Claim Missing Document
Check
Articles

Found 10 Documents
Search

PEMANFAATAN ADITIF DARI BATUBARA PERINGKAT RENDAH UNTUK PEMBUATAN KOKAS METALURGI NINING S. NINGRUM; MIFTAHUL HUDA; SUGANAL SUGANAL
Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Vol 11, No 3 (2015): Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Edisi September 2015
Publisher : Puslitbang tekMIRA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (483.303 KB) | DOI: 10.30556/jtmb.Vol11.No3.2015.723

Abstract

Dalam rangka meningkatkan efisiensi proses pembuatan kokas, telah dilakukan penelitian pembuatan aditif (bahan pengikat) untuk meningkatkan kekerasan kokas agar tidak mudah hancur pada saat digunakan. Aditif ini dibuat dari batubara peringkat rendah asal Jambi. Batubara dicampur dengan pelarut ter fraksi cair 250-350°C dengan perbandingan 4:6 dalam otoklaf kapasitas 5 L, selanjutnya dihidrogenasi. Kondisi proses hidrogenasi 400°C, tekanan gas awal hidrogen 50 bar dan waktu reaksi selama 60 menit. Residu produk hidrogenasi dicampur dengan batubara bituminus yang berasal dari Tuhup, Marunda dan Ombilin dengan variabel perbandingan berat batubara dan aditif. Campuran batubara dan aditif ini kemudian dikarbonisasi dalam furnace, pada suhu 900°C dengan pengaturan suhu awal 24°C, kecepatan pemanasan 5°C/menit. Setelah suhu mencapai 300°C kemudian dinaikkan menjadi 900°C dengan kecepatan pemanasan 2°C/ menit dan waktu reaksi selama 60 menit. Dalam penelitian ini diamati pengaruh persentase batubara dan aditif terhadap karakteristik kokas yang dihasilkan seperti kuat tekan, berat jenis dan nilai muai bebas. Hasil pengamatan menyimpulkan bahwa batubara peringkat rendah dapat dibuat aditif untuk pembuatan kokas dengan menghasilkan kokas Tuhup dan Marunda yang mempunyai kuat tekan 81,76 dan 54,4 kg/cm2. Namun, penambahan aditif tidak berpengaruh terhadap kuat tekan kokas Ombilin. Berat jenis kokas relatif meningkat dengan penambahan aditif. Kokas Ombilin mempunyai berat jenis yang tinggi yakni 0,50. Penambahan aditif juga meningkatkan nilai muai bebas kokas Tuhup dari 8 menjadi 9, sebaliknya menurunkan nilai muai bebas kokas Marunda dan Ombilin.
PENGARUH PROSES HIDROTERMAL BATUBARA PERINGKAT RENDAH TERHADAP KOMPOSISI DAN SUHU TITIK LELEH ABU Datin Fatia Umar; Ika Monika; Suganal Suganal
Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Vol 16, No 3 (2020): Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Edisi September 2020
Publisher : Puslitbang tekMIRA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30556/jtmb.Vol16.No3.2020.1106

Abstract

Hidrotermal (HT) merupakan proses untuk meningkatkan kualitas batubara peringkat rendah melalui penurunan kadar air pada suhu dan tekanan relatif tinggi (suhu 330°C dan tekanan ±120 atm). Untuk mengetahui pengaruh proses HT terhadap komposisi dan titik leleh abu serta kecenderungan terhadap terjadinya slagging dan fouling pada boiler di pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), maka dilakukan penelitian dengan menggunakan percontoh batubara yang berasal dari Samarinda, Tanjung dan Lahat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar oksida-oksida alkali seperti CaO, MgO, Na2O dan K2O mengalami penurunan. Kadar CaO batubara Samarinda sebelum proses HT 3,74% turun menjadi 2,24% setelah proses HT, sedangkan batubara Tanjung dari 1,59 menjadi 0,30% dan batubara Lahat dari 7,43 menjadi 6,68%. Kadar MgO dari 2,38 menjadi 0,57% untuk batubara Samarinda dan batubara Tanjung dari 7,13 menjadi 3,49% sedangkan batubara Lahat dari 4,06 menjadi 2,50%. Kadar Na2O batubara Samarinda dari 0,79% sedikit meningkat menjadi 0,88% sedangkan batubara Tanjung dan Lahat masing-masing turun dari 3,01 menjadi 1,82% dan dari 1,09 menjadi 0,20%. Kadar K2O batubara Samarinda turun dari 0,77 menjadi 0,17%, batubara Tanjung turun dari 0,61 menjadi 0,063% dan batubara Lahat dari 0,53 menjadi 0,13%. Suhu titik leleh (flow temperature) pada suasana reduksi batubara Samarinda meningkat dari 1.335 menjadi >1.500°C, batubara Tanjung sedikit turun dari 1.275 menjadi 1.220°C sedangkan batubara Lahat meningkat dari 1.315 menjadi 1.335°C. Walaupun kadar oksida-oksida alkali yang berpengaruh terhadap terjadinya slagging dan fouling mengalami penurunan, namun menurut batasan yang ada baik sebelum maupun setelah proses HT masih termasuk ke dalam tipe yang sama. Berdasarkan titik leleh abu, kecenderungan terhadap terjadinya slagging batubara Samarinda dari tipe sangat tinggi sebelum proses menjadi tinggi setelah proses HT. Sedangkan batubara Tanjung dan Lahat tetap (sangat tinggi).
PENGKAJIAN PENGARUH PENAMBAHAN NIKEL DAN KROM PADA KATALIS BERBASIS BESI UNTUK PENCAIRAN BATUBARA NINING SUDINI NINGRUM; SUGANAL SUGANAL; HERMANU PRIJONO
Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Vol 5, No 3 (2009): Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Edisi Juli 2009
Publisher : Puslitbang tekMIRA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (239.352 KB) | DOI: 10.30556/jtmb.Vol5.No3.2009.896

Abstract

Penelitian pencairan batubara berdasarkan metode hidrogenasi menggunakan katalis berbasis besi telah dikembangkan oleh banyak peneliti untuk mendapatkan bahan bakar alternatif pengganti minyak bumi. Katalis merupakan faktor yang penting dalam pencairan batubara. Di antara logam transisi, besi merupakan kandidat utama katalis pencairan batubara karena harganya relatif murah. Suatu senyawaan besi dapat digunakan sebagai katalis dalam proses pencairan batubara, apabila bahan tersebut mampu membentuk mineral pirhotit (Fe1-XS) yang merupakan senyawa aktif dalam pencairan batubara. Untuk mengetahui terbentuk atau tidaknya pirhotit, maka dilakukan penelitian menggunakan bahan katalis berbasis besi, direaksikan dengan sulfur (S), pelarut (antrasen) dan gas hidrogen (H2) pada tekanan awal 100 bar. Bahan katalis yang digunakan dalam penelitian ini adalah katalis sintetis goetit dengan penambahan nikel (Ni) sebanyak 0,50, 1,00 dan 1,50% dan katalis sintetis Fe2O3+Ni+Si dengan penambahan oksida krom (CrO3) sebanyak 2,0, 5,0 dan 7,0%. Variabel lainnya adalah suhu proses sulfidasi dilakukan pada 300, 350 dan 400°C . Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran kristal pirhotit terkecil terjadi pada sulfidasi katalis sintesis goetit dengan penambahan logam nikel (Ni) 1,0% pada suhu 400°C sedangkan untuk sulfidasi katalis sintetis Fe2O3+Ni+Si ukuran terkecil terjadi dengan penambahan oksida krom (CrO3) sebesar 2% pada suhu 400°C.
PENGARUH UKURAN PARTIKEL, SUHU, STOIKIOMETRI NaOH TERHADAP EKSTRAKSI ALUMINA DAN KANDUNGAN SILIKA TERLARUTNYA DARI BAUKSIT KALIMANTAN BARAT (SKALA LABORATORIUM) DESSY AMALIA; SUGANAL SUGANAL; TATANG WAHYUDI; HUSAINI HUSAINI
Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Vol 10, No 2 (2014): Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Edisi Mei 2014
Publisher : Puslitbang tekMIRA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1128.887 KB) | DOI: 10.30556/jtmb.Vol10.No2.2014.738

Abstract

Salah satu permasalahan utama dalam proses ekstraksi bijih bauksit untuk memproduksi alumina adalah silika terlarut yang berasal dari silika reaktif dalam bijih. Keberadaan silika reaktif cenderung meningkatkan konsumsi NaOH, silika terlarutnya dapat menimbulkan kerak pada dinding reaktor dan tabung penukar panas. Selain itu silika terlarut dapat menurunkan perolehan alumina karena bereaksi dengan sodium alumina serta memperlambat presipitasi alumina hid- rat. Beberapa variasi kondisi proses ekstraksi dilakukan untuk mengetahui pengaruhnya terhadap ekstraksi alumina dan kandungan Si dan Ti terlarut dalam larutan sodium aluminat yang dihasilkan. Percobaan ekstraksi menggunakan NaOH dengan konsentrasi 129 g/L dan kecepatan pengadukan 500 rpm. Tujuan utama adalah untuk mengetahui pengaruh variasi waktu, suhu, fraksi ukuran bijih dan konsentrasi NaOH terhadap perilaku pelarutan aluminium dan silika reaktif. Persen ekstraksi Al terlarut yang terbaik diperoleh sebesar 95,42% yang dihasilkan dari bauksit fraksi ukuran partikel -100 mesh pada suhu 160°C. Nilai ekstraksi Al fluktuatif karena adanya silika terlarut yang merupakan hasil reaksi sodium aluminat dan sodium silikat. Konsentrasi SiO2 terlarut hasil percobaan ekstraksi sudah baik (kurang dari 0,6 g/L) yaitu 0,3% pada kondisi hasil ekstraksi alumina terbaik. Ti terlarut bertambah dengan meningkatnya suhu.
PELUANG APLIKASI TEKNOLOGI PENGERINGAN BATUBARA DAN BLENDING BATUBARA DI INDONESIA DITINJAU DARI SEGI EKONOMI DAN LINGKUNGAN MIFTAHUL HUDA; GANDHI K. HUDAYA; NINING S. NINGRUM; SUGANAL SUGANAL
Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Vol 8, No 3 (2012): Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Edisi September 2012
Publisher : Puslitbang tekMIRA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1006.863 KB) | DOI: 10.30556/jtmb.Vol8.No3.2012.787

Abstract

Indonesia mempunyai sumberdaya batubara peringkat rendah (lignit) dalam jumlah besar, oleh sebab itu, PLTU-batubara yang baru dan akan dibangun didesain untuk menggunakan lignit dengan nilai kalor +4.200 kkal/kg (GAR). Namun demikian, beberapa sumberdaya lignit di Indonesia mempunyai nilai kalor kurang dari 4.200 kkal/kg (GAR) sehingga lignit tersebut harus dicampur/di-blending dengan batubara yang mempunyai nilai kalor lebih tinggi atau dikeringkan agar memenuhi spesifikasi PLTU yang ada. Tujuan penelitian ini adalah membandingkan aplikasi teknologi blending batubara dan teknologi pengeringan batubara untuk menghasilkan batubara dengan nilai kalor sesuai desain PLTU ditin- jau dari segi ekonomi dan lingkungan. Dengan pertimbangan ketersediaan data, hanya teknologi pengeringan batubara Great River Energi, teknologi pengeringan batubara Sojitz-TSK dan teknologi blending batubara dari Petrocom Energy Limited (PEL) yang akan dibandingkan. Asumsi nilai kalor lignit dan nilai kalor batubara pencampur berturut-turut adalah 2.995 kkal/kg (GAR) dan 5.000 kkal/kg (GAR). Hasil proses blending batubara dan proses pengeringan batubara akan dipakai pada dua PLTU di lokasi yang berbeda yaitu PLTU di Aceh dan PLTU di Banten. Hasil perhitungan menunjuk- kan bahwa biaya pengeringan batubara adalah selalu lebih murah dibandingkan biaya blending batubara, walaupun ke dua PLTU tersebut berada di lokasi yang berbeda. Pengeringan batubara menggunakan bahan baku berupa lignit yang murah sebaliknya blending batubara memerlukan batubara kalori lebih tinggi yang harganya relatif mahal. Selain itu proses pengeringan batubara yang terintegrasi dengan PLTU dalam sistem combined heat and power dapat mengurangi total emisi CO2 dari pembakaran batubara pada PLTU. Oleh sebab itu hasil kajian ini merekomendasikan penggunaan teknologi pengeringan batubara untuk meningkatkan nilai kalor lignit.
PEMANFAATAN ADITIF DARI BATUBARA PERINGKAT RENDAH UNTUK PEMBUATAN KOKAS METALURGI NINING S. NINGRUM; MIFTAHUL HUDA; SUGANAL SUGANAL
Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Vol 11 No 3 (2015): Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Edisi September 2015
Publisher : Balai Besar Pengujian Mineral dan Batubara tekMIRA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30556/jtmb.Vol11.No3.2015.723

Abstract

Dalam rangka meningkatkan efisiensi proses pembuatan kokas, telah dilakukan penelitian pembuatan aditif (bahan pengikat) untuk meningkatkan kekerasan kokas agar tidak mudah hancur pada saat digunakan. Aditif ini dibuat dari batubara peringkat rendah asal Jambi. Batubara dicampur dengan pelarut ter fraksi cair 250-350°C dengan perbandingan 4:6 dalam otoklaf kapasitas 5 L, selanjutnya dihidrogenasi. Kondisi proses hidrogenasi 400°C, tekanan gas awal hidrogen 50 bar dan waktu reaksi selama 60 menit. Residu produk hidrogenasi dicampur dengan batubara bituminus yang berasal dari Tuhup, Marunda dan Ombilin dengan variabel perbandingan berat batubara dan aditif. Campuran batubara dan aditif ini kemudian dikarbonisasi dalam furnace, pada suhu 900°C dengan pengaturan suhu awal 24°C, kecepatan pemanasan 5°C/menit. Setelah suhu mencapai 300°C kemudian dinaikkan menjadi 900°C dengan kecepatan pemanasan 2°C/ menit dan waktu reaksi selama 60 menit. Dalam penelitian ini diamati pengaruh persentase batubara dan aditif terhadap karakteristik kokas yang dihasilkan seperti kuat tekan, berat jenis dan nilai muai bebas. Hasil pengamatan menyimpulkan bahwa batubara peringkat rendah dapat dibuat aditif untuk pembuatan kokas dengan menghasilkan kokas Tuhup dan Marunda yang mempunyai kuat tekan 81,76 dan 54,4 kg/cm2. Namun, penambahan aditif tidak berpengaruh terhadap kuat tekan kokas Ombilin. Berat jenis kokas relatif meningkat dengan penambahan aditif. Kokas Ombilin mempunyai berat jenis yang tinggi yakni 0,50. Penambahan aditif juga meningkatkan nilai muai bebas kokas Tuhup dari 8 menjadi 9, sebaliknya menurunkan nilai muai bebas kokas Marunda dan Ombilin.
PENGARUH UKURAN PARTIKEL, SUHU, STOIKIOMETRI NaOH TERHADAP EKSTRAKSI ALUMINA DAN KANDUNGAN SILIKA TERLARUTNYA DARI BAUKSIT KALIMANTAN BARAT (SKALA LABORATORIUM) DESSY AMALIA; SUGANAL SUGANAL; TATANG WAHYUDI; HUSAINI HUSAINI
Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Vol 10 No 2 (2014): Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Edisi Mei 2014
Publisher : Balai Besar Pengujian Mineral dan Batubara tekMIRA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30556/jtmb.Vol10.No2.2014.738

Abstract

Salah satu permasalahan utama dalam proses ekstraksi bijih bauksit untuk memproduksi alumina adalah silika terlarut yang berasal dari silika reaktif dalam bijih. Keberadaan silika reaktif cenderung meningkatkan konsumsi NaOH, silika terlarutnya dapat menimbulkan kerak pada dinding reaktor dan tabung penukar panas. Selain itu silika terlarut dapat menurunkan perolehan alumina karena bereaksi dengan sodium alumina serta memperlambat presipitasi alumina hid- rat. Beberapa variasi kondisi proses ekstraksi dilakukan untuk mengetahui pengaruhnya terhadap ekstraksi alumina dan kandungan Si dan Ti terlarut dalam larutan sodium aluminat yang dihasilkan. Percobaan ekstraksi menggunakan NaOH dengan konsentrasi 129 g/L dan kecepatan pengadukan 500 rpm. Tujuan utama adalah untuk mengetahui pengaruh variasi waktu, suhu, fraksi ukuran bijih dan konsentrasi NaOH terhadap perilaku pelarutan aluminium dan silika reaktif. Persen ekstraksi Al terlarut yang terbaik diperoleh sebesar 95,42% yang dihasilkan dari bauksit fraksi ukuran partikel -100 mesh pada suhu 160°C. Nilai ekstraksi Al fluktuatif karena adanya silika terlarut yang merupakan hasil reaksi sodium aluminat dan sodium silikat. Konsentrasi SiO2 terlarut hasil percobaan ekstraksi sudah baik (kurang dari 0,6 g/L) yaitu 0,3% pada kondisi hasil ekstraksi alumina terbaik. Ti terlarut bertambah dengan meningkatnya suhu.
PELUANG APLIKASI TEKNOLOGI PENGERINGAN BATUBARA DAN BLENDING BATUBARA DI INDONESIA DITINJAU DARI SEGI EKONOMI DAN LINGKUNGAN MIFTAHUL HUDA; GANDHI K. HUDAYA; NINING S. NINGRUM; SUGANAL SUGANAL
Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Vol 8 No 3 (2012): Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Edisi September 2012
Publisher : Balai Besar Pengujian Mineral dan Batubara tekMIRA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30556/jtmb.Vol8.No3.2012.787

Abstract

Indonesia mempunyai sumberdaya batubara peringkat rendah (lignit) dalam jumlah besar, oleh sebab itu, PLTU-batubara yang baru dan akan dibangun didesain untuk menggunakan lignit dengan nilai kalor +4.200 kkal/kg (GAR). Namun demikian, beberapa sumberdaya lignit di Indonesia mempunyai nilai kalor kurang dari 4.200 kkal/kg (GAR) sehingga lignit tersebut harus dicampur/di-blending dengan batubara yang mempunyai nilai kalor lebih tinggi atau dikeringkan agar memenuhi spesifikasi PLTU yang ada. Tujuan penelitian ini adalah membandingkan aplikasi teknologi blending batubara dan teknologi pengeringan batubara untuk menghasilkan batubara dengan nilai kalor sesuai desain PLTU ditin- jau dari segi ekonomi dan lingkungan. Dengan pertimbangan ketersediaan data, hanya teknologi pengeringan batubara Great River Energi, teknologi pengeringan batubara Sojitz-TSK dan teknologi blending batubara dari Petrocom Energy Limited (PEL) yang akan dibandingkan. Asumsi nilai kalor lignit dan nilai kalor batubara pencampur berturut-turut adalah 2.995 kkal/kg (GAR) dan 5.000 kkal/kg (GAR). Hasil proses blending batubara dan proses pengeringan batubara akan dipakai pada dua PLTU di lokasi yang berbeda yaitu PLTU di Aceh dan PLTU di Banten. Hasil perhitungan menunjuk- kan bahwa biaya pengeringan batubara adalah selalu lebih murah dibandingkan biaya blending batubara, walaupun ke dua PLTU tersebut berada di lokasi yang berbeda. Pengeringan batubara menggunakan bahan baku berupa lignit yang murah sebaliknya blending batubara memerlukan batubara kalori lebih tinggi yang harganya relatif mahal. Selain itu proses pengeringan batubara yang terintegrasi dengan PLTU dalam sistem combined heat and power dapat mengurangi total emisi CO2 dari pembakaran batubara pada PLTU. Oleh sebab itu hasil kajian ini merekomendasikan penggunaan teknologi pengeringan batubara untuk meningkatkan nilai kalor lignit.
PENGKAJIAN PENGARUH PENAMBAHAN NIKEL DAN KROM PADA KATALIS BERBASIS BESI UNTUK PENCAIRAN BATUBARA NINING SUDINI NINGRUM; SUGANAL SUGANAL; HERMANU PRIJONO
Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Vol 5 No 3 (2009): Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Edisi Juli 2009
Publisher : Balai Besar Pengujian Mineral dan Batubara tekMIRA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30556/jtmb.Vol5.No3.2009.896

Abstract

Penelitian pencairan batubara berdasarkan metode hidrogenasi menggunakan katalis berbasis besi telah dikembangkan oleh banyak peneliti untuk mendapatkan bahan bakar alternatif pengganti minyak bumi. Katalis merupakan faktor yang penting dalam pencairan batubara. Di antara logam transisi, besi merupakan kandidat utama katalis pencairan batubara karena harganya relatif murah. Suatu senyawaan besi dapat digunakan sebagai katalis dalam proses pencairan batubara, apabila bahan tersebut mampu membentuk mineral pirhotit (Fe1-XS) yang merupakan senyawa aktif dalam pencairan batubara. Untuk mengetahui terbentuk atau tidaknya pirhotit, maka dilakukan penelitian menggunakan bahan katalis berbasis besi, direaksikan dengan sulfur (S), pelarut (antrasen) dan gas hidrogen (H2) pada tekanan awal 100 bar. Bahan katalis yang digunakan dalam penelitian ini adalah katalis sintetis goetit dengan penambahan nikel (Ni) sebanyak 0,50, 1,00 dan 1,50% dan katalis sintetis Fe2O3+Ni+Si dengan penambahan oksida krom (CrO3) sebanyak 2,0, 5,0 dan 7,0%. Variabel lainnya adalah suhu proses sulfidasi dilakukan pada 300, 350 dan 400°C . Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran kristal pirhotit terkecil terjadi pada sulfidasi katalis sintesis goetit dengan penambahan logam nikel (Ni) 1,0% pada suhu 400°C sedangkan untuk sulfidasi katalis sintetis Fe2O3+Ni+Si ukuran terkecil terjadi dengan penambahan oksida krom (CrO3) sebesar 2% pada suhu 400°C.
PENGARUH PROSES HIDROTERMAL BATUBARA PERINGKAT RENDAH TERHADAP KOMPOSISI DAN SUHU TITIK LELEH ABU Datin Fatia Umar; Ika Monika; Suganal Suganal
Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Vol 16 No 3 (2020): Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Edisi September 2020
Publisher : Balai Besar Pengujian Mineral dan Batubara tekMIRA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30556/jtmb.Vol16.No3.2020.1106

Abstract

Hidrotermal (HT) merupakan proses untuk meningkatkan kualitas batubara peringkat rendah melalui penurunan kadar air pada suhu dan tekanan relatif tinggi (suhu 330°C dan tekanan ±120 atm). Untuk mengetahui pengaruh proses HT terhadap komposisi dan titik leleh abu serta kecenderungan terhadap terjadinya slagging dan fouling pada boiler di pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), maka dilakukan penelitian dengan menggunakan percontoh batubara yang berasal dari Samarinda, Tanjung dan Lahat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar oksida-oksida alkali seperti CaO, MgO, Na2O dan K2O mengalami penurunan. Kadar CaO batubara Samarinda sebelum proses HT 3,74% turun menjadi 2,24% setelah proses HT, sedangkan batubara Tanjung dari 1,59 menjadi 0,30% dan batubara Lahat dari 7,43 menjadi 6,68%. Kadar MgO dari 2,38 menjadi 0,57% untuk batubara Samarinda dan batubara Tanjung dari 7,13 menjadi 3,49% sedangkan batubara Lahat dari 4,06 menjadi 2,50%. Kadar Na2O batubara Samarinda dari 0,79% sedikit meningkat menjadi 0,88% sedangkan batubara Tanjung dan Lahat masing-masing turun dari 3,01 menjadi 1,82% dan dari 1,09 menjadi 0,20%. Kadar K2O batubara Samarinda turun dari 0,77 menjadi 0,17%, batubara Tanjung turun dari 0,61 menjadi 0,063% dan batubara Lahat dari 0,53 menjadi 0,13%. Suhu titik leleh (flow temperature) pada suasana reduksi batubara Samarinda meningkat dari 1.335 menjadi >1.500°C, batubara Tanjung sedikit turun dari 1.275 menjadi 1.220°C sedangkan batubara Lahat meningkat dari 1.315 menjadi 1.335°C. Walaupun kadar oksida-oksida alkali yang berpengaruh terhadap terjadinya slagging dan fouling mengalami penurunan, namun menurut batasan yang ada baik sebelum maupun setelah proses HT masih termasuk ke dalam tipe yang sama. Berdasarkan titik leleh abu, kecenderungan terhadap terjadinya slagging batubara Samarinda dari tipe sangat tinggi sebelum proses menjadi tinggi setelah proses HT. Sedangkan batubara Tanjung dan Lahat tetap (sangat tinggi).