Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

PENGALOKASIAN RISIKO DALAM PEMBIAYAAN PROYEK BERBASIS SUKUK GUNA MEWUJUDKAN KEMUDAHAN BERUSAHA Fadzlurrahman Fadzlurrahman; Lastuti Abubakar
Jurnal Jurisprudence Vol 9, No 2 (2019): Vol. 9, No. 2, Desember 2019
Publisher : Muhammadiyah University Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23917/jurisprudence.v9i2.8073

Abstract

Tujuan: Artikel ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pembiayaan proyek yang dilakukan menggunakan sukuk tabungan seri ST-003 underlaying asset proyek dalam APBN Tahun 2019. Penggunaan sukuk dalam pembiayaan proyek akan berdampak pada kemudahan dalam berusaha di Indonesia dan lebih dikenal dengan EoDB. Metodologi: Metode yang digunakan dalam penelitian ini termasuk penelitian yang melakukan kegiatan kajian literatur. Sedangkan dalam penyusunan artikel ini menggunakan metodologi pendekatan yuridis normatif, yaitu penelitian hukum yang menitikberatkan pengkajian terhadap data dari mengumpulkan dan mempelajari buku-buku, dokumen-dokumen resmi, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan dan seterusnya guna mendapatkan data sekunder. Temuan: Adanya Peraturan Pemerintah No. 56 Tahun 2011 tentang Pembiayaan Proyek Melalui Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara dan di ikuti dengan peraturan pelaksana dalam Peraturan Menteri No. 113/PMK.08/2013 guna mendorong pertumbuhan ekonomi melalui sektor investasi dan pembangunan infrastruktur. Pembangunan infrastruktur yang baik akan berdampak pada kemudahan dalam berusaha di Indonesia. Ease of Doing Buisness (EoDB) atau yang lazim dikenal dengan kemudahan dalam berusaha di suatu negara merupakan patokan terhadap suatu negara bagi investor yang akan menanamkan modalnya di negara tujuan investasinya. Lancarnya suatu pembiayaan proyek tidak terlepas dari alokasi risiko yang baik. Kegunaan: Penelitian ini bermanfaat dalam mengalokasikan risiko dalam pembiayaan proyek yang dilakukan menggunakan sukuk tabungan seri ST-003 underlaying asset proyek dalam APBN Tahun 2019. Kebaruan/Orisinalitas: Risiko dalam pembiayaan proyek merupakan bentuk dari prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan dana dalam investasi yang di sediakan oleh pemerintah guna pembangunan infrastruktur. Dana yang dikeluarkan dari sukuk merupakan dana yang dihimpun dari masyarakat dan negara sebagai pengelola dirasa perlu berhati-hati dalam pengelolaannya. Keywords: Pembiayaan Proyek, Sukuk, EoDB, Alokasi Risiko
Penerapan Prinsip Kehati-Hatian Terhadap Kepatuhan Syariah Oleh Penyelenggara Teknologi Finansial Fadzlurrahman Fadzlurrahman; Etty Mulyati; Helza Nova Lita
Jurnal Hukum Ekonomi Syariah Vol 4, No 02 (2020): JURNAL HUKUM EKONOMI SYARIAH (DESEMBER 2020)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26618/j-hes.v4i02.4213

Abstract

Prinsip utama dalam lembaga keuangan adalah prinsip kehati-hatian. Prinsip kehati-hatian sering kali diartikan secara sempit karena hanya melihat kehati-hatian dalam memberikan pembiayaan. Penerapan prinsip kehati-hatian terbagi menjadi tiga, yaitu kehati-hatian terhadap lembaga keuangan syariah itu sendiri, kehati-hatian dalam memberikan pembiayaan, dan kehati-hatian yang dibebankan kepada organ perusahaan dalam menjaga kepercayaan nasabah. Peran penting Dewan Pengawas Syariah dalam Fintech Syariah adalah mengawal penerapan Prinsip Syariah dalam menjalankan pembiayaan yang dipadukan dengan teknologi. Peraturan AAOIFI dan IFSB mewajibkan ada Dewan Pengawas Syariah di perusahaan syariah. Perkembangan teknologi juga membutuhkan sumber daya manusia yang lebih kompeten dalam menghadapi perkembangan teknologi. Persoalan yang akan diangkat adalah bagaimana kesiapan negara-negara yang menggunakan sistem syariah untuk menerapkan prinsip  kehati-hatian dalam membangun sharia compliance terutama dalam teknomogi finansial. Dalam memaksimalkan peran Dewan Pengawas Syariah perlu memperhatikan independensi, kompetensi, ketekunan, kompensasi, dan dukungan perusahaan. Keberadaan Dewan Pengawas Syariah di beberapa negara seperti Indonesia, Malaysia, dan Pakistan patut menjadi bahan perbandingan guna memaksimalkan Dewan Pengawas Syariah. Dewan Pengawas Syariah Indonesia masih berbentuk lembaga yang terpisah dari pemerintah, berbeda dengan Malaysia dan Pakistan yang sudah ada di pemerintahan sehingga pelaksanaan fatwa yang dikeluarkan dapat memiliki kekuatan hukum mengikat.