Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

The Efficacy of Sauropus androgynus Leaves Extract To Improve Cognitive Function in Wistar Rats Induced Alzheimer’s Rachmat Hidayat; Raden Ayu Adelia Safitri; Tungki Pratama Umar; Arindi Maretzka
Bioscientia Medicina : Journal of Biomedicine and Translational Research Vol. 2 No. 3 (2018): Bioscientia Medicina: Journal of Biomedicine and Translational Research
Publisher : HM Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32539/bsm.v2i3.61

Abstract

Background Sauropus androgynus leaves is the substance which has the potency to prevent degenerative processes. Sauropus androgynus leaves has flavonoid as the main component. Flavonoid has antioxidant and anti neuro-inflammation that can be used to prevent Alzheimer dementia. Research purpose is knowing the effect of Sauropus androgynus leaves for the cognitive function and β-amyloid expression in the hippocampus of wistar rats. Methods Reseacrh was done by in vivo method, where male wistar rats (n=24) were distributed to six groups which consisting of four rats. Group 1: Normal control, group 2: positive control, group 3: standard treatment (B12 vitamin), group 4, 5 and 6 were give Sauropus androgynus leaves extract with the dose of 75 mg/kgBB, 150 mg/kgBB and 300 mg/kgBB, respectively for 28 days. Cognitive function was evaluated by t-maze test, where hippocampal β-amyloid expression was tested by immunohistochemistry. Results Time differences (day 0-28), alternation ratio distinction (day 0-28) and β-amiloid expression were: group 1 (1,84 second; 0,23 unit; 0,518%), group 2 (56,78 second; -0,42 unit; 40,036%), group 3 (34,46 second; -0,25 unit; 33,08%), group 4 (32,83 second; -0,09 unit; 28,88%), group 5 (-3,91 second; 0,42 unit; 14,728%), group 6 (24,25 second; 0,42 unit; 9,4%). Conclusion Sauropus androgynus leaves extract at the dose of 150 mg/kgBB and 300 mg/kgBB can maintain cognitive function by decreasing hippocampal β-amyloid formation.
The Efficacy of Sauropus androgynus Leaves Extract To Improve Cognitive Function in Wistar Rats Induced Alzheimer’s Rachmat Hidayat; Raden Ayu Adelia Safitri; Tungki Pratama Umar; Arindi Maretzka
Bioscientia Medicina : Journal of Biomedicine and Translational Research Vol. 2 No. 3 (2018): Bioscientia Medicina: Journal of Biomedicine and Translational Research
Publisher : HM Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32539/bsm.v2i3.61

Abstract

Background Sauropus androgynus leaves is the substance which has the potency to prevent degenerative processes. Sauropus androgynus leaves has flavonoid as the main component. Flavonoid has antioxidant and anti neuro-inflammation that can be used to prevent Alzheimer dementia. Research purpose is knowing the effect of Sauropus androgynus leaves for the cognitive function and β-amyloid expression in the hippocampus of wistar rats. Methods Reseacrh was done by in vivo method, where male wistar rats (n=24) were distributed to six groups which consisting of four rats. Group 1: Normal control, group 2: positive control, group 3: standard treatment (B12 vitamin), group 4, 5 and 6 were give Sauropus androgynus leaves extract with the dose of 75 mg/kgBB, 150 mg/kgBB and 300 mg/kgBB, respectively for 28 days. Cognitive function was evaluated by t-maze test, where hippocampal β-amyloid expression was tested by immunohistochemistry. Results Time differences (day 0-28), alternation ratio distinction (day 0-28) and β-amiloid expression were: group 1 (1,84 second; 0,23 unit; 0,518%), group 2 (56,78 second; -0,42 unit; 40,036%), group 3 (34,46 second; -0,25 unit; 33,08%), group 4 (32,83 second; -0,09 unit; 28,88%), group 5 (-3,91 second; 0,42 unit; 14,728%), group 6 (24,25 second; 0,42 unit; 9,4%). Conclusion Sauropus androgynus leaves extract at the dose of 150 mg/kgBB and 300 mg/kgBB can maintain cognitive function by decreasing hippocampal β-amyloid formation.
Deteksi Dini Penyakit Paru Obstruktif Kronis dengan Metode CaptureTM: Potensi Skrining Rutin di Layanan Kesehatan Primer Tungki Pratama Umar; Bella Stevanny; Arindi Maretzka; Andy Andrean
JIMKI: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia Vol 6 No 2 (2018): JIMKI : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia Volume 6.2 Edisi Oktober - D
Publisher : BAPIN-ISMKI (Badan Analisis Pengembangan Ilmiah Nasional - Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran Indonesia)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pendahuluan: Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah salah satu dari sepuluh besar penyebab utama kematian di Indonesia. Prevalensi dan angka kematian akibat PPOK yang tinggi menunjukkan pentingnya deteksi dan tatalaksana dini PPOK. Gold standard diagnosis PPOK adalah spirometri. Namun, penggunaan spirometri untuk tes skrining rutin tidak dianjurkan dan sulit dilakukan di layanan kesehatan primer. Maka dari itu, diperlukan metode skrining yang lebih efektif dan sederhana. Pembahasan: Metode CAPTURETM menggunakan lima pertanyaan sederhana untuk menilai adanya paparan, gangguan napas, rasa mudah lelah, dan penyakit pernapasan akut selama 12 bulan terakhir. Berdasarkan skor kuesioner tersebut, dapat ditentukan apakah perlu pemeriksaan lanjutan yang diperlukan berupa peak flow meter dan/atau spirometri. Dengan demikian, deteksi dini pasien PPOK simtomatik dan/atau berisiko eksaserbasi akut dapat dilakukan dengan lebih efektif. Kesimpulan: Metode CAPTURETM memiliki potensi untuk digunakan sebagai tes skrining rutin PPOK yang efektif di layanan kesehatan primer. Kata Kunci: layanan kesehatan primer, metode CAPTURE, PPOK, tes skrining rutin.
Potensi Biji Pepaya (Carica papaya) Berbasis Pendekatan Terhadap BITC dan Karpain sebagai Alternatif Obat Anthelmintik pada Anak di Indonesia Arindi Maretzka; Bella Stevanny
JIMKI: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia Vol 6 No 2 (2018): JIMKI : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia Volume 6.2 Edisi Oktober - D
Publisher : BAPIN-ISMKI (Badan Analisis Pengembangan Ilmiah Nasional - Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran Indonesia)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pendahuluan: Lebih dari 1,5 miliar penduduk dunia terinfeksi cacing yang ditularkan melalui kontak dengan tanah di tahun 2012. Infeksi cacing banyak ditemukan di daerah tropis, subtropis, dan di daerah dengan ekonomi rendah. Infeksi cacing yang berat dapat menyebabkan malnutrisi, gagal tumbuh kembang, dan anemia pada anak-anak. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi infeksi cacing adalah dengan program pemberian obat cacing, namun ditemukan bahwa efektivitas obat cacing telah menurun dan mengarah pada resistansi. Alternatif yang digunakan sebagai obat cacing adalah biji pepaya karena dipercaya dalam pengobatan tradisional sebagai antihelmintik. Tujuan: Dengan adanya studi tinjauan pustaka ini, diharapkan dapat membantu proses penelitian berdasarkan teori yang ada. Metode: Artikel ini dibuat dengan metode telaah pustaka sistematis dari jurnal yang diakses dengan ScienceDirect dan PubMed dan buku lalu analisis dan sintesis dibuat dari studi ilmiah yang terpilih. Hasil Pembahasan: Biji pepaya memiliki efek yang dipercaya dapat mengobati infeksi Askariasis. Masyarakat mengomsumsi air seduhan serbuk biji pepaya ditambah 2-3 sendok madu sebagai obat. Kandungan bioaktif dalam biji pepaya yang dipercaya sebagai antihelmintic adalah karpain dan BITC. Pengobatan berbasis alam ini berpotensi untuk dikembangkan di Indonesia karena pepaya sangat mudah ditemukan di Indonesia, dapat dibeli dengan harga yang terjangkau, dan mengonsumsinya lebih mudah mengingat kelompok terbanyak yang terkena infeksi cacing adalah anak-anak. Kesimpulan: Biji pepaya mengandung banyak senyawa kimia yang bermanfaat untuk kesehatan, salah satunya adalah senyawa karpain dan BITC yang berpotensi sebagai antihelmintik. Biji pepaya dapat digunakan sebagai bahan alternatif obat cacing yang efektif, murah, dan aman. Kata Kunci: alternatif, antihelmintik, biji pepaya, BITC, karpain
Efektivitas, Dosis, dan Pertimbangan Penggunaan Aspirin Jangka Panjang Sebagai Agen Kemopreventif Kanker Kolorektal Bella Stevanny; Arindi Maretzka
JIMKI: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia Vol 6 No 2 (2018): JIMKI : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia Volume 6.2 Edisi Oktober - D
Publisher : BAPIN-ISMKI (Badan Analisis Pengembangan Ilmiah Nasional - Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran Indonesia)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pendahuluan: Kanker kolorektal merupakan kanker paling umum ketiga untuk laki-laki dan paling umum kedua untuk perempuan dengan 1,65 juta kasus baru dan hampir 835.000 kematian di seluruh dunia pada tahun 2015. Tingginya insiden dan angka kematian menunjukkan krusialnya upaya pencegahan kanker kolorektal. Aspirin sudah banyak diselidiki sebagai agen pencegahan kanker kolorektal. Meski demikian, Komite Penanggulangan Kanker Nasional Kemenkes RI mengikuti pedoman American Cancer Society tidak merekomendasikan penggunaannya karena efektivitas, dosis yang tepat, dan potensi toksik yang belum diketahui secara pasti. Metode: Artikel ini dibuat dengan metode telaah pustaka sistematis dari jurnal online dan buku. Sumber pustaka diperoleh dari basis data online ScienceDirect, EBSCO Host, Proquest, dan PubMed. Setelah penyaringan dan pemilihan literatur dengan kriteria inklusi, analisis dan sintesis dibuat dari studi-studi ilmiah yang terpilih. Pembahasan: Penggunaan aspirin efektif menurunkan risiko kanker kolorektal hingga 29% dengan memengaruhi jalur neoplastik dalam karsinogenesisnya. Aspirin sebagai kemopreventif diberikan pada pasien usia 50-69 tahun dengan risiko tinggi kanker kolorektal dengan dosis optimal 75-325 mg/hari sebanyak 2-7 kali/minggu selama minimal 5 tahun. Penggunaan jangka panjang dengan dosis tersebut tidak menjadi masalah karena aspirin mudah didapatkan dan relatif murah serta memiliki efek samping minimal. Kesimpulan: Aspirin dapat digunakan sebagai agen kemopreventif primer dan sekunder kanker kolorektal yang efektif, murah, dan mudah didapat dengan efek samping minimal.