Mety Rahmawati
Fakultas Hukum Universitas Trisakti

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Pelarangan dan Pembolehan Prostitusi di Luar Indonesia Mety Rahmawati
Banua Law Review Vol. 1 No. 1 (2019): October
Publisher : Banua Law Review

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32801/balrev.v1i1.6

Abstract

Sebagaimana dikatakan orang bahwa prostitusi adalah perbuatan yang paling tua di dunia, Pembahasan mengenai tindak pidana prostitusi tidak pernah tuntas ditemukan solusinya. Prostitusi tidak saja melanggar Hak Asasi Manusia, juga di indikasikan adanya kejahatan terorganisir dan di dalamnya terdapat tindak pidana lainnya, yaitu eksploitasi seksual dan perdagangan orang. Banyak negara sudah melakukan pencegahan perdagangan orang, yang di indikasikan penyebab terjadinya eksploitasi seks dan pelecehan seks. PBB telah menetapkan bahwa eksploitasi seks termasuk di dalamnya adalah pelecehan seks. Pada kenyataannya banyak pula disebabkan karena: pemaksaan, kemiskinan, kepadatan penduduk, dan lain sebagainya. Negara memiliki kewenangan dan kewajiban untuk membela anggota warga negaranya, yang tertindas hak asasinya. Termasuk terlibat dalam dunia prostitusi. Sebagaimana telah diatur dalam Protokol Palermo dan Konvensi PBB tentang Penindasan, perdagangan orang dan ekslploitasi seksual oleh orang lain. Menjadi prostitusi tidak dibenarkan, baik karena kemauan sendiri, apalagi dengan tindasan atau eksploitasi seksual dari pihak ketiga. Banyak negara di dunia mempertimbangkan larangan dan kebolehan prostitusi berdasarkan alasan kemanusiaan tersebut. Termasuk alasan kesehatan dan keamanan bagi pelakunya dan pihak lain. Oleh karenanya terdapat negara-negara yang melarangnya (Prohibitionism); membolehkan dengan persyaratan (Abolisionism) dan yang paling baru adalah membolehkan tanpa syarat apapun (Neo Abolisionism). PBB menetapkan bahwa prostitusi harus dihapuskan, agar tidak terjadi lagi pelanggaran hak asasi manusia dan perempuan serta anak memiliki hak yang sama dengan laki-laki.
PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 313/PID.B/2017/PN BKN.) Reva Vergano; Mety Rahmawati
Reformasi Hukum Trisakti Vol. 1 No. 1 (2019): Reformasi Hukum Trisakti
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Trisakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (72.469 KB) | DOI: 10.25105/refor.v1i1.4386

Abstract

Suatu tindak pidana pencurian dengan pemberatan yang dikenakan dalam Pasal 363 ayat (1) ke-3 KUHP, dimana terdakwa telah melakukan pencurian 2 (dua) unit  handphone, di waktu malam hari dalam sebuah rumah atau perkarangan tertutup dan dengan cara melalui jendela  untuk sampai pada barang yang dicuri. Permasalahan yang diangkat adalah apakah perbuatan pelaku melanggar Pasal 363 ayat (1) ke-3 KUHP, dan apakah penjatuhan sanksi pidana oleh hakim terhadap perbuatan pelaku sudah sesuai (Studi Kasus Putusan Nomor 313/Pid.B/2017/ PN Bkn). Untuk menjawab penelitian ini penulis menggunakan penelitian secara yuridis normatif yang bersifat deskriptif analitis dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh melalui studi kepustakaan dan data diolah secara kualitatif dengan menggunakan penarikan kesimpulan deduktif. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa pebuatan terdakwa melanggar Pasal 363 ayat (2) KUHP dan penjatuhan sanksi terhadap terdakwa belum memenuhi tujuan pemidanaan. Kata Kunci: Hukum Pidana, Pencurian dengan pemberatan