Wahyudin G
Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar

Published : 1 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search

Tradisi Mappande Sasi' di Dusun Tangnga-tangnga Kabupaten Polewali Mandar (Studi Budaya Islam) Nur Annisa; Ahmad M Sewang; Wahyudin G
Rihlah : Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Vol 8 No 2 (2020): History of Culture
Publisher : Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/rihlah.v8i2.15784

Abstract

This research explain about the implementation procession and the meaning of the traditional symbol of mappande sasi in the in societyTangnga-Tangnga hamlet, Polewali Mandar Regency, which is carried out once a year in mid-March where this month is considered a change in the season of moving west to east winds accompanied by strong waves. On the coast. The sea feeding event is held in the morning until the completion of the event and the first is the procession of raising funds, secondly slaughtering the chicken, the third washing away the food, the fourth eating together, and the fifth releasing the sandeq boat race (West Sulawesi’s fastest boat). The tradition of mappande sasi is one of the community traditions believed by fishermen to resist disasters during fishing activities. Penelitian ini menjelaskan tentang prosesi pelaksanaan dan makna simbol tradisi mappande sasi’ pada masyarakat Tangnga-Tangnga Kabupaten Polewali Mandar yaitu dilaksanakan satu kali dalam setahun pada pertengahan bulan Maret di mana bulan ini dianggap sebagai pergantian musim berpindahnya angin Barat ke Timur disertai dengan kencangnya ombak di pesisir pantai. Acara mappande sasi’ dilaksanakan pada pagi hari sampai selesainya acara berlangsung dan adapun prosesi pelaksanaannya yang pertama pengumpulan dana, kedua pemotongan ayam, ketiga menghanyutkan makanan, ke empat makan bersama, dan kelima pelepasan lomba perahu sandeq (perahu tercepat Sulawesi Barat).Tradisi mappande sasi’ merupakan salah satu tradisi masyarakat yang diyakini oleh masyarakat para nelayan untuk menolak bencana selama melakukan aktivitas melaut.