I Nyoman Pursika
Unknown Affiliation

Published : 8 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

PENANGGULANGAN BALAPAN LIAR MELALUI DISEMINASI UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DI KALANGAN REMAJA KOTA SINGARAJA Yuliartini, Ni Putu Rai; Windari, Ratna Artha; Pursika, I Nyoman
JURNAL WIDYA LAKSANA Vol 6, No 2 (2017)
Publisher : Universitas Pendidikan Ganesha

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (302.39 KB) | DOI: 10.23887/jwl.v6i2.10587

Abstract

Tujuan utama kegiatan pengabdian masyarakat ini adalah untuk meningkatkan wawasan dan pengetahuan serta kesadaran hukum para remaja di Kota Singaraja, orang tua dan pihak sekolah selaku pendidik terhadap regulasi yang mengatur tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan guna meminimalisir kegiatan balapan liar (Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009), sehingga dikemudian hari jika terjadi kegiatan balapan liar seluruh komponen masyarakat dapat bertindak secara aktif selaku pengawas dan nantinya mampu mengetahui tindakan hukum yang tepat untuk para remaja yang melakukan kegiatan balapan liar tersebut. Untuk kepentingan pencapaian tujuan program ini, maka rancangan yang dipandang sesuai untuk dikembangkan adalah “RRA dan PRA” (rapid rural appraisal dan participation rural appraisal). Di sisi lain, program ini juga diarahkan pada terciptanya iklim kerjasama yang kolaboratif dan demokratis dalam dimensi mutualis antara dunia perguruan tinggi dengan masyarakat secara luas di bawah koordinasi pemerintah Kabupaten setempat, khususnya dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan wawasan para remaja, orang tua dan pihak sekolah selaku pendidik terkait minimalisasi kegiatan balapan liar di Kota Singaraja. Lama pelaksanaan kegiatan adalah 6 (enam) bulan  yang dimulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan sampai pada proses evaluasi dengan melibatkan para remaja, orang tua, keluarga, dan pihak sekolah yang ada di kota Singaraja, dengan jumlah peserta sebanyak 30 orang. Hasil kegiatan menunjukkan bahwa setelah diberikan diseminasi oleh tim pengabdian kepada masyarakat, para remaja, orang tua, keluarga, dan pihak sekolah yang ada di kota Singaraja menjadi memiliki pengetahuan yang jelas dan utuh mengenai: (1) pengetahuan tentang larangan balapan liar menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009, (2) pengetahuan tentang penegakan hukum bagi remaja yang melakukan kegiatan balapan liar. Kata-kata Kunci: Diseminasi, Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Minimalisasi,  Balapan Liar.
PELATIHAN PERANCANGAN KONTRAK EKSPOR IMPOR BAGI PENGRAJIN KAYU DULANG BATOK DI DESA PETANDAKAN KABUPATEN BULELENG Windari, Ratna Artha; Yuliartini, Ni Putu Rai; Pursika, I Nyoman
JURNAL WIDYA LAKSANA Vol 6, No 1 (2017)
Publisher : Universitas Pendidikan Ganesha

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (111.199 KB) | DOI: 10.23887/jwl.v6i1.9237

Abstract

Tujuan utama kegiatan pengabdian masyarakat ini adalah untuk meningkatkan wawasan dan pengetahuan serta kesadaran hukum pengrajin dulang batok di Desa Petandakan Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng terhadap perancangan kontrak ekspor impor serta sosialisasi pengetahuan dasar perihal aturan dalam hukum perjanjian guna melindungi para pengrajin dalam transaksi bisnis, sehingga dikemudian hari jika terjadi penyimpangan maupun pembatalan transaksi terhadap produk kerajinan yang telah disepakati maka secara hukum akan lebih mudah dibuktikan bila ada suatu perjanjian/kontrak tertulis. Untuk kepentingan pencapaian tujuan program ini, maka metode yang digunakan dalam kegiatan ini berupa pelatihan yang dilaksanakan dg sistem jemput bola yg bersifat terminal (peserta dikumpulkan dlm satu lokasi kemudian diberi pelatihan oleh praktisi hukum). Selanjutnya dilaksanakan focus group discussion (FGD) sebagai tindak lanjut pelatihan. Di sisi lain, program ini juga diarahkan pada terciptanya iklim kerjasama yang kolaboratif dan demokratis dalam dimensi mutualis antara dunia perguruan tinggi dengan masyarakat secara luas di bawah koordinasi pemerintah Kabupaten setempat. Lama pelaksanaan kegiatan adalah 8 (delapan) bulan  yang dimulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan sampai pada proses evaluasi di Desa Petandakan Kecamatan Buleleng, dengan jumlah pesertanya sebanyak 30 orang. Hasil kegiatan menunjukkan bahwa setelah diberikan pelatihan oleh tim pengabdian kepada masyarakat, para pengrajin dulang batok di Desa Petandakan menjadi memiliki pengetahuan yang jelas dan utuh mengenai: (1) Pengetahuan tentang hukum perjanjian secara umum dan tata cara penyusunan kontrak bisnis,  (2) Pengetahuan tentang perancangan kontrak ekspor impor bagi pengrajin kayu dulang batok di Desa Petandakan.Kata-kata Kunci: Pelatihan, Perancangan kontrak, Pengrajin dulang batok.
Kajian Analitik Terhadap Semboyan ”Bhinneka Tunggal Ika” Pursika, I Nyoman
Jurnal Pendidikan dan Pengajaran Vol 42, No 1 Apr (2009)
Publisher : Universitas Pendidikan Ganesha

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (49.86 KB) | DOI: 10.23887/jppundiksha.v42i1 Apr.1726

Abstract

Artikel ini bertujuan untuk mengungkap makna yang terkandung dalam semboyan “Bhinneka Tunggal Ika”. Istilah “Bhinneka Tunggal Ika” dipetik dari Kitab Sutasoma karya Mpu Tantular.  Semula istilah tersebut menunjukkan pada semangat toleransi keagamaan, khususnya antara agama Hindu dan Buddha. Setelah diangkat menjadi semboyan bangsa Indonesia konteks permasalahannya menjadi lebih luas yang meliputi suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA). Bhinneka Tunggal Ika merupakan pernyataan jiwa dan semangat bangsa Indonesia yang mengakui realitas bangsa yang majemuk, namun tetap menjunjung tinggi kesatuan. Bhinneka Tunggal Ika adalah cerminan keseimbangan antara unsur perbedaan yang menjadi ciri keanekaan dengan unsur kesamaan yang menjadi ciri kesatuan. Bhinneka Tunggal Ika merumuskan dengan tegas adanya harmoni antara kebhinnekaan dan ketunggalikaan, antara keanekaan dan keekaan, antara kepelbagaian dan kesatuan, antara hal banyak dan hal satu, atau antara pluralisme dan monisme.Kata kunci : bhinneka, tunggal, dan ika
PERANAN DESA PAKRAMAN DALAM MENERTIBKAN KRAMA TAMIU DI LINGKUNGAN BANYUASRI KECAMATAN BULELENG KABUPATEN BULELENG Septiari, Ni Nengah; Lasmawan, I Wayan; Pursika, I Nyoman
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha Vol 7, No 2 (2019): Mei
Publisher : Universitas Pendidikan Ganesha

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23887/jpku.v7i2.22161

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi: (1) Keberterimaan Desa Banyuasri terhadap krama tamiu di lingkungan desanya (2) Ketaatan krama tamiu yang berdomisili di desa pakraman Banyuasri terhadap peraturan kependudukan yang berlaku (3) Dampak penduduk pendatang terhadap kehidupan masyarakat Banyuasri baik dari segi sosial budaya, ekonomi, religius dan keamanan (4) Langkah-langkah strategi penertiban krama tamiu di desa pakraman Banyuasri. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Subjek penelitian adalah Kepala Desa Pakraman; Penyarikan Desa Pakraman; Lurah Banyuasri; Masyarakat Asli Banyuasri; Krama Tamiu Banyuasri. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah metode observasi, wawancara dan dokumentasi yang ditentukan dengan menggunakan metode purposive sampling. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa : (1) Keberterimaan Desa Banyuasri terhadap krama tamiu di lingkungan desanya sudah cukup baik mengikuti peraturan yang berlaku. (2) Ketaatan krama tamiu terhadap peraturan kependudukan yang berlaku sudah terbilang taat karena krama tamiu sudah mengikuti aturan baik itu peraturan kependudukan maupun awig-awig di desa pakraman Banyuasri. (3) Kedatangan krama tamiu berdampak terhadap kehidupan masyarakat Banyuasri yaitu dampak sosial budaya, ekonomi, religius dan keamanan. (4) Langkah-langkah strategi penertiban krama tamiu di desa pakraman Banyuasri yaitu menerapkan awig-awig, melakukan pengawasan secara komprehensif bagi krama tamiu, menerapkan sanksi yang tegas serta melaporkan kepada Kepala Desa Pakraman mengenai identitas krama tamiu yang menyewa rumah masyarakat Banyuasri. Kata Kunci : Desa Pakraman, Krama Tamiu, Banyuasri, Buleleng
PADA GELAHANG: SUATU PERKAWINAN ALTERNATIF DALAM MENDOBRAK KEKUATAN BUDAYA PATRIARKI DI BALI Pursika, I Nyoman
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 1, No 2 (2012)
Publisher : Universitas Pendidikan Ganesha

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23887/jish-undiksha.v1i2.4497

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah (1) menganalisis persepsi masyarakat terhadapperkawinan pada gelahang sebagai perkawinan alternatif di Provinsi Bali, (2) menganalisissistem pewarisan dalam perkawinan pada gelahang bagi laki-laki dan perempuan, (3)menganalisis pola pengasuhan anak dalam perkawinan pada gelahang, (4) menganalisisproses pelaksanaan perkawinan pada gelahang, (5) menganalisis persamaan danperbedaan pelaksanaan perkawinan pada gelahang dengan perkawinan nyentana.Penelitian ini menggunakan pendekatan Etnography Research dalam paradigma penelitian kualitatif. Penelitian ini dilakukan di Provinsi Bali. Persepsi masyarakat Bali terhadapperkawinan pada gelahang termasuk positif, karena dipandang sebagai realitas yang sudah ada di masyarakat, dan tidak pernah dipersoalkan. Sistem pewarisan dalam keluarga yangmelaksanakan perkawinan pada gelahang di Bali pada dasarnya menganut asas parental, yaitu sistem pewarisan yang mewarisi pihak keluarga laki-laki dan keluarga perempuan.Pola pengasuhan anak dalam keluarga yang terbentuk melalui perkawinan pada gelahang pada umumnya memilih pola asuhan demokratis yang dicirikan dengan adanya hak dankewajiban orang tua dan anak adalah sama, dalam arti mereka saling melengkapi. Prosespelaksanaan perkawinan pada gelahang tidak berbeda dengan proses perkawinan biasa, dan pada umumnya dilaksanakan dengan proses meminang, yang sebelumnya diawalidengan masa pacaran. Dalam perkawinan pada gelahang ada dua kali upacara yang relatifsama, yaitu di rumah kediaman mempelai laki-laki dan di rumah kediaman mempelaiperempuan. Persamaan perkawinan pada gelahang dengan perawinan nyentana yaitu: sama-sama merupakan perkawinan alternatif, didasarkan cinta sama cinta, ada saksiagama (banten upacara) dan saksi sosial (masyarakat) dan sama-sama ingin mendapatkanketurunan. Sedangkan perbedaannya adalah bahwa perkawinan pada gelahang status laki-laki dan perempuan tidak ada perubahan status, sehingga sering disebut parental.Kedudukan anak-anak yang dilahirkan dimiliki secara bersama-sama, kecuali ada perjanjianlain. Aspek penting dalam perkawinan pada gelahang yang jarang ditemui adalah adakesepakatan antara suami dan istri yang disaksikan oleh keluarga kedua belah pihak,perjanjian tersebut bisa tertulis dan bisa lisan.   
Kajian Analitik Terhadap Semboyan ”Bhinneka Tunggal Ika” I Nyoman Pursika
Jurnal Pendidikan dan Pengajaran Vol 42 No 1 Apr (2009)
Publisher : Universitas Pendidikan Ganesha

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (49.86 KB) | DOI: 10.23887/jppundiksha.v42i1 Apr.1726

Abstract

Artikel ini bertujuan untuk mengungkap makna yang terkandung dalam semboyan “Bhinneka Tunggal Ika”. Istilah “Bhinneka Tunggal Ika” dipetik dari Kitab Sutasoma karya Mpu Tantular.  Semula istilah tersebut menunjukkan pada semangat toleransi keagamaan, khususnya antara agama Hindu dan Buddha. Setelah diangkat menjadi semboyan bangsa Indonesia konteks permasalahannya menjadi lebih luas yang meliputi suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA). Bhinneka Tunggal Ika merupakan pernyataan jiwa dan semangat bangsa Indonesia yang mengakui realitas bangsa yang majemuk, namun tetap menjunjung tinggi kesatuan. Bhinneka Tunggal Ika adalah cerminan keseimbangan antara unsur perbedaan yang menjadi ciri keanekaan dengan unsur kesamaan yang menjadi ciri kesatuan. Bhinneka Tunggal Ika merumuskan dengan tegas adanya harmoni antara kebhinnekaan dan ketunggalikaan, antara keanekaan dan keekaan, antara kepelbagaian dan kesatuan, antara hal banyak dan hal satu, atau antara pluralisme dan monisme.Kata kunci : bhinneka, tunggal, dan ika
PERANAN DESA PAKRAMAN DALAM MENERTIBKAN KRAMA TAMIU DI LINGKUNGAN BANYUASRI KECAMATAN BULELENG KABUPATEN BULELENG Ni Nengah Septiari; I Wayan Lasmawan; I Nyoman Pursika
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha Vol. 7 No. 2 (2019): Mei
Publisher : Universitas Pendidikan Ganesha

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23887/jpku.v7i2.22161

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi: (1) Keberterimaan Desa Banyuasri terhadap krama tamiu di lingkungan desanya (2) Ketaatan krama tamiu yang berdomisili di desa pakraman Banyuasri terhadap peraturan kependudukan yang berlaku (3) Dampak penduduk pendatang terhadap kehidupan masyarakat Banyuasri baik dari segi sosial budaya, ekonomi, religius dan keamanan (4) Langkah-langkah strategi penertiban krama tamiu di desa pakraman Banyuasri. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Subjek penelitian adalah Kepala Desa Pakraman; Penyarikan Desa Pakraman; Lurah Banyuasri; Masyarakat Asli Banyuasri; Krama Tamiu Banyuasri. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah metode observasi, wawancara dan dokumentasi yang ditentukan dengan menggunakan metode purposive sampling. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa : (1) Keberterimaan Desa Banyuasri terhadap krama tamiu di lingkungan desanya sudah cukup baik mengikuti peraturan yang berlaku. (2) Ketaatan krama tamiu terhadap peraturan kependudukan yang berlaku sudah terbilang taat karena krama tamiu sudah mengikuti aturan baik itu peraturan kependudukan maupun awig-awig di desa pakraman Banyuasri. (3) Kedatangan krama tamiu berdampak terhadap kehidupan masyarakat Banyuasri yaitu dampak sosial budaya, ekonomi, religius dan keamanan. (4) Langkah-langkah strategi penertiban krama tamiu di desa pakraman Banyuasri yaitu menerapkan awig-awig, melakukan pengawasan secara komprehensif bagi krama tamiu, menerapkan sanksi yang tegas serta melaporkan kepada Kepala Desa Pakraman mengenai identitas krama tamiu yang menyewa rumah masyarakat Banyuasri. Kata Kunci : Desa Pakraman, Krama Tamiu, Banyuasri, Buleleng
PADA GELAHANG: SUATU PERKAWINAN ALTERNATIF DALAM MENDOBRAK KEKUATAN BUDAYA PATRIARKI DI BALI I Nyoman Pursika
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol. 1 No. 2 (2012)
Publisher : Universitas Pendidikan Ganesha

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23887/jish-undiksha.v1i2.4497

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah (1) menganalisis persepsi masyarakat terhadapperkawinan pada gelahang sebagai perkawinan alternatif di Provinsi Bali, (2) menganalisissistem pewarisan dalam perkawinan pada gelahang bagi laki-laki dan perempuan, (3)menganalisis pola pengasuhan anak dalam perkawinan pada gelahang, (4) menganalisisproses pelaksanaan perkawinan pada gelahang, (5) menganalisis persamaan danperbedaan pelaksanaan perkawinan pada gelahang dengan perkawinan nyentana.Penelitian ini menggunakan pendekatan Etnography Research dalam paradigma penelitian kualitatif. Penelitian ini dilakukan di Provinsi Bali. Persepsi masyarakat Bali terhadapperkawinan pada gelahang termasuk positif, karena dipandang sebagai realitas yang sudah ada di masyarakat, dan tidak pernah dipersoalkan. Sistem pewarisan dalam keluarga yangmelaksanakan perkawinan pada gelahang di Bali pada dasarnya menganut asas parental, yaitu sistem pewarisan yang mewarisi pihak keluarga laki-laki dan keluarga perempuan.Pola pengasuhan anak dalam keluarga yang terbentuk melalui perkawinan pada gelahang pada umumnya memilih pola asuhan demokratis yang dicirikan dengan adanya hak dankewajiban orang tua dan anak adalah sama, dalam arti mereka saling melengkapi. Prosespelaksanaan perkawinan pada gelahang tidak berbeda dengan proses perkawinan biasa, dan pada umumnya dilaksanakan dengan proses meminang, yang sebelumnya diawalidengan masa pacaran. Dalam perkawinan pada gelahang ada dua kali upacara yang relatifsama, yaitu di rumah kediaman mempelai laki-laki dan di rumah kediaman mempelaiperempuan. Persamaan perkawinan pada gelahang dengan perawinan nyentana yaitu: sama-sama merupakan perkawinan alternatif, didasarkan cinta sama cinta, ada saksiagama (banten upacara) dan saksi sosial (masyarakat) dan sama-sama ingin mendapatkanketurunan. Sedangkan perbedaannya adalah bahwa perkawinan pada gelahang status laki-laki dan perempuan tidak ada perubahan status, sehingga sering disebut parental.Kedudukan anak-anak yang dilahirkan dimiliki secara bersama-sama, kecuali ada perjanjianlain. Aspek penting dalam perkawinan pada gelahang yang jarang ditemui adalah adakesepakatan antara suami dan istri yang disaksikan oleh keluarga kedua belah pihak,perjanjian tersebut bisa tertulis dan bisa lisan.