Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

Pengaruh jumlah gula dan CMC terhadap mutu sirup seledri Mahyu Danil; Nurul Sakinah; M Nuh; Wan Bahroni Jiwar Barus; Miranti Miranti; Susan Novrini
AGRILAND Jurnal Ilmu Pertanian Vol 9, No 3 (2021): Agriland: Jurnal Ilmu Pertanian
Publisher : Universitas Islam sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30743/agr.v9i3.5004

Abstract

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium THP Fakultas Pertanian UISU. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan dua (2) ulangan. Faktor I : Jumlah Gula (G) yang terdiri atas empat taraf : G1 (55%), G2 (60%), G3 (65%), G4 (70%). Faktor II : Jumlah CMC (C) yang terdiri atas empat taraf : C1 (0%), C2 (0,5%), C3 (1%), C4 (1,5%). Parameter yang diamati meliputi TSS, kadar vitamin C, tinggi endapan, organoleptik rasa, dan organoleptik aroma. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah gula berpengaruh berbeda sangat nyata terhadap TSS, kadar vitamin C dan nilai organoleptik aroma dan rasa, dan berbeda tidak nyata terhadap tinggi endapan
Pengaruh suhu dan lama pengeringan terhadap kualitas Mie Tiaw kering Wan Bahroni Jiwar Barus
AGRILAND Jurnal Ilmu Pertanian Vol 7, No 2 (2019): AGRILAND: Jurnal Ilmu Pertanian
Publisher : Universitas Islam sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (476.05 KB) | DOI: 10.30743/agr.v7i2.2005

Abstract

Mie tiaw adalah sejenis mie tionghoa berwarna putih yang terbuat dari beras, dapat digoreng atau berkuah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui suhu dan lama pengeringan yang terbaik untuk mendapatkan kualitas mie tiaw kering yang sama dengan mie tiaw segar. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap factorial dua ulangan yang terdiri atas dua faktor perlakuan, yaitu suhu pengeringan (S) terdiri atas empat taraf: 60 ˚C (S1), 70 ˚C (S2), 80 ˚C (S3), 90 ˚C (S4), dan lama pengeringan (L) yang terdiri atas empat taraf: 2 jam (L1), 4 jam (L2), 6 jam (L3), 8 jam (L4). Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk mendapatkan mie tiaw kering dengan kualitas terbaik dibutuhkan suhu pengeringan 70 ˚C dengan lama pengeringan 6 jam agar didapatkan kadar air, lama pelunakan, dan nilai uji organoleptik rasa, aroma dan warna yang baik.
Pengaruh Substitusi Kacang Kedelai dengan Kacang Tunggak dan Lama Fermentasi Terhadap Mutu Tempe Susan Novrini; Mahyu Danil; Wan Bahroni Jiwar Barus; Surya Dharma
AGRILAND Jurnal Ilmu Pertanian Vol 11, No 2 (2023): Agriland: Jurnal Ilmu Pertanian
Publisher : Universitas Islam sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30743/agr.v11i2.7824

Abstract

Tempe merupakan produk fermentasi yang tidak dapat bertahan lama. Setelah dua hari, tempe akan mengalami pembusukan sehingga tidak dapat dikonsumsi oleh manusia. Selama proses fermentasi kedelai menjadi tempe, akan dihasilkan antibiotika yang akan mencegah penyakit perut seperti diare. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Fakultas Pertanian UISU. Model  rancangan  yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL)  faktorial yang  terdiri  atas  dua faktor  utama yaitu : Faktor  I: Substitusi Kacang Kedelai dengan Kacang Tunggak (K) terdiri atas 4 taraf perlakuan yaitu : K1  =  100% kacang kedelai : 0% kacang tunggak, K2  =  80% kacang kedelai : 20% kacang tunggak, K3  =  60% kacang kedelai : 40 % kacang tunggak, K4  =  40% kacang kedelai : 60% kacang tunggak. Faktor  II: Lama Fermentasi  (F) yang  terdiri atas 4 taraf yaitu : F1  =  2 hari, F2  =  3 hari, F3  =  4 hari, F4  =  5 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa substitusi kacang kedelai dan kacang tunggak berpengaruh berbeda sangat nyata (P0.01) terhadap kadar protein dan organoleptik rasa, namun berpengaruh tidak nyata (P0.05) terhadap kadar air, kadar abu dan tekstur/kekompakan. Lama fermentasi berpengaruh berbeda sangat nyata (P0.01) terhadap kadar protein dan organoleptik rasa, namun berpengaruh tidak nyata (P0.05) terhadap kadar air, kadar abu dan tekstur/kekompakan. Interaksi perlakuan berpengaruh tidak nyata (P0.05) terhadap seluruh parameter yang diamati.
Pengaruh Konsentrasi Natrium Metabisulfit dan Lama Perendaman Terhadap Mutu Tepung Biji Alpukat (Persea americana Mill) Miranti Miranti; Mahyu Danil; Dedi Suhardianto; Wan Bahroni Jiwar Barus; Aprilawati Sitompul
AGRILAND Jurnal Ilmu Pertanian Vol 11, No 2 (2023): Agriland: Jurnal Ilmu Pertanian
Publisher : Universitas Islam sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30743/agr.v11i2.7718

Abstract

Biji buah alpukat sampai saat ini hanya dibuang sebagai limbah. Padahal didalam biji alpukat mengandung zat pati yang cukup tinggi, yakni sekitar 23%. Hal ini memungkinkan biji alpukat sebagai alternatif sumber pati. Biji alpukat mengandung polifenol, flavonoid, triterpenoid, kuinon, saponin, tannin, monoterpenoid dan seskuiterpenoid. Rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan dua (2) ulangan. Faktor I adalah konsentrasi natrium metabisulfit dengan sandi “K” terdiri atas 4 taraf : K1 = 0 ppm, K2 = 500 ppm, K3 = 1000 ppm, K4 = 1500 ppm. Faktor II adalah lama perendaman dengan sandi “L” terdiri atas  4 taraf : L1 = 2 jam , L2 = 4 jam,    L3 = 6 jam, L4 = 8 jam. Parameter yang diamati adalah  kadar air, rendemen, kadar protein, kadar abu, kadar serat dan nilai organoleptik warna. Hasil penelitian menunjukkan pengaruh konsentrasi natrium metabisulfit dan lama perendaman  dapat diambil kesimpulan bahwa konsentrasi natrium metabisulfit  berpengaruh  berbeda sangat nyata (P0.01) terhadap nilai organoleptik warna, lama perendaman  berpengaruh berbeda sangat nyata (P0.01) terhadap  kadar air, rendemen, kadar protein  dan  nilai organoleptik warna, dan interaksi perlakuan konsentrasi natrium metabisulfit dan lama perendaman berpengaruh berbeda sangat nyata (P0.01) terhadap nilai organoleptik warna. Untuk memperoleh tepung biji alpokat yang bermutu baik disarankan menggunakan konsentrasi natrium metabisulfit 1500 ppm  dan lama perendaman 8  jam karena menghasilkan rendemen yang tinggi dan warna yang disukai
PEMANFAATAN SAMPAH ORGANIK SEBAGAI BAHAN MAGOT UNTUK PAKAN TERNAK KEPADA WARGA DESA TUMPATAN NIBUNG KECAMATAN BATANG KUIS Mhd. Rizwan; Mahyu Danil; Miranti Miranti; Mhd. Nuh; Wan Bahroni Jiwar Barus
Jurnal Pengabdian Mitra Masyarakat Vol 3, No 2 (2024): Edisi Maret
Publisher : Universitas Islam Sumatear Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30743/jurpammas.v3i2.9734

Abstract

Masalah sampah merupakan tanggung jawab seluruh masyarakat, karena semuanya ikut andil dalam membuang sampah, entah itu membuang sampah pada tempatnya, tidak pada tempatnya, atau bahkan membuang sampah ke sungai. Karena jika kita tidak membersihkan sampah yang berserakan atau membuang sampah sembarang, maka sampah tersebut akan jadi sebuah wabah penyakit juga akan menimbulkan banjir karena selokan yang mampet, atau sungai yang sudah penuh oleh sampah. Maggot adalah organisme yang berasal dari telur lalat Solder Fly. Maggot BSF memiliki kandungan protein sekitar 32,31% - 60,20%, sehingga dapat digunakan sebagai alternatif bahan abku sumber protein hewani untuk mengurangi ketergantungan terhadap tepung ikan dalam pembuatan pakan ternak. Maggot bermanfaat bagi kehidupan sehari hari dalam hal penguraian sampah terutama sampah organik rumah tangga. Sampah organik jika tidak di tangani maka akan menimbulkan banyak masalah seperti bau yang kurang mengenakkan. Sampah organik rumah tangga  dapat dimanfaatkan menjadi pakan dari maggot. Maggot dapat dimanfaatkan sebagai usaha sampingan sebagai pakan ternak dengan nutrisi yang sangat tinggi.
PELATIHAN PEMBUATAN ABON IKAN LELE KEPADA IBU-IBU PKK DAN MASYARAKAT DI LINGKUNGAN PTPN III GUNUNG PAMELA SUMATERA UTARA Miranti Miranti; Mahyu Danil; Muhammad Nuh; Wan Bahroni Jiwar Barus; Susan Novrini
Jurnal Pengabdian Mitra Masyarakat Vol 2, No 1 (2022): Edisi September
Publisher : Universitas Islam Sumatear Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30743/jurpammas.v2i1.6016

Abstract

Shredded catfish is an instant, fast and practical food that uses catfish meat as the main raw material which is added with spices and then fried. Shredded catfish product is an alternative to extend the shelf life and increase its economic value. In the PTPN III Gunung Pamela, North Sumatra environment, many people in PTPN III Gunung Pamela have catfish ponds, so it is possible to empower the surrounding community to become Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) so that they can improve the community's economy. The shredded catfish product has its own advantages compared to other shredded fish, namely it has high nutrients, especially protein, while the cholesterol level is low, besides that it also contains leucine and lysine.