Masykur Wahid
IAIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search
Journal : ALQALAM

AGAMA, ETNISITAS DAN RADIKALISME Masykur Wahid
Al Qalam Vol 25 No 3 (2008): September - December 2008
Publisher : Center for Research and Community Service of UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten-Serang City-Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1335.966 KB) | DOI: 10.32678/alqalam.v25i3.1692

Abstract

Tradisi radikalisme lahir dari gejolak pemberontakan yang ditujukan kepada penguasa (politik) atau kelompok berkuasa (ekonomi) untuk cita-cita atau harapan terciptanya keadilan. Atas dasar ideologi gerakan, radikalisasi sosial "Wong Sala" setidaknya terbagi menjadi dua, yaitu pertama, kelompok kiri yang digerakkan oleh masyarakat buruh atau kelompok yang menginginkan adanya keadilan ekonomi. Kedua, kelompok kanan yang dilandasi dengan semangat agama (Islam) melawan hegemoni negara. Kelompok kedua ini muncul akibat kebijakan pemerintah yang diskriminatif terhadap kelompok-kelompok Islam.Masyarakat Kota Sala adalah prototipe masyarakat Indonesia yang plural baik etnis, agama maupun budaya. Beberapa tradisi berkembang di kota ini dengan latar belakang agama: Islam, Kristen, Hindu, Budha, Konghuchu. Dua komunitas yang dominan,yaitu Islam dan Kristen. Etnisitas Kota Sala terdiri dari Jawa (Sala dan pendatang), Tionghoa (China), Minang, Sunda, dan lain-lain. Sala dikenal sebagai salah satu 'ibu kota' kebudayaan Jawa, pusat berkembangnya tradisi Jawa. Meskipun demikian, sebagai kota penting sejak periode Jawa kuno, Kota Sala menyedot banyak pedagang untuk mengembangkan bisnis dan investasi, di antanya komunitas etnis Tionghoa yang mendominasi perdagangan di Kota Sala. Etnis ini menjadi sasaran kerusuhan Mei 1998.Radikalisasi sosial muncul akibat ketimpangan sosial dambaan masyarakat lapis bawah atas munculnya 'ratu adil' menciptakan kelompok sosial yang kritis dan cenderung melawan kekuasaan. Mereka pada awalnya membentuk kekuatan melawan hegemoni kelompok feodal yang berkolaborasi dengan pemerintah kolonial, tidak didasari dengan elemen nasionalisme tetapi ketidakpuasan atas berbagai kebijakan yang menyudutkan posisi masyarakat. Karena itu, pluralitas masyarakat Kota Sala perlu dilihat sebagai bagian dari proses natural yang harus dijaga keseimbangannya. Eksistensi penguasaha Cina, Muslim dan masyarakat berbeda agama dan keyakinan baik Muslim, Kristen, abangan menunjukkan fenomena masyarakat yang terbentuk selama ratusan tahun. Kondisi ini menjadi tantangan bagi bangsa Indonesia ke depan, misalnya bagaimana pendidikan Islam mulai memperkenalkan kehidupan yang toleran.