Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

PENDIDIKAN NILAI MENUJU KEBEBASAN MANUSIA DALAM ALAM DEMOKRASI Purwosaputro, Supriyono
DIMENSI PENDIDIKAN Vol 1, No 2/07 (2005)
Publisher : DIMENSI PENDIDIKAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Value clarification only reflects and implicates in the gathering condition where all people are able to develop the value of respectness. Solidarity and interiority. Value clarification is the learning process that supports the value which is found in human being’s life including value of freedom. The point of value is in way of thinking, the way of attitudes, and the way of behaviour, either personal or together. Value clarification will make the students become more mature in finding and giving the positive value in their freedom. Progressivism philosophy is relevant to develop the value of clarification to the freedom of human beings in democration. Since there is an opinion of basic progressivism a value has a quality of social, besides progressivism giving pressure to the freedom of the students, progressivism also cares to the disipline of the students so they get advantages. Progressivism as the philosophy of education will get big problems in managing an education in a managed curriculum. Keyword : value clarification, freedom, democracy, progressivism
PENDIDIKAN NILAI MENUJU KEBEBASAN MANUSIA DALAM ALAM DEMOKRASI Purwosaputro, Supriyono
DIMENSI PENDIDIKAN Vol 1, No 2/07 (2005)
Publisher : DIMENSI PENDIDIKAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Value clarification only reflects and implicates in the gathering condition where all the people are able to develop the value of respectness, solidarity and interiority. Value clarification in the learning process that support the value which is found in human being’s life including value of freedom. The point of value is the way of thinking, the way of attitudes, and the way of behaviour, either personal or together. Value clarification will make the students become more mature in finding and giving the positive value in their freedom Progressivism philosophy is relevant to develop the value of clarification to the freedom of human being in democration. Since there is an opinion of basic progressivism a value has a quality of social, besides progresivism giving pressure to the freedom of the students, progressivism also cares to the disipline of the students so that they get advantages. Progressivism as the philisophy of education will get big problems in managing an education in a managed curriculum Keyword : value clarification, freedom, democracy, progresivism
Sudut Pandang Etika-Moral Filsafat Ornanisme (Filsafat Proses) Purwosaputro, Supriyono
MAJALAH ILMIAH LONTAR Vol 23, No 3 Agustus (2009)
Publisher : MAJALAH ILMIAH LONTAR

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Etika-etika moral mengajarkan pada manusia untuk bisa membedakan mana perbuatan yang baik dan perbuatan yang buruk. Ajaran moral akan menjadi pedoman dalam kehidupan manusia. Bagi Whitehead dalam pandangannya mengenai etika-moralitas bertumpu pada arti pentingnya  “proses” dan “importance”. Moralitas menjadi kontrol bagi pengalaman proses hidup, memposisikan moralitas dalam dinamika kehidupan bukan pada aturan-aturan (hukum) yang mandeg dan kaku, maupun dalam nilai-nilai absolut yang lepas dari dinamika perubahan jaman serta kenyataan pengalaman hidup manusia. Whitehead merumuskan dua prinsip dasar moral, yaitu keteraturan (order) dan kasih (love). Prinsip “order” untuk menjamin kepentingan umum/bersama, sedangkan prinsip “love” melindungi kepentingan individu Key word : Process/organism, importance, order, pure empirism/mores relativsm
KEBEBASAN MANUSIA DALAN PANDANGAN BUDHISME Purwosaputro, Supriyono
MAJALAH ILMIAH LONTAR Vol 2, No 2 Agustus (2007): MAJALAH ILMIAH LONTAR
Publisher : MAJALAH ILMIAH LONTAR

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Budhisme sebagai falsafah hidup memiliki sifat tidak memaksa, karenanya mampu menawarkan sejumla kebebasan. Diskursus kebebasan mendapat tempat yang memadai dalam budhisme, oleh sebab itu kebebasan dalam konteks budhisme menjadi menarik untuk dijadikan satu tema sentral dalam kajian filsafat timur. Budhisme memberi penghargaan total kepada kebebasan manusia dalam segala tindakan – ekspresi imannya. Melalui dan dengan kebebesannya itu, manusia akan dapat/mampu mempertanggung jawabkan segala tindakannya. Kebebasan yang merupakan kodrat manusia, memiliki nilai implikatif bagi kehidupan manusia menuju proses pencerahan diri dan sekaligus pertanda keutuhan keluhuran individu pribadi manusia yang bersangkutan. Kebebasan universal-objektif nampak jelas dalam ajaran Budhisme dan akan menjadi hidup, jika ditempuh dengan delapan jalan kebenaran dalam Budhisme. Kebebasan manusia dalam pandangan Budhisme bersifat paradoks, pada tataran awal konseptualnya bersifat mutlak (absolute) tapi kemudian dalam tataran praktek harus mengingat kewajiban moral manusia, agar tidak mengakibatkan kesengsaraan bagi manusia lainnya Kata-kata kunci : kesengsaraan/samsara, kebebasan, jalan kebenaran, pencerahan
RELASI SEBAGAI DASAR EPISTEMOLOGI TEORI SOSIAL KARL MARX Purwosaputro, Supriyono
MAJALAH ILMIAH LONTAR Vol 21, No 1 April (2007): MAJALAH ILMIAH LONTAR
Publisher : MAJALAH ILMIAH LONTAR

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Filsafat Karl Marx : “dialetika materialisme” dengan pokok-pokok pemikiran mengenai pekerjaan manusia, keterasingan manusia, materialisme historis, revolusi proletariat, dan kritik terhadap kapitalisme. Pemikiran kritis Karl Marx tidak hanya relevan untuk jamannya (abad XIX) saja, melainkan juga relevan dengan keadaan fagmentaris masyarakat modern yang tidak mampu menyediakan “pekerjaan yang manusiawi” yang mampu meningkatkan martabat kemanusiaan manusia. Pemikiran Karl Marx yang mendasarkan pada analisis relasi manusia, telah melampaui beberapa tahapan : (1) Pemikiran filsafat praktis yang tidak hanya mengintepretasi dunia, tetapi juga mengubah dunia, (2) Pemikiran pencarian basis keterasingan manusia dalam pekerjaannya, (3) Pemikiran hukum sosial obyektif yang menentukan perkembangan masyarakat. Filsafat Karl Marx menunjukkan pandangan realisme yang bertumpu pada relasi dalam memahamu manusia dan masyarakat, menolak materialisme  ministik, mengandung idealisme dan aktualisme (menolak adanya substansi-substansi) yang mengarah pada pada kesadaran subyek manusia yang terlibat dalam pengembangan masyarakat, mengatasi materialisme yang vulgar dan materialisme mekanistis. Kehadiran manusia lebih ditentukan peranannya dalam pengalaman material (faktor pentingnya relasi antar manusia dan alam) yang bersifat humanis. Pemikiran Karl Marx memperkaya pendangan epistemologi mengenai manusia dan masyakat dangan pendekatan struktural dan analisis kelas. Kritik pada Filsafat Karl Marx: dielatika yang terus-menerus akan menghancurkan dirina sendiri. Secara epistemologis pemikiran Karl Marx telah menjadi inspirasi dasar munculnya aliran Teori Kritis atau Mahzab Frankfurt, dengan dasar pemikiran teori kritis masyarakat. Kata-kata Kunci : relasi, alienasi, dialetika, materialisme-historis
RELEVANSI FILSAFAT ALFRED NORTH WHITEHEAD BAGI PENGEMBANGAN ILMU Purwosaputro, Supriyono
MAJALAH ILMIAH LONTAR Vol 22, No 1 April (2008): MIL
Publisher : MAJALAH ILMIAH LONTAR

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Dalam suasana hiruk-pikuknya perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern, Alfred North Whitehead sebagai seorang tokoh aliran filsafat proses mengajukan alternatif dan solusi epistemologik maupun metodologik yang sifatnya unik dan memuat pandangan-pandangan baru tentang relaitas yang menjadi obyek penyelidikan berbagai ilmu pengetahuan. Landasan epistemologi (Filsafat Pengetahuan) A.N. Whitehead adalah teori tentang “prehension” yang dimaksudkan untuk mengatasi dikotomi atau pemisahan yang sepertinya tidak terjembatani amtara subyek dan obyek, tanpa meruduksikan ke salah satu. Kontribusi Whitehead di bidang ilmu pengetahuan adalah pengajuan prinsip metodis dalam penelitian yang menjadikan pengalaman sebagai sumber dan muara dalam penelitian ilmiah, dan perumusan suatu pemikiran yang bersifat umum, menyeluruh, mendasar, terbuka, serta dapat menjelaskan seluruh dimensi pangalaman manusia. Pengembangan ilmu berdasarkan pemikiran filsafat Alfred North Whitehead untuk memahami relitas realitas sebaai suatu substansi yang telah jadi dan berhenti berproses, hal ini disebabkan bahwa realitas itu hakikatnya merupakan peristiwa atau fenomena yang bersifat organis. Dalam kaitannya dengan pengembangan ilmu pengetahuan, Whitehead telah mengingatkan agar menghindar dari kesalahan yang berupa ‘pernyataan berlebihan’, karena itu ilmuan harus selalu memiliki keteraturan observasional dan keteraturan konseptual. Kata-kata kunci : prehensi, organis/proses, relitas. persepsi
AKU” DALAM PANCASILA (REFLEKSI METAFISIKA PANCASILA) Purwosaputro, Supriyono
CIVIS Vol 5, No 1/Januari (2015): CIVIS
Publisher : FPIPSKR Universitas PGRI Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Makna “aku” dalam kaitan dengan Pancasila, lebih tepat mengarah pada “aku ontologis” dan “aku fungsional”. Dikarenakan Pancasila bukan merupakan rangkaian maupun kesatuan rumusan sila-sila yang bersifat mitik, melainkan merupakan rumusan yang rasional dan objektif berdasarkan keadaan dan historisitas bangsa Indonesia. Dengan “aku ontologis” berarti tiap-tiap subjek manusia Indonesia memiliki kesadaran pemikiran mengenai kehadiran dirinya dalam negara yang berdasarkan pada sila-sila Pancasila, dan akar budaya bangsanya. Keberadaan Pancasila itu sendiri sesungguhnya tidak terlepas dari keberadaan “aku” subjek manusia Indonesia, karena terkait langsung dengan persoalan implementasi Pancasila pada kehidupan manusia Indonesia.Pendekatan yang digunakan dalam tulisan reflektif ini adalah dengan menempatkan esensi dan eksistensi manusia yang memiliki kesadaran penuh sebagai mahkluk ciptaan Tuhan yang dengan itu manusia merasa tak mungkin ada tanpa peran Penciptaan Tuhan, karenanya Tuhan menjadi prinsip pertama dari segala yang ada (termasuk Pancasila). Hal demikian kemudian dijadikan pijakan melakukan pemikiran reflektif metafisis tentang PancasilaEksistensi aku-manusia Indonesia pada aku dalam Pancasila, berada dalam bentuk humanisme yang integral yang menempatkan relasi aku-manusia dengan dirinya sendiri, dengan sesama manusia dan dengan Tuhannya secara serasi, selaras dan seimbang. Disini Pancasila menempatkan manusia Indonesia sebagai “subjek monopluralis” (tunggal tapi jamak). Aku dalam Pancasila dan sekaligus pula Pancasila dalam eksistensiku , secara ontologis telah memposisikan Pancasila sebagai “simbol hidup” yang mengarahkan dan menggerakkan situasi dan kondisi eksistensi manusia Indonesia sebagai subjek yang monopluralis. Pancasila sebagai simbol hidup yang dianggap “melepaskan” manusia Indonesia dari situasi-situasi batas yang melingkupi eksistensinya. Pancasila sebagai simbol hidup memerlukan penjabaran pada tataran kategori operasional yang nilai-nilainya tidak terlepas dari nilai-nilai dasarnya yang bersifat imanen. Konsekuensi logis implementasinya bahwa manusia Indonesia sebagai makhluk monopluralis dengan segala potensi internal maupun ekternalnya, harus berupaya terus menerus menggali nilai-nilai implementatif dari nilai-nilai dasar ontologis Pancasila, sehingga Pancasila tidak dirasakan semakin kabur dan kering dari kehidupan sehari-hari masyarakat manusia Indonesia.Kata kunci : aku, manusia monopluralis, refleksi, Pancasila
POLITIK HUKUM DALAM PEMBENTUKAN KODE ETIK GURU INDONESIA SEBAGAI SARANA MENINGKATKAN PROFESIONALISME GURU DI KOTA SEMARANG Maryanto, Maryanto; Khoiriyah, Nor; Purwosaputro, Supriyono
Jurnal Meta-Yuridis Vol 5, No 1 (2022)
Publisher : fakultas hukum universitas PGRI Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26877/jm-y.v5i1.11191

Abstract

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran supaya peserta didik dapat aktif mengembangkan pola pikir dirinya untuk memiliki kekuatan nilai religius, mengontrol diri, jati diri, etika, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Untuk mencapai keberhasilan dari proses pendidikan tersebut, maka kehadiran seorang guru profesional sangat penting dalam mendidik, mengajar, melatih, dan menilai menuju keberhasilan pembelajaran yang dicita-citakan. Dalam melaksanakan tugas profesinya seorang guru perlu adanya norma yang dijadikan sebagai pedoman dalam bersikap dan berperilaku, hal ini telah diatur dalam kode etik guru Indonesia. Kode etik guru ini telah dibentuk oleh organisasi Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) sebagai salah satu acuan penting perlindungan hukum profesi guru dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya. Dalam pembentukan kode etik guru Indonesia tidak lepas dari politik hukum sebagai kebijakan dasar yang menentukan arah, bentuk maupun isi dari kode etik guru tersebut dirumuskan. Politik hukum dalam pembentukan kode etik guru Indonesia sebagai sarana meningkatkan profesionalisme guru di kota semarang meliputi tiga komponen dasar, yaitu (1) arah kebijakan kode etik guru Indonesia dalam meningkatkan profesionalisme guru di Kota Semarang; (2) Landasan dasar pembentukan dan penerapan kode etik guru Indonesia dalam meningkatkan profesionalisme guru di Kota Semarang (3) Produk hasil rumusan kode etik guru Indonesia dalam meningkatkan profesionalisme guru di Kota Semarang.