Ulfatun Hasanah
Universitas Islam Negeri Walisongo

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Keris Sebagai Jimat Dengan Pendekatan Ilmu Kalam Ulfatun Hasanah
Al-I'lam: Jurnal Komunikasi dan Penyiaran Islam Vol 2, No 1 (2018): September
Publisher : Universitas Muhammadiyah Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (528.892 KB) | DOI: 10.31764/jail.v2i1.541

Abstract

Abstrak: Keris sebagai alat untuk perlindungan dari ancaman-ancaman yang bersifat fisik maupun non fisik.  Menurut Islam keris diperbolehkan sebagai alat perlindungan diri, yang tidak diperbolehkan Islam apabila keris disalahgunakan sebagai azimat (jimat). Hukum percaya keris sebagai azimat (jimat) dalam Islam adalah haram dan salah satu perbuatan musyrik (dosa besar). Pendekatan berarti cara pandang, paradigma, metodologi. Pendekatan ilmu kalam adalah cara pandang atau analisis terhadap masalah ketuhanan dengan menggunakan norma-norma agama atau simbol-simbol keagamaan yang ada. Signifikansi kajian ini adalah untuk menunjukkan keris sebagai jimat dengan pendekatan ilmu kalam.Kata Kunci:Keris, Jimat, Pendekatan Ilmu KalamAbstract: Keris is sort of Java traditional weapon for protection from threats that are both physical and non-physical. According to Islam, the keris is allowed only as a means of personal protection, which Islam is not permitted if the keris is misused as a talisman (amulet). Islam’s law believes keris uses as a talisman (amulet) is haram and one of the idolatrous acts (big sin). The approach means perspective, paradigm, and methodology. The Kalam science’s approach is a way of look or analyzing the problem of divinity by using religious norms or existing religious symbols. The significance of this study is to show how the keris as a talisman analyzed by Kalam science’s approach.Keywords: Keris, Talisman, Kalam Studies Approach
Dakwah Bil-Hikmah: Membangun Etos Kerja Islami Dalam Masyarakat Priyayi Jawa (Analisis Pegawai Pemerintahan Kelurahan Bangetayu Kulon, Kecamatan Genuk) Ulfatun Hasanah
Al-I'lam: Jurnal Komunikasi dan Penyiaran Islam Vol 1, No 2 (2018): Maret
Publisher : Universitas Muhammadiyah Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (617.742 KB) | DOI: 10.31764/jail.v1i2.233

Abstract

Abstrak:  Dakwah adalah bagian yang pasti ada dalam kehidupan umat beragama. Salah satu ajaran Islam, dakwah merupakan kewajiban yang dibebankan agama kepada pemeluknya. Dakwah intinya mengajak kepada kebaikan (amar makruf). Salah satu metode dakwah yang dipakai adalah dakwah bil-hikmah. Dakwah bil-hikmah berarti dakwah bijak, dengan memperhatikan kadar pemikiran dan intelektual, suasana psikologis, serta situasi sosial kultural mad’u. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Clifford Geertz dengan tiga varian, santri, abangan, dan priyayi. Mula-mula, priyayi adalah mereka yang memiliki garis keturunan dengan raja atau adipati (dalam bahasa Jawa, priyayi adalah para yayi atau para adik raja), namun dengan perkembangan zaman lahirlah priyayi baru. Tujuan penelitian untuk melihat gambaran dakwah bil-hikmah: membangun etos kerja Islami dalam masyarakat priyayi, penelitian pada pegawai pemerintahan di Kelurahan Bangetayu Kulon, Kecamatan Genuk. Dengan adanya etos kerja Islami pada masyarakat priyayi di Kelurahan Bangetayu Kulon, Kecamatan Genuk diharapkan dapat berdampak positif terhadap kinerja pegawai pemerintahan. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkann juga mendapatkan gambaran model dakwah yang lebih inovatif untuk masyarakat priyayi Jawa. Abstract : Da'wah is something that must exist in the life of religious people. One of the teachings of Islam, da'wah is a duty that is charged to the followers of islam. Its main mission invites people do good things (amar makruf). One of the da'wah method used is da'wah bil-hikmah (da’wah wisdomly). Da'wah bil-hikmah means dakwah full of wisdom, with attention to the level of thought and intellectual, psychological aura, and cultural social situation of mad'u (listener). As Clifford Geertz puts it with three variants, santri, abangan, and priyayi. Firstly, priyayi are those who have a lineage with Kings or Dukes (in Javanese, priyayi are Yayis or sibling of Kings), but with the era development, new priyayi appears. So, the purpose of the research is to see the description of da'wah bil-hikmah: to build islamic work ethos in priyayi society, research on government officials in Bangetayu Kulon District, Genuk Sub-district. With the Islamic work ethos in the priyayi community in Bangetayu Kulon district, Genuk District is expected to have a positive impact on the performance of government employees. In addition, the results of this study are expected to also get more innovative model of dakwah for the Javanese priyayi society.
Kontribusi Pemikiran Auguste Comte (Positivisme) Terhadap Dasar Pengembangan Ilmu Dakwah Ulfatun Hasanah
Al-I'lam: Jurnal Komunikasi dan Penyiaran Islam Vol 2, No 2 (2019): Maret
Publisher : Universitas Muhammadiyah Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (514.304 KB) | DOI: 10.31764/jail.v2i2.1261

Abstract

Abstrak:Auguste Comte (1798-1857) merupakan seorang filsuf dari Perancis penggagas dari aliran positivisme. Istilah ini mulai digunakan Comte pada karyanya “Cours de Philosophic Positive”. Di samping sebagai seorang filsuf, Auguste Comte juga mendapat sebutan sebagai “Bapak Sosiologi Modern”. Positivisme merupakan aliran pemikiran yang menekankan validitas data secara empirik-verifikatif, sehingga pengetahuan inderawi dijadikan sebagai satu-satunya norma bagi kegiatan ilmiah. Meskipun banyak kritik, tentunya sebagai hasil filsafat, positivisme Auguste Comte ini sangat berperan penting pada perkembangan ilmu-ilmu pengetahuan lain seperti ilmu dakwah. Hasil dari penelitian ini adalah berupa sumbangan positivime Auguste Comte terhadap pengembangan ilmu dakwah dari aspek ontologi, epistomologi, dan aksiologi.    Abstract:Auguste Comte (1798-1857) was a French philosopher who initiated the flow of positivism. This term began to be used by Comte in his work "Cours de Philosophic Positive". Aside from being a philosopher, Auguste Comte also received the title as "Father of Modern Sociology". Positivism is a school of thought that emphasizes the validity of data empirically-verification, so that sensory knowledge is used as the only norm for scientific activity. Despite many criticisms, of course, as a result of philosophy, Auguste Comte's positivism was very important in the development of other sciences such as da'wah. The results of this study are in the form of the contribution of Auguste Comte's positivime to the development of da'wah from the aspects of ontology, epistomology, and axiology.
Arak-Arakan Simbol Warak Ngendog Sebagai Media Dakwah Ulfatun Hasanah
Al-I'lam: Jurnal Komunikasi dan Penyiaran Islam Vol 3, No 1 (2019): September
Publisher : Universitas Muhammadiyah Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (680.955 KB) | DOI: 10.31764/jail.v3i1.1367

Abstract

Abstrak:Simbol Warak Ngendog merupakan kreativitas budaya Lokal yang menjadi maskot dalam arak-arakan tradisi ritual Dugderan masyarakat Kota Semarang. Warak Ngndog memiliki makna konotasi dan denotasi, yang sangat tinggi nilai-nilai filosofis yang dikandungnya. Warak Ngendog secara simbolik mencerminkan akulturasi budaya Jawa, Arab, dan Cina yang merefleksikan pesan-pesan edukatif ajaran moral Islami serta nilai harmoni kehidupan masyarakat multikultural. Interaksi sistemik ulama, pemerintah, masyarakat, ritual Dugderan, dan maskot Warak Ngendog sebagai simbol budaya berperan secara sinergis sebagai media dakwah. Hasil penelitian ini bahwa Warak Ngendog digunakan sebagai media/alat dalam berdakwah.    Abstract:The symbol of Warak Ngendog is capturing the local cultural creativity that has become the mascot in the Dugderan ritual tradition procession of the people of Semarang City. Warak Ngndog has connotation and denotation meaning, which are very high philosophical values they contain. Warak Ngendog symbolically reflects the acculturation of Javanese, Arabic and Chinese culture that reflects the educative messages of Islamic moral teachings and the harmony of life in multicultural societies. The systemic interaction of ulama, government, society, Dugderan rituals, and the mascot of Warak Ngendog as a cultural symbol play a synergistic role as propaganda media. The results of this study that Ngarakog Warak is used as a medium / tool for da'wah
GENDER DALAM DAKWAH UNTUK PEMBANGUNAN (Potret Keterlibatan Perempuan dalam Politik) Ulfatun Hasanah
Jurnal Ilmu Dakwah Vol 38, No 2 (2018)
Publisher : Faculty of Dakwah and Communication, Walisongo State Islamic University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21580/jid.v38.2.3887

Abstract

Gender issues are an issue that demands social and cultural construction justice between men and women. In the demands of this construction, the balance of functions, status, and nature of the sexes is expected to be realized. Instead, da’wa and development is a construction of the changes that take place in society from certain socio-cultural conditions toward something that is considered more valuable. In addition it can also be interpreted as an effort to alleviate backwardness. Therefore, all, gender, da’wa and development are a reciprocal correlation between one another. The emergence of gender injustice issues or gender discrimination due to social construction process in society. Yet Islam and the Constitution of 45 countries have guaranteed equality of access for women and men. Therefore, enhancing the role of women and men in gendered development as an integral part of national development has significance in the effort to achieve harmonious harmony between men and women or to achieve gender equality and justice in various areas of life and development. The results of this study, trying to reveal da’wa gender in development should not be the same role between men and women, there are areas of their own that can be done by men and women in da’wa and development process. ****Isu gender merupakan suatu isu yang menuntut keadilan konstruksi sosial maupun kultural antara kaum laki-laki dengan perempuan. Dalam tuntutan konstruksi ini, keseimbangan fungsi, status, dan hakekat antar jenis kelamin diharapkan dapat direalisasikan. Sebaliknya, dakwah dan pembangunan merupakan suatu konstruksi perubahan yang terjadi di masyarakat dari kondisi sosio-kultural tertentu menuju ke arah sesuatu yang dianggap lebih bernilai. Selain itu dapat juga diartikan sebagai usaha pengentasan keterbelakangan. Oleh karena itu semua, gender dan pembangunan adalah suatu korelasi timbal balik antara satu dengan yang lain. Munculnya isu ketidakadilan gender atau diskriminasi gender akibat adanya proses kontruksi sosial di dalam masyarakat. Padahal Islam dan UUD 45 negara telah menjamin kesetaraan akses perempuan dan laki-laki. Oleh karena itu, peningkatan peranan perempuan dan laki-laki dalam dakwah dan pembangunan yang berwawasan gender sebagai bagian integral dari pembangunan nasional, mempunyai arti penting dalam upaya untuk mewujudkan kemitrasejajaran yang harmonis antara laki-laki dengan perempuan atau mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam berbagai bidang kehidupan dan pembangunan. Hasil penelitian ini, berusaha menampakkan gender dalam dakwah dan pembangunan tidak harus sama peran antara laki-laki dan perempuan, ada wilayah-wilayah sendiri yang bisa dilakukan laki-laki dan perempuan dalam pelaksanaan dakwah dan pembangunan.