Muhammad Irfan Hilmy
Fakultas Hukum Universitas Brawijaya

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Praktik dan Disparitas Putusan Hakim Dalam Menetapkan Force Majeure di Indonesia Muhammad Irfan Hilmy; Muhammad Fadhali Yusuf
Zaaken: Journal of Civil and Business Law Vol. 1 No. 2 (2020): Juni
Publisher : Universitas Jambi, Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22437/zaaken.v1i2.9373

Abstract

Force majeure becomes one of debtor's objections when there is a default in an agreement. In determining the circumstances included in the force majeure criteria, the judge considers the clause of the agreement and the effect that results from a situation on the fulfillment of the achievement. Every incident may not be said to be a force majeure because it sees how much influence factors that influence achievement of achievement. Force majeure is determined because of several things based on the cause, nature, subject, and scope. Juridical provisions related to force majeure in Indonesia are contained in the Civil Code, Laws and Jurisprudence. This paper will discuss the practice of determining force majeure in Indonesia, which refers to a judge's decision that sets a situation as a force majeure. The purpose of this paper is to find out the judge's analysis in rejecting or establishing a forceful situation. The research method used in this paper is normative juridical or also called doctrinal law research. The author refers and reviews the jurisprudence that discusses force majeure to find out the differences in analysis caused by differences in case backgrounds.   Abstrak Force majeure menjadi salah satu tangkisan debitur ketika terjadi wanprestasi dalam suatu perjanjian. Dalam menentukan keadaan yang masuk dalam kriteria force majeure hakim mempertimbangkan klausula perjanjian serta pengaruh yang dihasilkan akibat suatu keadaan terhadap pemenuhan prestasi. Setiap kejadian belum tentu dapat dikatakan sebagai force majeure karena melihat seberapa besar faktor pengaruh yang mempengaruhi pemenuhan prestasi. Force majeure ditetapkan karena beberapa hal berdasarkan penyebabnya, sifatnya, subjeknya, dan ruang lingkupnya. Ketentuan yuridis terkait force majeure di Indonesia terdapat dalam KUH Perdata, Undang-Undang, dan yurisprudensi. Tulisan ini akan membahas praktik penetapan force majeure di Indonesia yang mengacu pada putusan hakim yang menetapkan suatu keadaan sebagai force majeure. Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui analisis hakim dalam menolak atau menetapkan suatu keadaan memaksa. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah yuridis normatif atau disebut juga penelitian hukum doktrinal. Penulis mengacu dan mengulas pada yurisprudensi yang membahas mengenai force majeure untuk mengetahui perbedaan analisis yang disebabkan karena perbedaan latar belakang perkara.  
Analisis Yuridis Lembaga Pengawas Eksternal dalam Pengawasan Badan Usaha Milik Desa Muhammad Irfan Hilmy; Atanasya Melinda Meking
Jurnal Supremasi Volume 11 Nomor 2 Tahun 2021
Publisher : Universitas Islam Balitar, Blitar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35457/supremasi.v11i2.1454

Abstract

Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui kedudukan pengawasan eksternal dalam BUM Desa berkaitan dengan hal-hal apa saja yang dapat dilakukan oleh pengawas eksternal. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode yuridis-normatif, dengan menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan, kasus, dan konseptual. Dalam tulisan ini ditemukan bahwa desa menggunakan dua konsep pengawasan yakni secara internal dan eksternal. Pengawasan internal merupakan pengawasan yang berasal dari desa dan diatur melalui PP No 21 Tahun 2021 tentang BUM Desa, sedangkan pengawasan eksternal yang berwenang untuk mengawasi BUM Desa merupakan pemerintah daerah yang diwakilkan oleh inspektorat serta Badan Pemerika Keuangan. Tulisan ini berkesimpulan bahwa pengawas eksternal memiliki kewenangan untuk melakukan audit dengan kewenangan pemberian sanksi yang berbeda. Inspektorat memiliki kewenangan memberikan sanksi administrasi sedangkan bagi BPK tidak memiliki kewenangan untuk memberikan sanksi administrasi. Kedua pengawas ini pun tidak memiliki akses untuk menindak persoalan pidana karena harus diberikan kepada aparat penegak hukum sebagai yang berwenang. Kedua pengawas ini pun memiliki peran penting untuk mengoptimalkan pengawasan sehingga BUM Desa dapat berjalan secara akuntabel.