Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Studi Habitat dan Pengangkutan Sistem Tertutup pada Ikan Rono Oryzias sarasinorum Popta, 1905 Endemik Danau Lindu sebagai Dasar untuk Domestikasi Muh. Herjayanto; Abd. Waris; Yulianti Suwarni; Mudabbirah Halia; Abdul Gani; Nugra Findayani; Regita Cahyani
Akuatika Indonesia Vol 3, No 2 (2018): Jurnal Akuatika Indonesia (JAkI)
Publisher : Direktorat Sumber Daya Akademik dan Perpustakaan Universitas Padjadjaran, Grha. Kandaga (P

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (776.528 KB) | DOI: 10.24198/jaki.v3i2.23396

Abstract

Oryzias sarasinorum atau disebut rono oleh masyarakat setempat merupakan ikan endemik di danau Lindu, Sulawesi Tengah, Indonesia. Ikan ini terancam punah di habitatnya, sehingga domestikasi (pemeliharaan dan pengembangbiakan) di lingkungan terkontrol mendesak dilakukan sebagai salah satu upaya konservasi. Salah satu dasar domestikasi ikan liar adalah pengetahuan terhadap habitat mereka. Tahap selajutnya yaitu membawa ikan tersebut dari habitat aslinya ke lingkungan terkontrol. Masalah pengangkutan ikan dengan sistem tertutup yaitu kematian, sehingga perlu penggunaan zeolit, arang aktif dan garam dalam air media pengangkutan. Perlakuan yaitu penambahan 20 g zeolit + 10 g arang aktif pada media air tanpa garam (A), 1 g L-1 garam (B), 2 g L-1 (C) dan tanpa zeolit, arang aktif dan garam (D). Tujuan penelitian yaitu menganalisis beberapa karekteristik habitat, sintasan selama pengangkutan dan pemeliharaan pascapengangkutan. Habitat ikan rono di pesisir Lovu danau Lindu memiliki dasar landai, substrat pasir kasar, warna air cokelat-teh, terdapat serasah, tanaman air Phragmites karka. Juwana dan larva ikan rono berenang bergerombol di sekitar tanaman dala yang terendam air. Ikan rono muda dan dewasa terlihat makan di atas substrat dasar perairan. Spesies ikan lain yang ditemukan di habitat ini yaitu nila Oreochromis sp., sepat Trichopodus sp., serta Gambusia affinis. Penambahan zeolit dan arang aktif selama pengangkutan dapat meningkatkan sintasan ikan rono dibandingkan tanpa penambahan. Perlakuan A menghasilkan sintasan yang lebih tinggi 62,50% dibandingkan B dan 37,50% dibandingkan C selama pemeliharaan pascapengangkutan pada penelitian ini.
PEMBERDAYAAN PETANI DALAM PENINGKATAN NILAI TAMBAH BUAH CABE MELALUI PENGOLAHANNYA MENJADI ABON CABE Amran Laga; Muhpidah Muhpidah; Abd. Waris
Jurnal Dinamika Pengabdian (JDP) Vol. 7 No. 1 (2021): JURNAL DINAMIKA PENGABDIAN VOL. 7 NO. 1 OKTOBER 2021
Publisher : Departemen Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian UNHAS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20956/jdp.v7i1.12561

Abstract

Cabai sebagai salah satu komuditi yang penggunaannya sudah cukup luas. Cabai digunakan sebagai pelengkap makanan, memberikan rasa pedas yang meningkatkan selera makan dan digunakan sebagai bumbu masakan. Rasa pedas yang dihasilkan oleh cabai karena adanya senyawa capcaisin yang terkandung secara alami di dalam buah cabai. Pemannfaatan cabai di kalangan masyarakat atau rumah tangga hanya terbatas pada pengolahan cabai segar menjadi bumbu atau sambal. Sehingga meskipun produktivitas cabai cukup tinggi akan tetapi tingkat konsumsi masyarakat yang masih rendah, menyebabkan banyak hasil panen cabai yang tidak laku terjual. Olehnya itu untuk meningkatkan konsumsi cabai dan mengurangi kerugian yang diderita di tingkat petani, perlu dilakukan pengolahan cabai menjadi produk dengan bentuk yang berbeda dari sambal, mempunyai cita rasa dan memiliki masa simpan yang lebih lama dibandingkan dengan buah segarnya dalam bentuk Abon Cabe. Kegiatan pengabdian ini dilakukan melalui model transfer ilmu dan teknologi diversifikasi pengolahan abon cabe. Dalam kegiatan pengabdian ini menghasilkan produk abon cabe yang telah dikemas dilengkapi dengan label kemasan yang inovatif dan informatif. Kata kunci: Cabai, produk olahan, abon cabe. ABSTRACT chili is one of the commodities that are quitely used in food industry and daily life. Chili is used as a food complement, provides a spicy taste that enhances appetite and is used as a seasoning. The spicy taste produced by chilies is due to the capsaicin compound that is naturally founded in chilies. In household, chili is only limited to processing fresh chilies into spices or sauce. Even though the chili productivity is quite high, the level of public consumption is still low, causing many chili crops to be unsold. Therefore, to increase chili consumption and reduce losses that suffered at the farmer level, it is necessary to process chilies into a product that is different from sauce, has a taste and has a longer shelf life compared to fresh fruit in the form of Chili Floss. This activity is carried out using a model of knowledge transfer and technology diversification in the processing of chili floss. This activity involves the production of chili floss products that have been packaged with innovative and informative packaging labels. Keywords: Chili, processed products, chili floss.
Penggunaan Bubuk Daun Ketapang (Terminalia catappa) dengan Dosis dan Suhu Inkubasi Berbeda Terhadap Embriogenesis dan Penetasan Telur Ikan Cupang (Betta splendens) Abd. Waris; Kasim Mansyur; Rusaini Rusaini
Prosiding Simposium Nasional Kelautan dan Perikanan Vol. 5 (2018): PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL V KELAUTAN DAN PERIKANAN UNHAS
Publisher : Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan (FIKP), Universitas Hasanuddin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (870.309 KB)

Abstract

Ikan cupang (Betta splendens) merupakan salah satu jenis ikan hias yang dibudidayakan di Indonesia. Kegiatan budidaya ikan umumnya terdiri dari beberapa tahap, mulai dari pemeliharaan induk sampai pemeliharaan benih hingga mencapai ukuran pasar. Tahap awal dari pemeliharaan benih adalah proses penetasan. Selama proses penetasan, embrio sangat rentan terkena serangan bakteri, jamur atau mikroorganisme patogen lainnya. Sehingga diperlukan bahan yang dapat menjaga embrio agar terhindar dari serangan mikroorganisme patogen. Salah satu bahan alternatif yang dapat digunakan sebagai antiparasit, antibakteri dan antijamur adalah daun ketapang. Hal ini disebabkan kandungan bahan aktif daun ketapang yang dapat berfungsi sebagai antimikroba seperti alkaloid, saponin, tanin dan flavonoid. Faktor penting lain yang harus diperhatikan saat inkubasi embrio adalah suhu air. Suhu sangat mempengaruhi metabolisme embrio dan berdampak pada perkembangan embrio, laju penetasan dan tingkat penetasan telur. Diharapkan melalui penelitian ini diperoleh kombinasi perlakukan yang baik untuk embriogenesis, lama penetasan dan tingkat penetasan telur untuk meningkatkan produksi benih ikan cupang. Organisme uji yang digunakan dalam penelitian yaitu telur ikan cupang sebanyak 30 butir/wadah. Penelitian didesain dalam rancangan acak lengkap pola faktorial (RALF) dengan tiga taraf dosis bubuk daun ketapang kering per liter media pemeliharaan (0 g/L, 0,25 g/L, 0,50 g/L) dan tiga taraf suhu media inkubasi (24oC, 27oC, 30oC). Masing-masing kombinasi perlakuan diulang sebanyak tiga kali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan dosis bubuk daun ketapang 0,50 g/L dan suhu inkubasi 30oC memberikan hasil paling cepat terhadap embriogenesis dan lama penetasan telur, serta tingkat penetasan telur (HR) tertinggi pada B. splendens. Kata kunci: Ikan cupang, daun ketapang, suhu, embriogenesis, penetasan telur.