Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

ROLE OF SIGNAL TRANSDUCTION ERK1/2 ON THE PROLIFERATION OF ENDOTHELIAL PROGENITOR CELL (EPC) OF PATIENTS WITH STABLE ANGINA PECTORIS INDUCED BY GROWTH FACTORS (Peran Transduksi Sinyal ERK1/2 terhadap Persiapan Proliferasi Endothelial Progenitor Cell (EPC) Pasien Angina Pektoris Stabil yang Diinduksi oleh Faktor Pertumbuhan) Yudi Her Oktaviono; Djanggan Sargowo; Mohammad Aris Widodo; Yanni Dirgantara; Angliana Chouw; Ferry Sandra
INDONESIAN JOURNAL OF CLINICAL PATHOLOGY AND MEDICAL LABORATORY Vol 22, No 3 (2016)
Publisher : Indonesian Association of Clinical Pathologist and Medical laboratory

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24293/ijcpml.v22i3.1235

Abstract

Sel Progenitor Endotel (EPC) merupakan kelompok sel yang memiliki kekuatan angiogenik yang kemudian dikenal sebagai pilihanpengobatan seluler untuk mengimbas perbaikan lapisan intima pembuluh darah. Berdasarkan beberapa kajian sebelumnya, jumlahEPC di pasien angina pektoris stabil lebih rendah dibandingkan dengan individu yang sehat. Di samping itu, EPC juga dikenal sebagaiperamal independen terhadap perjalanan penyakit jantung koroner. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peran transduksiisyarat ERK1/2 terhadap proliferasi EPC yang diambil dari darah tepi pasien angina pektoris stabil dengan imbasan pemberian faktorpertumbuhan. Penelitian ini merupakan kajian percobaan melalui uji laboratoris dengan pendekatan atau rancangan control grouptime series design. Penelitian dilakukan di Laboratorium Prodia Stem Cell Indonesia di Jakarta pada bulan Januari 2014. Sampeldarah tepi diambil dari delapan (8) subjek relawan pasien angina pektoris stabil yang memenuhi patokan kesertaan dan sebagaipembanding digunakan delapan (8) unit darah tepi yang diambil dari orang yang bukan pasien angina pektoris. Metode sel mononuklear(MNC) dari delapan (8) pasien angina pektoris stabil diisolasi selama satu (1) atau tiga (3) hari di medium tertentu dengan atautanpa penambahan suplemen. EPC yang dihasilkan dan dicat dengan metode pengecatan imunofluoresens untuk mendeteksi CD34,Vascular Endothelial Growth Factor Receptor 2 (VEGFR-2) dan CD133. Pemeriksaan proliferasi sel XTT digunakan untuk menilaipertumbuhan EPC setelah kultur antara 1−3 hari, sedangkan perhitungan Colony Forming Unit (CFU) digunakan untuk menilai fungsiEPC kelompok yang terbentuk setelah dikultur antara 1−3 hari. Analisis western blot dilakukan untuk mendeteksi aktifasi ERK1/2.Hasil mengecat imunofluoresens mengukuhkan seluruh petanda membran EPC termasuk CD34, VEGR2 dan CD133. Jumlah rerata EPCyang berdaya hidup di pasien angina pektoris stabil lebih rendah dibandingkan dengan pembandingnya, yaitu masing-masing 5,77×103dan 23,40×103. Jumlah EPC baik kelompok pasien angina pektoris stabil dan yang pembanding meningkat secara bermakna denganperangsangan faktor pertumbuhan. Hasil western blot menunjukkan bahwa ERK1 diekspresikan lebih tinggi pasien angina pektoris stabildibandingkan pembanding. Fosforilasi ERK2 terdeteksi di kelompok pembanding dan menguat secara bermakna seiring waktu denganperangsangan faktor pertumbuhan. Fosforilasi ini dihambat oleh U0126. Di pasien angina pektoris stabil, fosforilasi ERK2 terdeteksipada perangsangan faktor pertumbuhan setelah kultur selama tiga (3) hari.
HIPOKSIA VERSUS NORMOKSIA: UJI PRELIMINARI KONDISI LINGKUNGAN IN VITRO YANG BAIK UNTUK PRODUKSI MEDIUM TERKONDISI SEL PUNCA MESENKIMAL Yanni Dirgantara; Ajeng Diantini; Cynthia R. Sartika
Farmaka Vol 18, No 4 (2020): Farmaka (Suplemen)
Publisher : Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/farmaka.v18i4.42347

Abstract

Sel punca mesenkimal (SPM) telah banyak digunakan dalam uji klinis maupun pre klinis dan menunjukkan hasil yang cukup menjanjikan sebagai alternatif terapi pengobatan penyakit degeneratif. Efektivitas terapi SPM bukan hanya dipengaruhi oleh sel yang ditransplantasikan, tetapi juga oleh efek parakrin SPM melalui sekresi molekul sinyaling berupa protein baik secara in vivo maupun in vitro. Efek parakrin terjadi saat sel menerima signal kerusakan, yang secara in vitro dapat dikondisikan dengan pengaturan lingkungan hipoksia bagi pertumbuhan sel. Penelitian ini membandingkan total protein yang dihasilkan oleh SPM dari dua macam sumber, yaitu jaringan tali pusat dan lemak, yang dikultur dalam kondisi hipoksia dan normoksia selama 24 dan 48 jam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa protein yang dihasilkan oleh SPM dari jaringan lemak menghasilkan protein dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan dengan SPM dari tali pusat. Sedangkan jika dilihat dari parameter waktu perlakuan, protein yang dihasilkan setelah perlakuan 48 jam lebih banyak dibandingkan protein yang dihasilkan oleh perlakuan selama 24 jam.