Engkos Kosasih
Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati Bandung Jl.A.H.Nasution 105 Cibiru Bandung 40614, Indonesia

Published : 1 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search

PENAFSIRAN SAYYID QUTHB TENTANG AYAT-AYAT ISHLĀH (STUDI TAFSIR FĪ ZHILĀL ALQURAN) Wulandari Wulandari; Usep Dedi Rostandi; Engkos Kosasih
Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur'an dan Tafsir Vol 2, No 1 (2017)
Publisher : Qur’anic and Tafsir studies Programme at Ushuluddin Faculty

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (168.994 KB) | DOI: 10.15575/al-bayan.v2i1.1811

Abstract

Perdamaian (Islāh) memiliki dimensi personal atau internal sekaligus dimensi sosial. Individu dihimbau untuk menegakkan perdamaian dengan dirinya, hasratnya, aspirasinya dan nuraninya. Ia juga dihimbau untuk melakukan perdamaian dengan apa yang ada di sekelilingnya, dimulai dengan anggota keluarganya, tetangganya, komunitas sosial dan negaranya. Kebutuhan akan keamanan, kedamaian, dan ketentraman adalah kebutuhan manusia yang asasi, oleh karena itu pengupayaan kepada nilai tersebut merupakan kebajikan yang sangat dimuliakan. Maka dalam hal ini, agama berfungsi mendukung proses rekonsiliasi atau perdamaian dan memupuk kesatuan manusia dimana saja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penafsiran Sayyid Quthb terhadap ayat-ayat Islāh dalam tafsir Fī Zhilāl Alquran. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan jenis penelitian analisis deskriptif . Metode ini dilaksankan dengan menggunakan teknik Content Analisys (analisis isi) yaitu dengan cara menganalisis makna yang termuat dalam berbagai sumber baik primer maupun sekunder.  Hasil penilitian ini menyimpulkan bahwa Islāh menurut Sayyid Quthb dalam tafsir Fī Zhilāl Alquran adalah dapat mewujudkan kalimatullah sebagai kenyataan di muka bumi, antara lain; keadilan, kemerdekaan, dan keamanan bagi seluruh umat manusia baik individu ataupun masyarakat. Bukan hanya sekedar untuk mencegah terjadinya peperangan dengan segala resikonya, tetapi mencegah kelaliman serta kerusakan di muka bumi. Karena itu, Islam memulai upaya perdamaian atau perbaikan (Islāh)  pertama-tama ada di dalam perasaan setiap individu, kemudian meluas ke seluruh anggota keluarga lalu ke masyarakat.