Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

Pengaruh Variasi Glukosa dalam Pembuatan Selongsong Sosis dengan Proses Fermentasi Air Kelapa menggunakan Sistem Batch Reaktor NISA YUHANIANSYAH; YULIANTI PRATAMA; SALAFUDIN SALAFUDIN
Jurnal Reka Lingkungan Vol 9, No 1 (2021)
Publisher : Institut Teknologi Nasional, Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26760/rekalingkungan.v9i1.45-57

Abstract

AbstrakSalah satu faktor yang mempengaruhi proses pembentukan selulosa dalam proses fermentasi oleh A. xylinum adalah sumber karbon. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan konsentrasi glukosa yang optimum terhadap ketebalan selulosa berdasarkan variasi jenis pipa dan perlakuan pipa. Proses fermentasi menggunakan sistem batch reaktor skala laboratorium yang disuplai oksigen murni selama 16 hari fermentasi dengan nilai pH 4,30. Variasi jenis pipa yang digunakan pada penelitian adalah pipa PVC dan pipa PET dengan perlakuan digores dan tanpa digores. Variasi konsentrasi glukosa yang digunakan pada penelitian adalah 5%, 10%, 15%, 20% dan 25%. Hasil terbaik diperoleh pada penambahan konsentrasi glukosa sebesar 15% dan menggunakan pipa PVC dengan perlakuan digores karena menghasilkan selulosa dengan ketebalan 0,2 cm dengan nilai persentase penurunan COD 62,16%, BOD 72,62%, Kadar Glukosa 87,77%, pH 11,11% dan persentase peningkatan TPC 87,13%.Kata kunci: Acetobacter xylinum, BOD, Fermentasi, Reaktor Batch, TPC  Variasi GlukosaAbstractCellulose is a fermented product by the bacterium. Acetobacter xylinum from the degradation source contained in the coconut water substrate. One factor that influences the process of cellulose formation in the fermentation process by A. xylinum i is a carbon source. The purpose of this study is to determine the optimum glucose concentration on cellulose thickness based on variations of pipe types and pipe treatment. A laboratory-scale batch system reactor which is supplied with pure oxygen for 16 days of fermentation with a pH value of 4.30. Variations in the type of pipe used in the study are PVC pipes and PET pipes with scratched and without scratched treatment. Variations in glucose concentration used in the study were 5%, 10%, 15%, 20% and 25%. The best results were obtained by the thickness of 0.2 cm with a percentage of COD reduction of 62.16%, BOD 72.62%, Glucose Level 87.77%, pH 11.11% and 87.13% TPC increase percentage.Keywords: Acetobacter xylinum, BOD, Fermentation, Batch Reactor, TPC, Variation of Glucose
Proses Seeding dan Aklimatisasi pada Anaerobic Trickling Reactor I WAYAN WINDU ADI SEMARTA; ETIH HARTATI; SALAFUDIN SALAFUDIN
Jurnal Reka Lingkungan Vol 8, No 1 (2020)
Publisher : Institut Teknologi Nasional, Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26760/rekalingkungan.v8i1.38-49

Abstract

Abstrak Pertumbuhan biomassa terlekat ditentukan oleh proses seeding dan aklimatisasi. Tujuan penelitian ini yaitu mengetahui proses seeding dan aklimatisasi pada anaerobic trickling reactor. Metoda penelitian yang digunakan meliputi persiapan reaktor hidrolisis dan 3 buah anaerobic trickling reactor dengan media yang berbeda, serta persiapan bahan meliputi inokulum dan substrat. Parameter yang diukur yaitu densitas, kadar air dan volatil, C-Organik, NTK, pH, temperatur, TAV, COD, dan alkalinitas mengacu pada SNI dan standard methods. Hasil penelitian ini yaitu saat proses seeding, nilai pH 6,87 hingga pH 7,52, temperatur 27oC hingga 28oC, dan ketiga media mengalami pertambahan berat rata-rata sebesar 0,5421 gram/media (bioball rambutan) (12,93 %), 0,7158 gram/media (bioball bola) (11,47 %), dan 0,0449 gram/media (media straws) (13,95 %). Steady state aklimatisasi terjadi pada hari ke-14 hingga hari ke-20 yang ditandai dengan penurunan konsentrasi COD yang konstan. Selama seeding dan aklimatisasi terbentuk biogas. Kesimpulan penelitian ini yaitu proses seeding dan aklimatisasi ditandai dengan terbentuknya lapisan biofilm dan adanya penurunan konsentrasi COD substrat.Kata kunci: Anaerob, Seeding dan Aklimatisasi, Anaerobic Trickling ReactorAbstractAttached biomass growth is determined by seeding and acclimatization process. The purpose of this research is to know the seeding and acclimation process in anaerobic trickling reactor. The research method used includes the preparation of the tool that is hydrolysis reactor and 3 pieces of anaerobic trickling reactor with different media, as well as the preparation of materials including inoculum and substrate. Parameters measured were density, water content and volatile, C-Organic, NTK, pH, temperature, TAV, COD, and alkalinity refer to SNI and standard methods. The result of this research is when seeding process, pH value 6,87 to pH 7,52, temperature 27oC until 28oC, and third media have average weight gain of 0,5421 gram/medium (rambutan bioball) (12,93 %), 0,7158 grams/medium (spherical bioball) (11,47 %), and 0,0449 gram/medium (media straws) (13,95 %). Steady state acclimatization occurs on the 14th day until the 20th day marked by a constant decrease in COD concentrations. During seeding and acclimatization formed biogas.The conclusion of this research is the seeding and acclimatization process is characterized by the formation of biofilm layer and the decrease of COD concentration.Keywords: Anaerobes, Seeding and Acclimatization, Anaerobic Trickling Reactor
Pengaruh Waktu Detensi pada Anaerobik Digester Sistem dua Tahap dengan Substrat Tanah Gambut terhadap Produktivitas Biogas Alca Pratama Putra; ETIH HARTATI; SALAFUDIN SALAFUDIN
Jurnal Reka Lingkungan Vol 7, No 2 (2019)
Publisher : Institut Teknologi Nasional, Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26760/rekalingkungan.v7i2.56-67

Abstract

AbstrakIndonesia memiliki 50% dari  luas lahan gambut yang ada di dunia. Tanah gambut merupakan tanah yang berasal dari proses dekomposisi materi organik dari sisa tumbuhan. Materi organik yang terkandung dalam tanah gambut dapat dimanfaatkan sebagai substrat dalam pembentukan biogas. Keberadaan tanah gambut di Indonesia berkisar 21 juta hektar sehingga berpotensi besar dalam membuat biogas dari tanah gambut. Biogas dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui potensi tanah gambut sebagai substrat dalam pembentukan biogas. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah  two stage digestion system dimana tahap pembentukan asam dilakukan di reaktor hidrolisis secara batch sedangkan tahap pembentukan gas CH4 dilakukan di reaktor metanogenesis secara kontinu. Variasi yang digunakan pada penelitian ini adalah waktu detensi 1 hari dan 4 hari. Hasil optimum yang didapatkan pada variasi waktu detensi 4 hari dengan laju produksi biogas  sebesar 395 ml/hari dan konsentrasi gas CH4 sebesar 61%. Kata Kunci : Tanah gambut, Biogas, Waktu detensi, two stage digestion system
Pengaruh Variasi Sirkulasi Substrat terhadap Penyisihan Senyawa Organik pada Reaktor Metanogenesis IKRIMA NURUL AMALIYAH; ETIH HARTATI; SALAFUDIN SALAFUDIN
Jurnal Reka Lingkungan Vol 6, No 1 (2018)
Publisher : Institut Teknologi Nasional, Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26760/rekalingkungan.v6i1.%p

Abstract

ABSTRAKMayoritas sampah di Indonesia ialah sampah organik, sehingga perlu dilakukan pengolahan untuk mengurangi sampah yang masuk ke TPA. Alternatif pengolahan sampah organik yang dilakukan adalah digester anaerobik. Penelitian ini mengolah sampah organik dari cafetaria Itenas menggunakan reaktor fixed bed digester anaerobik.Volume Kerja reaktor fixed bed ini ialah 180 liter dengan media sponge filter. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh waktu sirkulasi substrat terhadap penyisihan senyawa organik. Variasi sirkulasi substrat yang dilakukan ialah sebanyak 5, 6, dan 7 jam sirkulasi. Metode pengukuran yang digunakan pada parameter Chemical Oxygen Demand(COD) danTotal Asam Volatil (TAV) ialah standar method for the eximination water and wastewater 22th edition, sedangkan pengukuran parameter pH dan temperatur menggunakan metode SNI (Standar Nasional Indonesia). Hasil dari penelitian ini ialah perolehan penyisihan senyawa organik, yaitu penyisihan COD sebesar 86,67% dan penyisihan TAV sebesar 85,52 % pada waktu sirkulasi 7 jam/ hari dengan menerapkan reaktor fixed bed.Kata kunci : proses anaerob, reaktor metanogenesis, sirkulasi substrat
Seeding dan Aklimatisasi pada Proses Anaerob Two Stage System menggunakan Reaktor Fixed Bed RIZKI AMALIA ANANDA; ETIH HARTATI; SALAFUDIN SALAFUDIN
Jurnal Reka Lingkungan Vol 6, No 1 (2018)
Publisher : Institut Teknologi Nasional, Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26760/rekalingkungan.v6i1.%p

Abstract

AbstrakProses anaerob adalah suatu aktivitas pemecahan bahan-bahan organik oleh mikroorganisme dalam keadaan tanpa oksigen. Pada proses anaerob perlu adanya seeding dan aklimatisasi agar mikroorganisme dapat menyesuaikan diri. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkondisikan mikroorganisme agar dapat menyesuaikan diri dengan materi organik yang akan diolah yaitu substrat dari sampah organik yang berasal dari Cafetaria Itenas. Pada penelitian ini proses anaerob yang dilakukan menggunakan two stage anaerobic digestion system, dimana pengkondisian substrat berupa penguraian materi organik menjadi asam volatil dilakukan di dalam reaktor hidrolisis, sedangkan seeding dan aklimatisasi dilakukan di reakator metanogenesis. Parameter yang diperiksa selama seeding dan aklimatisasi adalah pH, temperatur dan COD. Hasil penelitian menunjukan bahwa aktivitas mikroorganisme telah dapat berkembang biak dengan baik dalam waktu 11 hari pada proses aklimatisasi. Selama proses aklimatisasi, fluktuasi penyisihan COD pada hari ke 9 hingga 11 telah relatif konstan yaitu sebesar 10% dan tidak terjadi lagi penurunan. Selama proses aklimatisasi pH berada pada rentang 6,73-8,47 dan temperatur berada pada rentang 28,00°C-30,60°C.
Sumberdaya Alam Lithium Indonesia Salafudin Salafudin
Rekayasa Hijau : Jurnal Teknologi Ramah Lingkungan Vol 5, No 2 (2021)
Publisher : Institut Teknologi Nasional, Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26760/jrh.v5i2.178-187

Abstract

ABSTRAKLithium adalah salah satu mineral yang mempunyai permintaan yang paling tinggi dalam Revolusi Industri Keempat. Indonesia yang kekayaan alam nikelnya besar, ingin menjadi negara penghasil baterai. Oleh karena itu, diperlukan investigasi sumber bahan baku utama lainnya dalam produksi baterai. Sumber daya bahan baku utama baterai adalah Lithium. Penyelidikan litium sebagai sumber bahan baku di Indonesia telah dilakukan melalui tinjauan pustaka. Sumber daya alam litium ditemukan di air laut, Brine, mineral, dan tanah liat. Endapan yang mengandung Mineral Lithium terdapat di beberapa tempat di Indonesia dalam jumlah dan konsentrasi yang kecil. Sebagai negara yang dilalui cincin api, Indonesia memiliki banyak mata air panas dan Brine yang mengandung Lithium. Tanah liat yang mengandung litium ditemukan dalam bentuk slurry (brine dan lumpur tanah liat), seperti pada lumpur Bleduk Kuwu dan lumpur Sidoharjo. Bittern sebagai limbah industri garam memiliki potensi besar untuk dikembangkan sebagai sumber Lithium di IndonesiaKata kunci: Lithium, Sumber Air Panas, Brine, Clay, Bittern   ABSTRACTLithium is one of most demanding minerals in The Fourth Industrial Revolution. Indonesia whose large Nickel natural resources, wants to become a battery producing country. Therefore an investigation of other main raw material sources in battery production is needed. The main raw material resource for batteries is Lithium. The investigation of lithium as raw material resource in Indonesia has been carried out through a literature review. Lithium natural resources are found in sea water, Brine, minerals, and clay. Mineral Lithium containing deposits are found in several places in Indonesia in small amounts and concentrations. As a country through which the ring of fire passes, Indonesia has a lot of hot spring water and Brine containing Lithium. Clay containing lithium is found in the form of slurry ( brine and clay mud), such as in the Bleduk Kuwu mud and the Sidoharjo mud. Bittern as a waste of salt industries has great potential to be developed as a source of Lithium in IndonesiaKeywords: Lithium, Hot Spring Water, Brine, Clay, Bittern  
IDENTIFIKASI BAHAYA DENGAN METODE HAZARD IDENTIFICATION RISK ASSESSMENT AND RISK CONTROL (HIRARC) DI SUPERMARKET DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENULARAN COVID-19 Ajeng Feby Suti Pertiwi; Arif Sayfulloh Anwar; Faishal Hafizh Dinata; Nesha Tri Asifha; M. Arif Hidayatullah; Salafudin Salafudin; Sontika Rahma Trianingtias
Humantech : Jurnal Ilmiah Multidisiplin Indonesia Vol. 1 No. 12 (2022): Humantech : Jurnal Ilmiah Multidisiplin Indonesia 
Publisher : Program Studi Akuntansi IKOPIN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pandemi Virus Corona (COVID-19) tahun 2020 mewabah di sebagian besar negara di dunia. Virus ini ditemukan di Wuhan, China pertama kali dan sudah menginfeksi 70.736 per tanggal 9 Juli 2020. Jumlah kematian mencapai 3.417 orang dan jumlah pasien sembuh 32.651 orang di Indonesia. Virus ini menginfeksi saluran pernapasan manusia ,virus ini sensitif terhadap panas dan secara efektif dapat dimatikan oleh alkohol 70%. Seiring dengan berjalannya waktu penularan virus COVID-19 semakin menjadi jika tidak segera di atasi. Salah satu dampak dari pandemi ini yaitu supermarket yang berakibat kerugian karena berkurangnya jumlah pembeli. Untuk mengurangi risiko penularan bagi pengunjung supermarket, maka dilakukan analisis potensi bahaya melalui metode Hazard Identification, Risk Assesment and Risk Control (HIRARC). Untuk metode pengambilan data dalam menganalisis suatu resiko yaitu melalui jurnal-jurnal yang tersedia dan media dalam jaringan (daring). Dari hasil analisis HIRA, terdapat 12 unit aktivitas yang bisa memicu terjadinya penularan virus COVID-19. Terdapat 4 aktivitas yang termasuk ke dalam resiko medium, terdapat 6 aktivitas yang termasuk kedalam resiko tinggi dan terdapat 2 aktivitas yang termasuk kedalam resiko ekstrem.