Andreas Sese Sunarko
Sekolah Tinggi Teologi El-Shadday

Published : 13 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 13 Documents
Search

Modul Doulos Camp Dalam Pembentukan Karakter Hamba Tuhan Di Gereja Masa Kini Andreas Sese Sunarko
Jurnal Lentera Nusantara Vol 2, No 2 (2023): Teologi dan Pendidikan Kristen - Juni 2023
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Kanaan Nusantara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59177/jls.v2i2.213

Abstract

Character is one of the highlights and challanges that must be faced by a servant of God.  This happens because of a wrong perception, which views God’s servant is an ordinary human being, who has strengths and weakness.  Such a big challenges is that the duty of a servant of God is to maintain good character until the end of his life, because if it is not maintained it can drop his reputation and ministry career. The problem that is often encounteredis that there are servants of God who wre unable to maintain their character, for this reason a party is needed to help and show them how to maintain their character.  Throught this article the aouthor would like to convey a module, namely Doulos Camp which can help God’s servants in forming and maintaining their character.  The purpose of this module is to shape the character of a servant of God who has the heartof a servant and has the mentality of a warrior of Christ.  This module is proven to be able to help God’s servant in the process of forming his character.  The method that the writer uses is descriptive qualitative with a library research approach, namely by using various sources including books and journal articles related to this article. The author concludes that the Doulos Camp module can help shape the character of God’s servant in the church today’s this module is packaged semi military while the substance of this module instills the values of servitude and forms the character of Christ who never gives up in the ministry field.AbstrakKarakter adalah salah satu hal yang menjadi sorotan dan tantangan yang harus dihadapi oleh seorang hamba Tuhan.  Hal ini terjadi karena adanya persepsi yang salah, yang menilai hamba Tuhan itu sebagai manusia setengah dewa (yang sempurna dan serba bisa), dalam kenyataannya hamba Tuhan itu adalah manusia biasa, yang memiliki kelebihan dan kekurangan.  Sedemikian besarnya tantangan ini maka tugas seorang hamba Tuhan adalah adalah menjaga karakter yang baik itu sampai akhir hidupnya, sebab bila tidak dijaga dapat menjatuhkan reputasi dan karir pelayanannya. Masalah yang sering ditemui adalah adanya hamba Tuhan yang tidak mampu menjaga karakternya, untuk itu perlu adanya pihak yang harus membantu dan menunjukkan cara menjaga karakternya.  Melalui artikel ini penulis ingin menyampaikan sebuah modul yaitu Doulos Camp yang dapat membantu para hamba Tuhan dalam membentuk dan menjaga karakternya. Tujuan dari modul ini adalah membentuk karakter hamba Tuhan yang berhati hamba dan bermental prajurit Kristus, modul ini terbukti dapat menolong hamba Tuhan dalam proses pembentukan karakternya. Metode yang penulis gunakan adalah deskriptif kualitatif dengan pendekatan penelitian pustaka yaitu dengan menggunakan berbagai sumber diantaranya buku-buku dan artikel jurnal yang berkaitan dengan artikel ini.  Penulis menyimpulkan bahwa modul Doulos Camp ini dapat membantu pembentukan karakter hamba Tuhan digereja masa kini, modul ini dikemas semi militer sedangkan substansi modul ini menanamkan nilai-nilai pelayanan kehambaan dan membentuk karakter Kristus yang pantang menyerah di ladang pelayanan. 
Implementasi Doktrin Sola Gratia dalam Menuntaskan Amanat Agung Andreas Sese Sunarko
Jurnal EFATA: Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 9, No 1: Desember 2022
Publisher : STT Iman Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47543/efata.v9i1.94

Abstract

The Great Commission is a command given by the Lord Jesus to His disciples before HE ascended to heaven and is now the duty of believers. This Great Commission is an urgent thing to do because it concerns the safety of human beings. The essence of the Great Commission is to deliver the news of salvation sourced from the Grace of Allah (Sola Gratia), which distinguishes it from other sources of salvation. Through this article, the author wants to convey the implementation of the doctrine of Sola Gratia in completing the Great Commission. The author uses a descriptive qualitative method with a research library approach that uses various sources, including books and journal articles related to this article. The author finally concludes that an effective way to complete the Great Commission is to convey the gospel, which is a gift of God (Sola Gratia) to man given through the atoning sacrifice of the Lord Jesus Christ, not by human effort alone.  AbstrakAmanat Agung adalah perintah yang diberikan oleh Tuhan Yesus kepada para murid-muridNya sebelum DIA naik ke sorga dan sekarang menjadi tugas orang- orang percaya. Amanat Agung ini merupakan hal yang urgent untuk dilakukan karena menyangkut keselamatan manusia. Essensi dari Amanat Agung adalah menyampaikan berita keselamatan yang bersumber pada Anugerah Allah (Sola Gratia), hal inilah yang menjadi pembeda dari sumber keselamatan lainnya. Melalui artikel ini penulis ingin menyampaikan implementasi doktrin Sola Gratia dalam menuntaskan Amanat Agung. Metode yang penulis gunakan adalah deskriptif kualitatif dengan pendekatan library riset yang menggunakan berbagai sumber -sumber diantaranya buku-buku dan artikel jurnal yang berkaitan dengan artikel ini. Penulis akhirnya menemukan kesimpulan bahwa cara yang efektif untuk menuntaskan Amanat Agung itu adalah menyampaikan Injil yang merupakan anugerah Allah (Sola Grattia) bagi manusia yang di berikan lewat korban penebusan Tuhan Yesus Kristus, bukan karena usaha manusia semata.   
Playing Victim dan Manipulasi Kebenaran: Analisis Teologis dalam Pembacaan Reflektif Kejadian 3:1-24 Andreas Sese Sunarko; Yonatan Alex Arifianto
Jurnal Teologi Gracia Deo Vol 6, No 1: Juli 2023
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Baptis, Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46929/graciadeo.v6i1.84

Abstract

Playing victim behavior or blaming others for their actions. Playing the victim is a behavior that commits a crime and throws the blame onto someone who doesn't know about the problem and positions himself as a victim. This contradictory sense of responsibility is widespread in everyday life. Therefore, this article aims to provide a new understanding and paradigm regarding playing victims not in line with God's truth. Using descriptive qualitative methods, it can be concluded that playing victims in manipulating the truth is a theological reflection in reading Genesis 3:1-24. First, Christianity must understand the nature of playing victims and its impacts. Genesis 3:1-24 shows how humans tend to blame other people or circumstances in an effort to avoid responsibility for their mistakes. This also emphasizes the importance of playing the victim in theological ethics and Christian faith. Theological reflection, humility, and an attitude of responsibility in honesty through recognition of mistakes and confession of sins are not to play the victim. Jesus also taught us to live in love. Furthermore, in a theological reflective context, it helps identify the role of the Garden of Eden story and the issue of truth manipulation in the "playing victim" attitude that is actualized in human life. Therefore, the role of Christianity in the actualization of life without suffering victims becomes a role that is responsible for personal actions and decisions to live in honesty and responsibility and dare to admit mistakes. AbstrakPerilaku playing victim atau menyalahkan orang lain atas tindakan mereka. Dan sejatinya playing victim merupakan perilaku yang melakukan kejahatan dan melemparkan kesalahannya kepada orang yang tidak tahu menau akan masalah itu dan memposisikan dirinya sebagai korban. Hal yang bertolak belakang akan rasa bertanggung jawab ini marak di lingkungan kehdiupan sehari-hari. Oleh karena itu tujuan artikel ini untuk memberikan pemahaman dan paradigam baru terkait playing victim yang tidak sejalan dengan kebenaran Allah. Menggunakan metode kualitatif deskritif maka dapat disimpulkan bahwa playing victim dalam manipulasi kebenaran: reflektif teologis dalam pembacaan kejadian 3:1-24, pertama keristenan harus memahami hakikat playing victim dan dampaknya. Sebab dalam Kejadian 3:1-24 memperlihatkan bagaimana manusia   cenderung untuk menyalahkan orang lain atau keadaan sebagai upaya untuk menghindari tanggung jawab atas kesalahan mereka.  Maka hal ini juga menekankan pentingnya playing victim dalam etis teologis dan iman Kristen. Dimana refleksi teologis dan kerendahan hati serta sikap dalam bertanggung jawan dalam kejujuran melalui pengenalan kesalahan dan pengakuan atas dosa untuk tidak playing victim.  Juga diajarkan Yesus untuk hidup dalam kasih.  Selanjutnya dalam konteks reflektif teologis membantu mengidentifikasi peran kisah taman eden dan persoalan manipulasi kebenaran dalam sikap "playing victim" yang diaktualisasikan dalam kehidupan manusia.  Oleh karena itu peran kekristenan dalam aktualisasi hidup tanpa palying victim menjadi peran yang bertanggung jawab atas tindakan dan keputusan pribadi untuk hidup dalam kejujuran dan tanggung jawab yang berani mengakui kesalahan.