialists who focus on distribution after production, Islam focuses attention and formulates the concept of distribution before discussing the dimensions of production; who owns it, in what way the product is distributed, and what are the obligations. The discussion of distribution in the Islamic concept which includes the distribution of income and the distribution of wealth is important because distribution is the key to realizing prosperity, justice and economic equality. The state in the Islamic concept has a very important position in creating distribution justice because it is an economic agent that has authoritative power. According to Ruslan (2013), the state must play a role in the distribution of primary (daruriyyah), secondary (hajjiyyah), tertiary (tahsiniyyah / the commendable) needs and even complementary needs (the luxury / kamil). Keywords: Distribution, Justice, Islamic Economic Law. Abstrak Distribusi secara umum merupakan kegiatan ekonomi lebih lanjut setelah produksi dan konsumsi. Agar dapat dikonsumsi, hasil produksi harus melewati proses distribusi dari satu pihak ke pihak lain, baik dengan mekanisme pertukaran antar barang atau dengan uang. Distribusi mempunyai peran paling signifikan dan terpenting dalam perputaran ekonomi suatu masyarakat ataupun negara baik yang menganut sistem kapitalisme, sosialisme, maupun Islam. Ekonomi dalam Islam berbeda dengan Kapitalis dan Sosialis, baik secara filosofis-ontologis, maupun aksiologis. Ekonomi dalam Islam dibangun diatas nilai-nilai moral, baik ketuhanan (transcendental) maupun nilai-nilai kemanusiaan (humanism). Oleh karena itu dalam konteks distribusi, berbeda dengan kapitalis dan sosialis yang menfokuskan distribusi itu pasca produksi, Islam justru fokuskan perhatian dan merumuskan konsep distribusi sebelum membahas dimensi produksi; siapakah yang memilikinya, dengan cara apa produk didistribusikan, dan apa saja kewajibannnya. Pembahasan tentang distribusi dalam konsep Islam yang meliputi distribusi pendapatan maupun distribusi kekayaan menjadi penting karena distribusi merupakan kunci untuk mewujudkan kesejahteraan, keadilan dan pemerataan ekonomi. Negara dalam konsep Islam memiliki posisi sangat penting dalam menciptakan keadilan distribusi karena ia merupakan agen ekonomi yang mempunyai kekuasaan otoritatif. Negara menurut Ruslan (2013) harus berperan dalam distribusi kebutuhan primer (daruriyyah), sekunder (hajjiyyah), tertier (tahsiniyyah/the commendable) dan bahkan kebutuhan pelengkap (the luxury/kamil). Kata Kunci: Distribusi, Keadilan, Hukum Ekonomi Islam