Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search
Journal : Syifa al-Qulub : Jurnal Studi Psikoterapi Sufistik

Ulama Sebagai Waratsatul Anbiya (Pergeseran Nilai Ulama di Mata Masyarakat Aceh) Yumna Yumna
Syifa al-Qulub Vol 3, No 1 (2018): Juli, Syifa Al-Qulub
Publisher : Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/saq.v3i1.3141

Abstract

Perkembangan dua pengertian ulama yaitu ulama kitab sebagai ulama yang memiliki ilmu pengetahuan agama mendalam saja, dan ulama wetenschap sebagai ulama yang memiliki ilmu pengetahuan agama secara mendalam juga memiliki ilmu pengetahuan umum atau ulama intelektual. Ulama sebagai pewaris para nabi berarti bahwa setiap orang yang memiliki pengetahuan agama harus menyebarkannya kepada masyarakat sebagaimana tugas para nabi yang secara implisit dalam hal termasuk Nabi Muhammad SAW yang Rasulullah. Orang yang mempunyai pengetahuan agama dan mengimplikasikannya inilah waratsatul anbiya. Dalam rangka mengakurasi data tentang ulama, maka penulis mengumpulkan data primer dengan mengadakan penelitian lapangan menemui para responden sebagai subjek. Data dikumpulkan melalui teknik studi dokumentasi, observasi, dan interview.  Konsep basic pengertian terminologi ulama sebagai pewaris para nabi, merupakan figur sumber kepemimpinan, baik pemimpin agama maupun dalam politik Posisi seperti ini kemudian mengalami degradasi akibat politik Belanda yang menekan peran dan fungsi ulama pada posisi hanya berorientasi kepada masalah keagamaan, Dalam perkembangan selanjutnya dengan lahirnya organisasi ulama yang tergabung dalam PUSA yang pada gilirannya mampu memproduk generasi ulama modern dengan berpengetahuan luas mencakup ilmu pengetahuan umum serta mampu berkiprah di semua bidang.
Implementasi Terapi Muhasabah Sebagai Upaya Memelihara Kesehatan Mental Dalam Usaha Penanggulangan Adiksi Narkoba (Studi Lapangan Lapas Narkotika Cirebon) Yumna Yumna; Ginanjar Kusuma Wardana; Hanif Fauziah; Muslikhin Muslikhin; Salsabila Syahla Bachtiar; Ega Novitasari
Syifa al-Qulub Vol 6, No 1 (2021): Juli, Syifa Al-Qulub
Publisher : Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/saq.v6i1.13221

Abstract

In this particular modern life, we feel great advances in science and technology. These advances have been able to make it easier for us. All advances in these various fields are not free from deterioritation, one of which is in humans themselves such as pressure due to work or family that cause such as addictions on Narcotics which create psychological pressure on humans and mental disorders. This gets attention of academics to examine the cause and try to find a solution to this problem. Then the concept of Mental Health Care was created. Healthy mental standardization is very complex and varied because this is the result of human thinking with various methods, approaches and epistemology that are different from each researcher. Therefore, it creates to a different standardization of healthy mental health. And we also have different criteria and methods of mental health care. One method of Mental Health Care according to Islam is to use the Sufistic Psychotherapy method in which there are various kinds of therapy and one of them is muhasabah therapy. Muhasabah according to some tarikat practitioners and Sufis meansthat muhasabah is the process of examining ourselves on all the actions we have done from our early days remembering to the present condition starting from thoughts or deeds assessing deeds to determine the quality of ourselves before Allah SWT or self-analyze. This paper is expected to be able to provide awareness to readers about the dangers of the effects of narcotics on the mental health of its users and the importance of maintaining mental health according to an Islamic perspective and provide some solutions through muhasabah therapy that can be applied to these problems.
Gerakan Pemikiran Islam Kultural Sufistik di Indonesia Yumna Yumna; Zainal Abidin
Syifa al-Qulub Vol 4, No 1 (2019): Juli, Syifa Al-Qulub
Publisher : Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/saq.v4i1.5252

Abstract

Bersatunya Islam di di kehidupan manusia sejak empat belas abad yang lalu telah membangkitkan ajaran hidup yang sebelumnya statis menjadi dinamis. Eksperimen sejarah memiliki andil besar dalam mengaktualisasikan hubungan Islam dan Negara. Masyarakat Muslim menjadi agent nya. Tujuan-tujuan terpenting dalam sebuah Negera dalam Islam adalah mempertahankan integritas dan keselamatan Negara. Pemerintah yang kuat akan mampu mengambil keputusan positif bagi stabilitas Negara dan terpeliharanya Agama. Dalam tulisan ini akan dijelaskan pola hubungan antara Islam dan Negara dalam diskursus politik Islam, berkaitan dengan isu pluralisme dan ideologi politik aliran serta dinamika politik Islam dalam konteks keindonesiaan.Tipologi pemikiran politik Islam dalam catatan sejarah dapat dilacak dari peristiwa sejarah dan bukti-bukti yang otentik.  Munawir Sjadzili menjelaskan dalam bukunya Islam dan Tata Negara bahwa ada tiga tipologi. Pertama, golongan yang menyatakan bahwa Islam adalah agama yang universal dan kaffah, sehingga agama besar ini turut mengatur urusan politik dan ketatanegaraan. Kedua, golongan yang menyatakan bahwa politik dan negara adalah sesuatu yang terpisah dari Islam, maka keduanya harus dipisahkan satu sama lain. Ketiga, kendati agama tidak secara rinci menjelaskan aturan yangberkenaan dengan urusan politik dan ketatanegaraan, tetapi di dalamnya terdapat seperangkat prinsip dan peraturan yang berkenaan dengan masalah politik dan ketatanegaraan. Perkembangan politik Islam di Indonesia senantiasa menjadi pusat perhatian yang menarik, baik di dalam maupun luar negeri. Terlebih lagi, fenomena desakan penerapan syariat Islam dan amandemen Pasal 29 UUD 1945 belum juga selesai diperbincangkan dan diperjuangkan oleh sebagian ormas dan partai yang berasaskan Islam.Perpecahan dan konflik di tubuh PPP, PKB, PAN, dan PBB belum lama ini adalah fakta yang tak terbantahkan. PPP dan PBB yang pernah mengharamkan pemimpin wanita, namun setelah diberi jatah kekuasaan menjadi diam, menunjukkan bahwa dalam politik umat Islam hanya dijadikan bumper kekuasaan elite partai.Kesimpulan dari pembahasan ini, Pertama, bahwa berbeda dengan pemikiran politik Islam klasik dan pertengahan yang homogen dan realis dengan kekuasaan yang ada akibat realitas politiknya yang menghendaki hal itu, maka pemikiran politik Islam modem beragam dan mengalami perkembangan mengagumkan.Kedua, fragmentasi politik Islam di Indonesia ditandai dengan berdirinya partai politik Islam. Ketiga, gerakan Islam kultural dalam konstelasi politik Indonesia ditunjukan dengan adanya kaukus partai Islam dan partai berbasis massa umat Islam dalam pesta demokrasi di Pemilu tahun 1999 dan 2004.