Masykur Wahid
IAIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Resolusi Konflik dan Islam Nusantara: Memromosikan Dialog antar Budaya dan Rekognisi Sosial Masykur Wahid
Refleksi Vol 15, No 2 (2016): Refleksi
Publisher : Faculty of Ushuluddin Syarif Hidayatullah State Islamic University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (391.512 KB) | DOI: 10.15408/ref.v15i2.10164

Abstract

This paper is a philosophical study about conflicts resolution and Islam Nusantara among multicultural societies. This article discusses the relationships between individuals who produce social conflicts of ethnic and religious nuance. Referring to the theory of multiculturalism from Bhikhu Parekh, literature study method, phenomenology of religious life method, and critical reflection method, it is concluded that the social conflicts (a) emerged from an individual behavior that interprets moral and cultural in different view; and (b) happened in countries that provide political uniformity. These social conflicts should be cultivated by an individual through cultural dialogues and the actions of intercultural dialogue and social recognition. The dialogue is expected to rediscover harmony in social life.
AGAMA, ETNISITAS DAN RADIKALISME Masykur Wahid
Al Qalam Vol 25 No 3 (2008): September - December 2008
Publisher : Center for Research and Community Service of UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten-Serang City-Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1335.966 KB) | DOI: 10.32678/alqalam.v25i3.1692

Abstract

Tradisi radikalisme lahir dari gejolak pemberontakan yang ditujukan kepada penguasa (politik) atau kelompok berkuasa (ekonomi) untuk cita-cita atau harapan terciptanya keadilan. Atas dasar ideologi gerakan, radikalisasi sosial "Wong Sala" setidaknya terbagi menjadi dua, yaitu pertama, kelompok kiri yang digerakkan oleh masyarakat buruh atau kelompok yang menginginkan adanya keadilan ekonomi. Kedua, kelompok kanan yang dilandasi dengan semangat agama (Islam) melawan hegemoni negara. Kelompok kedua ini muncul akibat kebijakan pemerintah yang diskriminatif terhadap kelompok-kelompok Islam.Masyarakat Kota Sala adalah prototipe masyarakat Indonesia yang plural baik etnis, agama maupun budaya. Beberapa tradisi berkembang di kota ini dengan latar belakang agama: Islam, Kristen, Hindu, Budha, Konghuchu. Dua komunitas yang dominan,yaitu Islam dan Kristen. Etnisitas Kota Sala terdiri dari Jawa (Sala dan pendatang), Tionghoa (China), Minang, Sunda, dan lain-lain. Sala dikenal sebagai salah satu 'ibu kota' kebudayaan Jawa, pusat berkembangnya tradisi Jawa. Meskipun demikian, sebagai kota penting sejak periode Jawa kuno, Kota Sala menyedot banyak pedagang untuk mengembangkan bisnis dan investasi, di antanya komunitas etnis Tionghoa yang mendominasi perdagangan di Kota Sala. Etnis ini menjadi sasaran kerusuhan Mei 1998.Radikalisasi sosial muncul akibat ketimpangan sosial dambaan masyarakat lapis bawah atas munculnya 'ratu adil' menciptakan kelompok sosial yang kritis dan cenderung melawan kekuasaan. Mereka pada awalnya membentuk kekuatan melawan hegemoni kelompok feodal yang berkolaborasi dengan pemerintah kolonial, tidak didasari dengan elemen nasionalisme tetapi ketidakpuasan atas berbagai kebijakan yang menyudutkan posisi masyarakat. Karena itu, pluralitas masyarakat Kota Sala perlu dilihat sebagai bagian dari proses natural yang harus dijaga keseimbangannya. Eksistensi penguasaha Cina, Muslim dan masyarakat berbeda agama dan keyakinan baik Muslim, Kristen, abangan menunjukkan fenomena masyarakat yang terbentuk selama ratusan tahun. Kondisi ini menjadi tantangan bagi bangsa Indonesia ke depan, misalnya bagaimana pendidikan Islam mulai memperkenalkan kehidupan yang toleran.
Sunda Wiwitan Baduy: Agama Penjaga Alam Lindung di Desa Kanekes Banten Masykur Wahid
el Harakah: Jurnal Budaya Islam Vol 13, No 2 (2011): EL HARAKAH
Publisher : UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (213.452 KB) | DOI: 10.18860/el.v0i0.1888

Abstract

Baduy-style Islamic is pronounced with syahadat and practiced with tapa to maintain and preserve the natural heritage, karuhun. Tapa of Baduy is working in the fields to plant rice as a form to practice Islamic teachings, by mating the goddess of rice to the earth. Baduy’s action was guided by the pikukuh, custom, following the buyut, taboo. Religious teachings, tapa, pikukuh and buyut have shaped simple personalities Baduy people in maintaining the Kanekes natural conservation. Thus, welfare and peace can be felt by mankind. This paper describes the system of religion and religious rituals Sunda Wiwitan. In the perspective of religion phenomenology issue, the phenomena are studied using direct observation method and in-depth interviews. One of the finding illustrated that the Baduy people’s faith and obedience to God appears in their actions in taking care of forests, rivers and mountain to life in harmony. Their faith is not in the form of memorizing or interpreting old religious scripture. Furthermore, worship rituals are practiced by working in the fields under custom rules guidance and abiding the taboo to have successful harvest and prosperous people. Worship is not intended to become a respected man or benefactor. This is the Sunda Wiwitan people with life perspective of maintaining the Kanekes natural conservation.Islam ala Baduy diucapkan dengan syahadat dan diamalkan dengan tapa untuk menjaga dan melestarikan alam warisan karuhun, nenek moyang. Tapa Baduy adalah bekerja di ladang dengan menanam padi sebagai amalan ajaran agama, mengawinkan dewi padi dengan bumi. Tindakan masyarakat Baduy itu berpedoman kepada pikukuh, aturan adat, dengan mematuhi buyut, tabu. Ajaran agama, tapa, pikukuh dan buyut telah mengkonstruksi pribadi-pribadi Baduy yang sederhana dalam menjaga alam lindung Kanekes. Sehingga, kesejahteraan dan kedamaian dapat dirasakan oleh umat manusia. Tulisan ini memaparkan sistem religi dan ritual keagamaan Sunda Wiwitan. Dalam perspektif fenomenologi agama permasalahan itu dikaji dengan metode observasi terlibat langsung dan wawancara mendalam. Ditemukan jawaban bahwa keimanan dan ketaatan umat Baduy kepada Allah tampak dalam tindakan mereka menjaga hutan, sungai dan gunung hidup harmoni. Keimanannya bukan dalam hafalan ataupun penafsiran kitab suci. Sedangkan, 2 ibadah ritualnya dipraktikkan lewat bekerja di ladang dengan aturan adat dan patuh pada tabu supaya panen berhasil dan umat sejahtera. Ibadahnya bukan ingin menjadi manusia yang dihormati ataupun dermawan. Inilah umat Sunda Wiwitan dengan pandangan hidup menjaga alam lindung Kanekes
Sunda Wiwitan Baduy: Agama Penjaga Alam Lindung di Desa Kanekes Banten Masykur Wahid
el Harakah: Jurnal Budaya Islam Vol 13, No 2 (2011): EL HARAKAH
Publisher : UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18860/el.v0i0.1888

Abstract

Baduy-style Islamic is pronounced with syahadat and practiced with tapa to maintain and preserve the natural heritage, karuhun. Tapa of Baduy is working in the fields to plant rice as a form to practice Islamic teachings, by mating the goddess of rice to the earth. Baduy’s action was guided by the pikukuh, custom, following the buyut, taboo. Religious teachings, tapa, pikukuh and buyut have shaped simple personalities Baduy people in maintaining the Kanekes natural conservation. Thus, welfare and peace can be felt by mankind. This paper describes the system of religion and religious rituals Sunda Wiwitan. In the perspective of religion phenomenology issue, the phenomena are studied using direct observation method and in-depth interviews. One of the finding illustrated that the Baduy people’s faith and obedience to God appears in their actions in taking care of forests, rivers and mountain to life in harmony. Their faith is not in the form of memorizing or interpreting old religious scripture. Furthermore, worship rituals are practiced by working in the fields under custom rules guidance and abiding the taboo to have successful harvest and prosperous people. Worship is not intended to become a respected man or benefactor. This is the Sunda Wiwitan people with life perspective of maintaining the Kanekes natural conservation.Islam ala Baduy diucapkan dengan syahadat dan diamalkan dengan tapa untuk menjaga dan melestarikan alam warisan karuhun, nenek moyang. Tapa Baduy adalah bekerja di ladang dengan menanam padi sebagai amalan ajaran agama, mengawinkan dewi padi dengan bumi. Tindakan masyarakat Baduy itu berpedoman kepada pikukuh, aturan adat, dengan mematuhi buyut, tabu. Ajaran agama, tapa, pikukuh dan buyut telah mengkonstruksi pribadi-pribadi Baduy yang sederhana dalam menjaga alam lindung Kanekes. Sehingga, kesejahteraan dan kedamaian dapat dirasakan oleh umat manusia. Tulisan ini memaparkan sistem religi dan ritual keagamaan Sunda Wiwitan. Dalam perspektif fenomenologi agama permasalahan itu dikaji dengan metode observasi terlibat langsung dan wawancara mendalam. Ditemukan jawaban bahwa keimanan dan ketaatan umat Baduy kepada Allah tampak dalam tindakan mereka menjaga hutan, sungai dan gunung hidup harmoni. Keimanannya bukan dalam hafalan ataupun penafsiran kitab suci. Sedangkan, 2 ibadah ritualnya dipraktikkan lewat bekerja di ladang dengan aturan adat dan patuh pada tabu supaya panen berhasil dan umat sejahtera. Ibadahnya bukan ingin menjadi manusia yang dihormati ataupun dermawan. Inilah umat Sunda Wiwitan dengan pandangan hidup menjaga alam lindung Kanekes