Claim Missing Document
Check
Articles

Found 31 Documents
Search

Hubungan Gambaran Foto Thorax dengan Hasil Pemeriksaan Sputum BTA pada Pasien dengan Klinis Tuberkulosis Suganda, Haqqi Pradipta; Majdawati, Ana
Mutiara Medika: Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Vol 13, No 1 (2013)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18196/mmjkk.v13i1.1051

Abstract

Tuberkulosis di Indonesia menjadi salah satu penyebab kematian terbanyak setelah penyakit jantung dan saluran pernafasan. Diagnosis penunjang TB paru dapat ditegakkan dengan ditemukannya kuman Mycobacterium tuberculosis di dalam sputum atau jaringan paru biakan, namun tidak ditemukan di semua pasien Tuberkulosis sehingga harus ada pemeriksaan tambahan yaitu pemeriksaan foto ronsen thorax untuk mendiagnosis Tuberkulosis paru. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara hasil pemeriksaan gambaran foto thorax pada dengan hasil pemeriksaan sputum BTA pada pasien dengan klinis Tuberkulosis di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan metode observasional analitik dengan desain cross sectional menggunakan data sekunder dari catatan rekam medis pasien RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta untuk semua kasus Tuberkulosis periode Januari 2010- Desember 2012. Data rekam medis yang digunakan adalah subyek penelitian pasien dengan klinis Tuberkulosis yang mempunyai hasil pemeriksaan sputum BTA dan radiologi toraks. Jumlah sampel sebanyak 51 pasien. Analisis data menggunakan uji Pearson Chi-Square. Hasil uji chi square didapatkan nilai p 0,000 (p 0,05), dengan r=0,470. Disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang cukup erat antara gambaran foto thorax dengan hasil pemeriksaan sputum BTA pada pasien dengan klinis Tuberkulosis di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. In Indonesia, tuberculosis become one of the most common cause of death after heart dissease and respiratory track dissease. Pulmonal tuberculosis can be diagnosed by finding Mycobacterium tuberculosis in the sputum or pulmonal tissue culture. But can’t be found at all of the tuberculosis patient’s, so must there any additional chest radiology examination to diagnose pulmonal tuberculosis. This research aims to know the correlation between chest radiograph with the result of sputum’s acid-fast bacilli examination in patient whose had clinical manifestation of Tubercculosis in PKU Muhammadiah Hospital, Yogyakarta. This research uses observational analitic method, with cross sectional approach, using secondary data from the medical records of PKU Muhammadiyah Hospital of Yogyakarta for all cases of tuberculosis in the period january 2010-December 2012. Medical record data used in this study were research subjects whose had clinical manifestation of Tubercculosis, sputum’s acid-fast bacilli smear result and Chest Radiograph result. The sampel total is 51 subjects. Analizyng data using Pearson ChiSquare. The results of Chi-Square test p-value obtained p 0,000 ( 0,05). R=0,470. It was concluded that there is a sufficiently close relationship between chest radiograph with the result of sputum’s acid- fast bacilli smear examination in patient that had clinical manifestation of Tubercculosis in PKU Muhammadiah Hospital, Yogyakarta.
Kasus Carcinoma Mammae pada Wanita dengan Keluhan Benjolan Payudara yang Tak Teraba (Nonpalpable Mass) : Peran Ultrasonografi dan Mammografi sebagai Screening Diagnostik Majdawati, Ana
Mutiara Medika: Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Vol 8, No 2 (2008)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18196/mmjkk.v8i2.1478

Abstract

Breast neoplasma is the malignancy of the women that first number and caused highest mortality. We must think screening diagnostic to nonpalpable mass on the breast with have symptoms and rise facors. The case was diagnosed by anamnesis of the rise faktor, breast clinical examination, laboratory of BRCA1-2, imaging radiology and histopathology examination. Reported a woman, 44 years old, was menarche on 11 years old, pain in the left breast until upper extremity since two month ago. The craniocaudal and mediolateral position mammography were found multiple linier microcalsification in medioinferior aspect of left breast and not seen low/high density lession around it. Ultrasonography examination was found hypo echoic solid lesion, irreguler shape, ill define, weidht compare deep upper 1. The result of combination mammography and ultrasonography is suspect malignancy mass (BIRADS IV). Patient was operated and sent biopsy of the breast to examine histopathologic Anatomy laboratory. The result histopatholy is find Carcinoma ductal in situ and continued Modified Radical Mastectomy operation at all left breast. Then, the patient is continued chemoterapy and radioterapy treatment. The conclusion of this case report point that imaging radiology is important to diagnose screening. The mammography apperance is microcalsification and the ultrasound seem the hypoechoic lesion with ill define and deep per weidht one more pointed breast malignancy tumour. The Validity combination mammography and ultrasound high enough, with 91% of sensitivity and 98% of specivicity.. The early finding of breast screening can increase five survival rate in the patient.Tumor ganas payudara merupakan keganasan pada wanita yang menduduki peringkat teratas dan sebagai penyebab kematian yang tinggi. Tumor ganas payudara dini kadang tidak memberikan gej ala berupa terabanya massa (nonpalpable mass), sehingga perlu dipikirkan screening diagnostik dengan mempertimbangkan berbagai faktor risiko dan gejala klinis yang mendukung. Penegakan diagnosis pada kasus keganasan pada payudara meliputi anamnesis dengan menggali faktor risiko, pemeriksaan fisik payudara, laboratorium (BRCA.j 2), pemeriksaan penunjang radiologi dan histopatologi. Dilaporkan wanita, 44 tahun dengan menarche 11 tahun, keluhan payudara kiri nyeri dijalarkan sampai lengan dan puting lecet selama 2 bulan. Hasil pemeriksaan mammografi posisi craniocaudal (CC) danmediolateral oblique (MLO) didapatkan mikrokalsifikasi linier, 2 buah di aspekmedioinferior dan tak tampak lesi densitas tinggi/rendah pada kedua payudara. Hasil pemeriksaan ultrasonografi, tampak lesi solid hypoechoic dengan bentuk irreguler, batas tak tegas irreguler, perbandingan tebal dan lebar lesi lebih dari 1. Hasil kombinasi pemeriksaan ultrasonografi dan mammografi mengarahkan lesi malignancy sesuai BIRADS IV. Penderita dilakukan operasi dan durante operasi dilakukan biopsi jaringan yang dilanjutkan pemeriksaan histopatologi. Hasil pemeriksaan histopatologi menunjukkan carsinoma ductal insitu dan pada puting yang lecet juga menunjukkan sel ganas, sehingga dilakukan pengangkatan payudara kiri seluruhnya (Modified Radical Mastectomy) dilanjutkan terapi radiasi dan chemoterapi. Kasus ini menujukkan bahwa peran pencitraan radiologi untuk screening diagnosis kelainan payudara sangat penting. Gambaran mikrokalsifikasi pada mammografi dan lesi hypoechoic, batas tak tegas dengan perbandingan deep/weidht lebih dari 1 mengarahkan pada suatu keganasan dengan validitas diagnostik tinggi (sensitifitas 91% dan spesifisitas 98%). Deteksi dini terutama pada kasus nonpalpable mass pada payudara akan memperbaiki keberhasilan terapi dan meningkatkan angka harapan hidup penderita.
Peningkatan Visualisasi Appendix dengan Kombinasi Adjuvant Teknik Pemeriksaan Ultrasonografi pada Kasus Appendicitis Majdawati, Ana
Mutiara Medika: Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Vol 7, No 1 (s) (2007)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18196/mmjkk.v7i1 (s).1686

Abstract

To diagnose the appendicitis not easy, because in the fact we find many false positive appendicitis post surgery. Ultrasonography is modality that often choose because it has severe superiority, i.e : non invasif, safety, no radiation effect (safety for pregnant woman and children), cheap, easy, simple and need short time. The weakness Ultrasonography is depend on the operator, various appendix location each somebody. The aim of this literature reviews is to resume of various operator-dependent techniques to graded compression ultrasonography that is useful for allowing improved visualization of appendixes. The addition of various operator-dependent techniques to graded compression sonography i.e a posterior manual compression technique, upward graded compression technique, left oblique lateral decubitus position of body, low-frequency convex transducer (especially for obese poeple and gravid woman), the combination of gray scale and color doppler ultrasound can increase diagnostic accuracy of appendicitis (sensitivity, specitivity and accuracy more 99%). The addition of adjuvant technique of dependent operator that have most highly accuracy is a posterior manual compression technique and the lowest is Left oblique lateral decubitus position of body. The result of the research find appendicitis appearances in ultrasound that have most highly accuracy are blind ending tubular structure at the transversal or longitudinal section of ultrasound, diameter of wallthichness more 6 mm, non compressible, non peristaltic, vascularity increased around appendixes in color doppler ultrasound examination.Penegakan diagnosis appendicitis merupakan hal yang tidak mudah, karena kenyataannya di lapangan masih banyak angka positif palsu appendicitis post operasi. Ultrasonografi (USG) merupakan pemeriksaan yang paling sering dipilih sebagai modalitas diagnostik appendicitis karena mempunyai beberapa keunggulan, yaitu: non invasif, aman, efek radiasi tidak ada (aman bagi wanita hamil dan anak-anak), relatif murah dan mudah dilakukan, waktu yang diperlukan singkat. Kekurangannya pemeriksaan USG sangat tergantung ketrampilan pemeriksa, lokasi appendix yang bervariasi untuk tiap orang sehingga teknik pemeriksaan U SG sangat penting diperhatikan. Tujuan literature review ini adalah untuk merangkum berbagai teknik pemeriksaan USG untuk memvisualisasikan appendix sehingga dapat meningkatkan nilai diagnostik appendicitis. Berdasar literatur review ini dapat disimpulkan bahwa teknik graded kompresi dengan Adjuvant teknik pemeriksaan USG dependent operator yaitu: teknik manual posterior, teknik kompresi bertahap ke arah atas, teknik perubahan posisi Left Oblique Lateral Decubitus, penggunaan transducer konveks frekuensi rendah (terutama untuk orang yang obese dan wanita hamil), kombinasi USG gray scale dengan CDU dapat meningkatkan nilai akurasi diagnostik appendicitis (sensitifitas, spesifisitas dan akurasi hampir 99%). Beberapa teknik Adjuvant tersebut yang mempunyai nilai diagnostik tertinggi adalah teknik kompresi manual posterior, sedang yang terendah adalah teknik perubahan posisi tubuh (Left Oblique Lateral Decubitus). Gambaran USG pada appendix yang mengarah appendicitis yang mempunyai akurasi tinggi berdasar beberapa penelitian, adalah: tampak struktur tubular buntu (blind ending) pada potongan longitudinal dan transversal, diameter dinding lebih 6 mm, non compressible, aperistaltik, peningkatan aliran darah pada pemeriksaan CDU di daerah appendix.
Asosiasi Gambaran Tingkat Lesi Foto Toraks Penderita Klinis Tuberkulosis Paru dengan Diabetes Melitus Dibandingkan Non Diabetes Melitus Husein, Muhammad Fikri; Majdawati, Ana
Mutiara Medika: Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Vol 14, No 1 (2014)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tuberkulosis di Indonesia menjadi salah satu penyebab kematian terbanyak setelah penyakit jantung dan saluran pernafasan. Prevalensi tuberkulosis meningkat seiring dengan peningkatan prevalensi Diabetes Mellitus (DM). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara gambaran tingkat lesi foto toraks penderita klinis tuberkulosis paru dengan DM dibandingkan non DM di RS PKU Muham¬madiyah I Yogyakarta. Penelitian ini adalah observasional analitik dengan desain cross sectional menggu¬nakan data sekunder catatan rekam medis pasien RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta untuk semua kasus tuberkulosis periode Januari 2010-Desember 2012. Data rekam medis yang digunakan adalah penderita tuberkulosis paru dengan DM dan non DM yang memiliki hasil foto radiologi toraks. Hasil penelitian didapat 19 sampel tuberkulosis paru dengan DM perincian 6 sampel gambaran foto toraks lesi minimal, 10 sampel dengan lesi moderate, 3 sampel dengan lesi lanjut serta 23 sampel tuberkulosis paru non DM dengan perincian 17 sampel dengan gambaran foto toraks lesi minimal, 9 sampel dengan lesi moderat dan 6 sampel dengan lesi lanjut. Hasil analisis chi-kuadrat didapatkan nilai p 0,201 (>0,05, X2= 3,208 dan X2 tabel= 5,991 dengan db= 2). Disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan tingkatan lesi radiologi pada pasien tuberkulosis paru dengan DM dan non DM.Tuberculosis is one of the most common cause of death after heart disease and respiratory tract in Indonesia. The prevalence of tuberculosis increases with the increased prevalence of Diabetes Mellitus (DM). This research aims to know the correlation between chest x-ray imaging in patient with clinical manifestation of pulmonary tuberkulosis with DM and without DM and severity of lungs corresponding to the level of lesion in chest X-ray examination in RS PKU Muhammadiyah I Yogyakarta. This study is observational analytic cross-sectional design using secondary data patient’s medical records RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta for all tuberculosis cases from January 2010-December 2012. Medical record data used is a sample that includes pulmonary tuberculosis patients with DM and non DM having the photos radiology toraks. The results of research obtained 19 samples of pulmonary tuberculosis with Dia¬betes Mellitus 6 samples overview minimal radiographic lesions, 10 samples with moderate lesions, 3 samples with advanced lesions and 23 samples of non-pulmonary tuberculosis Diabetes Mellitus with 17 samples with minimal description of radiographic lesions, 9 samples with moderate lesions, and 6 samples with advanced lesions. After the data were analyzed by Chi square p value 0.201 obtained (> 0.05, X2= 3.208 and X2= 5.991 with tables db= 2. It can be concluded that there is no difference in the level of radiological lesions in patients with pulmonary tuberculosis Diabetes Mellitus and non-Diabetes Mellitus.
Uji Diagnostik Gambaran Lesi Foto Thorax pada Penderita dengan Klinis Tuberkulosis Paru Majdawati, Ana
Mutiara Medika: Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Vol 10, No 2 (2010)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Chest radiography is one of examination to diagnose lung TB. More lesions in chest radiography as infiltrate, fibroinfiltrate, cavitas, calcification, pleural effusion, etc. often find in chronic lung diseases, especially lung TB. The aim of this study to determine the sensitivity and spesificity of clinical symptoms and chest x-ray lesions. This is a retrospective study of medical record of polyclinic and hospitalized patient of Bantul District Hospital year 2010. Diagnostic test research methods are based on the gold standard smear of sputum. There are 100 samples, consisting of 50 with clinical TB and 50 without, aged 18-50 year old with chest X-ray and sputum smear examination. The result showed the most clinical symptoms of TB are bloody cough and shortness of breath. Photo radiography obtained 33 patients with lesions infiltrates, 18 patients a combination of more than 3 lesions, 4 patients with fibroinfiltrate and 45 patients without lesions. Sensitivity and specificity of clinical symptoms of TB 74.5%, 75.5%, photo- fibroinfiltrate chest infiltrates 83.3%, 24.4% and a combination of more than 3 lesions 87.5%, 13.3%. Summing up the sensitivity of clinical symptoms, infiltrates-fibroinfiltrate and a combination of more than 3 lesions is quite high (> 70%), whereas low specificity (<70%).Foto thorax merupakan salah satu penunjang diagnostik tuberkulosis (TB). Lesi pada foto thorax seperti infiltrat, fibrosis, kalsifikasi, kavitas, effusi pleura maupun kombinasi lesi sering dijumpai pada penyakit radang kronik paru, terutama TB. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui sensitifitas dan spesifisitas gejala klinis dan lesi foto thorax. Penelitian ini bersifat retrospektif dari catatan medik poliklinik dan bangsal RSUD Bantul tahun 2010. Ada 100 sampel, terdiri 50 dengan klinis TB dan 50 tanpa klinis TB, usia 18-50 tahun dengan foto thorax dan pemeriksaan sputum BTA. Metode penelitian uji diagnostik ini didasarkan pada baku emas sputum BTA. Hasil menunjukkan gejala klinis TB terbanyak adalah batuk berdarah dan sesak napas. Foto thorax didapatkan 33 pasien dengan lesi infiltrat, 18 pasien kombinasi lebih dari 3 lesi, 4 pasien dengan fibroinfiltrat dan 45 pasien tanpa lesi. Sensitifitas dan spesifisitas gejala klinis TB 74,5%, 75,5%, foto thorax infiltrat-fibroinfiltrat 83,3%, 24,4% dan kombinasi lebih 3 lesi 87,5%, 13,3%. Disimpulkan sensitifitas gejala klinis, infiltrat-fibroinfiltrat dan kombinasi lebih dari 3 lesi cukup tinggi (> 70%), sedangkan spesifisitasnya rendah (< 70%).
Peran Pemeriksaan Barium Enema pada Penderita Megacolon Congenital (Hirschprung Diseases) Majdawati, Ana
Mutiara Medika: Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Vol 9, No 2 (2009)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18196/mmjkk.v9i2.1606

Abstract

Hircshprung diseases (HD) occurred in a ratio of1:5000 live births with the objective of this literature review mortality of infant 80%, while that handled can reduce up to 30%. This Literature review have goal to early diagnose of HD with introduce sign and symptom, the apperance of HD in imaging radiology examination. HD diagnosis is confirmed by signs and symptoms, i.e. the fail use of issuing meconium at a newborn more than 24 hours, followed by bilious vomit, abdominal distention, and advanced condition or for older infant undergo irritable, grunting, and because of abdominal distention with Darm contour, Darm Steifung appearances. Result of the study indicates that the supporting examination with a role of directing the HD diagnosis was radiological imaging. In the smooth photographs of anteroposterior- supine, lateral-erect, and left lateral decubitus (LLD) positions, luminal dilatation of the colon appeared, while intestinal air was not seen at pelvic region with obstructive signs of low position. The barium enema examination was a selected one for HD with a diagnostic accuracy of approximately 90%. The exercise of HD diagnosis was made as a scoring system of eight radiological signs on the Barium enema examination. A scoring of the scoring system in the determination of HD diagnoses was: 1) scores 1-3, possibility of HD was 40% with low assessment criteria; 2) scores 4-5: possibility of HD 66% with moderate assessment criteria; and 3) scores 6-8: possibility of HD 100% with high assessment criteria. It is concluded that HD diagnosis was made as a scoring system of eight radiological signs on the Barium enema examination can reduce morbidity and mortality rate.Hirschprung diseases (HD) adalah kelainan kongenital tidak adanya sel-sel saraf parasimpatetik, yaitu aganglion intramural dan submucosa yang umumnya terjadi pada bagian distal colon yaitu rectum dan sebagian colon sigmoid. HD terjadi 1 kasus pada 5000 kelahiran hidup dengan angka mortalitas pada bayi yang tidak ditangani segera berkisar 80%, sedang yang ditangani dapat menurun sampai 30%. Tujuan penulisan literature review ini adalah mempelajari tanda dan gejala HD dan menentukan gambaran radiologi HD dari penelusuran beberapa jurnal penelitian, Penegakan diagnosis HD dari tanda dan gejala klinik yaitu kegagalan pengeluaran meconeum pada bayi baru lahir lebih 24 jam diikuti muntah bilous, distensi abdomen dan pada keadaan lanjut atau pada bayi yang lebih tua dapat berakibat iritable, nafas cepat (grunting) karena adanya distensi abdomen dengan gambaran Darm contour, Darm Steifung. Pemeriksaan penunjang yang berperan untuk mengarahkan diagnosis HD adalah pencitraan radiologi. Foto polos abdomen posisi anteroposterior-supine, Lateral-errect dan Left Lateral Decubitus (LLD), tampak dilatasi lumen colon dan tak tampak udara usus pada regio pelvic dengan tanda-tanda obstruksi letak rendah. Pemeriksaan barium enema merupakan pemeriksaan pilihan pada HD dengan akurasi diagnostik sekitar 90%. Penelitian tahun 1996 oleh A.N.O’Donovan, et al penegakan diagnosis HD dibuat sistem skoring dari 8 tanda radiologi pada pemeriksaan Barium enema, yaitu: 1). zona transisional, 2). kontraksi irreguler, 3). index rectosigmoid ( lebar maximum rectum dibagi lebar maximum sigmoid ; abnormal jika kurang dari 1, 4). spasmus, 5). adanya gambaran cobble stone mukosa pada WSCE (Water Soluble Contrast Enema), 6). mukosa irreguler, 7). mukosa yang bergerigi dan 8). retensi kontras (evakuasi lambat setelah 24 jam). Penilaian sistem skoring dalam menentukan diagnostik HD adalah: 1). Nilai 1-3 : kemungkinan HD 40% dengan kriteria penilaian rendah; 2). Nilai 4-5 : kemungkinan HD 66% dengan kriteria penilaian sedang; 3). Nilai 6-8 : kemungkinan HD 100% dengan kriteria penilaian tinggi. Kesimpulannya bahwa penegakan diagnosis HD dengan mengenali tanda dan gejala serta gambaran pemeriksaan barium enema dengan sistem skoring dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian penderita HD.
Hubungan gambaran ultrasonografi ginjal dengan laju Filtrasi Glomerulus (GFR) pada penderita gangguan ginjal Majdawati, Ana
Jurnal Kedokteran YARSI Vol 17, No 1 (2009): JANUARI - APRIL 2009
Publisher : Lembaga Penelitian Universitas YARSI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (241.453 KB) | DOI: 10.33476/jky.v17i1.199

Abstract

The aim of this research was to understand the correlation betwen renal ultrasonography examination and Glomerular Filtration Rate (GFR) in renal diseases patients that were referred to renal ultrasonografi at Radiology instalation, Sardjito Hospital. The subjects were patients with renal disorders treated from July 2008 until July 2009 that were fit to inclusion and exclusion criteria. The inclusion criteria were age 20-65 years old, normal body weight (Body Mass Index 18,5-22,9 kg/m ), and normal serum creatinin. The exclusion criteria were patients with renal congenital anomali and renal trauma. The independent variables were size, echostructure, borderline betwen cortex and medulla, pyelocaliceal system and another abnormal image such as stone, mass. The dependent variable was GFR (Schwartz). Chi square was employed to analyze correlation betwen independent and dependent variables. The result showed that significant correlation was observed between renal function (GFR) to size (p= 0,012); echostructure (p=0,000); cortex-medulla border (p= 0,004) and pyelocaliceal system (p= 0,01). On the other hand, renal stone and mass showed no corelation to renal function (GFR), p=0,670. It was suggested that further studies were still required to increase the accuracy of renal ultrasonography in clarifying the correlation between renal function to renal artery resistive index by using doppler ultrasonography.
The Radiology Characteristic of Pleural Thickening Lesion: Mesothelioma Compared to the Other Pleural Diseases Majdawati, Ana
Mutiara Medika: Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Vol 18, No 2: July 2018
Publisher : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18196/mm.180219

Abstract

Mesothelioma is a malignancy pleural mass characterized by pleural thickening, that difficult to distinguish from other pleural disorders, such as infection, asbestosis, pleural effusion/empyema. This case report is interesting and important because chest x-ray and chest CT have characteristics of pleural abnormalities that can be used as guidelines for the diagnosis of Mesothelioma. A 56 years old woman with cough, chest pain and breathlessness since a few days ago, and it was getting worse. In the chest auscultation, vesicular voices weaken in both lungs. In chest x ray finding a thin opacity on both hemithorax. The left sinus costophrenicus was blunt. Chest CT finding a pleural thickening in the posterobasal of the chest wall and disseminating to the mediastinum –paraaortic and found an osteodestruction of rib bones. Pleural thickening is circumferensial, lobulated, irregular nodular opasities and calsification. The histopathology is malignant epitheloid cell forms a cohesive nest, glandular structure and a lot of micropapillae in accordance with malignant mesothelioma. Malignant pleural thickening has lesion characteristic of “irregular nodular opacities” on the periphery with or without pleural effuse in chest x ray and in chest CT shows the form of lesions are circumferential, lobulated, encase lung parenchyma.
HUBUNGAN PENEBALAN DINDING KANDUNG KEMIH PADA ULTRASONOGRAFI DENGAN NITRIT URIN PADA PENDERITA KLINIS SISTITIS Majdawati, Ana
Jurnal Kedokteran YARSI Vol 20, No 1 (2012): JANUARI - APRIL 2012
Publisher : Lembaga Penelitian Universitas YARSI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (186.136 KB) | DOI: 10.33476/jky.v20i1.155

Abstract

Infeksi Saluran Kemih (ISK) merupakan infeksi berupa pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroorganisme dalam  saluran kemih yang meliputi ginjal sampai kandung kemih, salah satu jenis ISK adalah sistitis. Ultrasonografi (USG) dasawarsa terakhir ini merupakan pemeriksaan yang sering digunakan sebagai pilihan penunjang diagnostik pada beberapa kasus yang berhubungan dengan ISK. Pemeriksaan nitrit urin diperlukan untuk mengetahui ada tidaknya bakteriuria. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara penebalan dinding kandung kemih pada pemeriksaan USG dengan nitrit urin pada penderita dengan klinis ISK. Desain penelitian ini adalah observasional dengan studi cross sectional dengan menggunakan data sekunder dari catatan rekam medis pasien RS PKU Muhammadiyah 1-2 Yogyakarta untuk semua kasus ISK periode 1 Juli 2010 sampai 31 Agustus 2011. Data rekam  medis yang digunakan adalah subyek penelitian dengan suspek ISK yang mempunyai hasil laboratorium urin rutin (nitrit urin) dan tebal dinding kandung kemih potongan transversal dan longitudinal pada pemeriksaan USG. Hasil analisa data dengan uji Chi-Square didapatkan nilai p (0,190) 0,05, CI 0,555 ? 14,119. Dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara penebalanUSG kandung kemih dengan hasil pemeriksaan sedimen urin leukosit. Infeksi Saluran Kemih (ISK) merupakan infeksi berupa pertumbuhan danperkembangbiakan mikroorganisme dalam  saluran kemih yang meliputi ginjalsampai kandung kemih, salah satu jenis ISK adalah sistitis. Ultrasonografi(USG) dasawarsa terakhir ini merupakan pemeriksaan yang sering digunakansebagai pilihan penunjang diagnostik pada beberapa kasus yang berhubungandengan ISK. Pemeriksaan nitrit urin diperlukan untuk mengetahui ada tidaknyabakteriuria.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antarapenebalan dinding kandung kemih pada pemeriksaan USG dengan nitrit urinpada penderita dengan klinis ISK. Desain penelitian ini adalah observasionaldengan studi cross sectional dengan menggunakan data sekunder dari catatanrekam medis pasien RS PKU Muhammadiyah 1-2 Yogyakarta untuk semuakasus ISK periode 1 Juli 2010 sampai 31 Agustus 2011. Data rekam  medisyang digunakan adalah subyek penelitian dengan suspek ISK yang mempunyaihasil laboratorium urin rutin (nitrit urin) dan tebal dinding kandung kemih potongan transversal dan longitudinal pada pemeriksaan USG. Hasil analisa data dengan uji Chi-Square didapatkan nilai p (0,190) 0,05, CI 0,555 ?14,119. Dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara penebalanUSG kandung kemih dengan hasil pemeriksaan sedimen urin leukosit.
Hubungan Penebalan Dinding Kandung Kemih pada Ultrasonografi dengan Sedimen Urin Leukosit pada Penderita Klinis Infeksi Kandung Kemih Majdawati, Ana; Amna, Faza Khilwan
Mutiara Medika: Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Vol 12, No 1 (2012)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18196/mmjkk.v12i1.995

Abstract

Infeksi Saluran Kemih (ISK) merupakan infeksi berupa pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroorganisme dalam saluran kemih yang meliputi ginjal sampai kandung kemih,diantaranya Sistitis ( infeksi kandung kemih). Ultrasonografi (USG) dasawarsa terakhir ini merupakan pemeriksaan yang sering digunakan sebagai pilihan penunjang diagnostik pada beberapa kasus yang berhubungan dengan infeksi kandung kemih. Sedimen urin leukosit merupakan pemeriksaan semikuantitatif sebagai penunjang diagnosis Sistitis dengan acuan kadar sedimen urin leukosit positif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan penebalan dinding kandung kemih pada pemeriksaan USG dengan sedimen urin leukosit pada penderita dengan klinis Sistitis. Desain penelitian ini observasional dengan studi cross sectional,menggunakan data sekunder dari catatan rekam medis pasien RS PKU Muhammadiyah I-II Yogyakarta untuk semua kasus ISK periode 1 Juli 2010 sampai 31 Agustus 2011. Data rekam medis yang digunakan adalah subyek penelitian dengan suspek infeksi kandung kemih yang mempunyai hasil laboratorium urin (sedimen urin lekosit) dan tebal dinding kandung kemih potongan transversal dan longitudinal pada pemeriksaan USG. Hasil analisis data dengan uji chi square didapatkan nilai p 0,631, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan penebalan dinding kandung kemih pada USG dengan hasil pemeriksaan sedimen urin leukosit.Urinary Tract Infection (UTI) is a form of infection that involve growth and proliferation of microorganisms in the urinary tract includes kidney to the bladder, one type of UTI is cystitis (bladder infection). Ultrasonography (USG) examination in the last decade is frequently used as a diagnostic support in some cases associated with bladder infection. Examination of leukocyte urine sediment is a semiquantitative test that could be supporting a diagnosis of bladder infection with reference levels of urine sediment positive leukocytes. This study aims to determine the relationship between bladder wall thickening on ultrasonography with urine sediment of leukocytes in patients with clinical bladder infection. The study design was observational with cross sectional study using secondary data from the medical records of PKU Muhammadiyah Hospital of Yogyakarta I-II for all cases of Urinary Tract Infection in the period July 1, 2010 until August 31, 2011. Medical record data used in this study were research subjects with suspected bladder infection who had a urine laboratory results (urine sediment leucocytes) and bladder wall thickness transverse and longitudinal cuts on ultrasound examination. The results of data analysis with Chi-Square test p-value obtained 0.631. There is no relationship between the thickening of the bladder on  ultrasonography with urine sediment leukocyte.Â