Syam sumarlin
Jurusan Antropologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Halu Oleo

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

POLA BERTANI PADI LADANG PADA MASYARAKAT TOLAKI ( STUDI ANTROPOLOGI DI KELURAHAN ALANGGA KECAMATAN ANDOOLO KABUPATEN KONAWE SELATAN ) Ida Juliani; Syam sumarlin; Rahmat Sewa Suraya
KABANTI : Jurnal Kerabat Antropologi Vol 2 No 2 (2018): Volume 2 Nomor 2, Juli - Desember 2018
Publisher : Jurusan Antropologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (165.306 KB)

Abstract

This research aimed to find out and to describe the dry field paddy farming system ritually related to the dry field farming pattern in Tolaki community in Kelurahan Alangga (Alangga Village) of Andoolo Sub District of Konawe Selatan (South Konawe) Regency, using Wolf’s (1983) farmer ecotype theory. This study used descriptive approach. The result of research revealed the followings. (1) Tolaki community in Kelurahan Alangga used some stages in doing dry field paddy farming. By the availability of land, the type of farmer is divided into two: the farmers cultivating the land themselves and the ones cultivating the land by borrowing land from land owner. Meanwhile, seed procurement was conducted by means of buying it, because the paddy variety planted by Tolaki community in Kelurahan today is different from that in the past. Then, land cultivation was conducted in some stages: clearing away, burning, and cleaning the burning remains. Next, hut development, fence development, planting, plant maintenance, and harvesting, and post-harvesting were conducted. Tolaki people in Kelurahan Alangga did dry field farming to satisfy household economy. (2) There were two rites related to dry field farming pattern in Tolaki community: mombodai and mombongu. It was conducted hereditarily by the people living in Kelurahan Alangga. From the result of research, it could be concluded that (1) dry field farming system in Kelurahan Alanga was conducted in patterned manner corresponding to the ancestor’s tradition maintained until today, despite many farmers using modern farming system, and (2) the rite related to dry field farming pattern was still conducted in Kelurahan Alangga, because the people still believed that the rite would affect positively the paddy they plant and their harvest.
KEHIDUPAN KELUARGA INTI YANG BERBEDA TEMPAT TINGGAL Hadirah Hadirah; Syam Sumarlin
KABANTI : Jurnal Kerabat Antropologi Vol 3 No 1 (2019): Volume 3 Nomor 1, Juni 2019
Publisher : Jurusan Antropologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (164.477 KB)

Abstract

Tujuan penelitian ini untuk Mengetahui kehidupan ekonomi pasangan dua rumah tangga di Kota Kendari yang berbeda tempat tinggal, Masalah yang dialami dalam keluarga dan Mengatahui pola komunikasi keluarga yang berbeda tempat tinggal di Kota Kendari. Penelitian ini menggunakan teori agency oleh Pierre Bourdieu. Metode peneltian ini adalah melalui penelitian lapangan dengan menggunakan wawancara mendalam dan wawancara biasa, pengamatan (observation), dan dengan pemilihan informasi secara purposive sampling yang dianalisis secara deskriptif kualitatif.Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keluarga yang berbeda tempat tinggal adalah kelompok budaya organisasi kecil yang pada umumnya tidak berbeda dengan keluarga yang seatap lainnya, namun dalam kehidupan sehari-hari pada keluarga yang berbeda tempat tinggal sangat berbeda terutama dalam memenuhi kebutuhan ekonomi yang semakin meningkat. Selain memenuhi kebutuhan sandang pangan dalam keluarga, tetapi juga harus memikirkan biaya transportasi untuk berkumpul dengan keluarga pada waktu-waktu tertentu. Kehidupan keluarga yang berbeda tempat tinggal didalamnya rentan timbul permasalahan, seperti perasaan cemburu, permasalahan komunikasi yang tidak lancar, permasalahan anak, dan permasalahan ekonomi . Dengan ruang dan waktu yang berbeda dengan keluarga atau pasangan, keluarga yang bebeda tempat tinggal hanya mengandalkan media komunikasi untuk tetap berhubungan dengan keluarga.
RITUAL MACCERA DARAME DALAM SISTEM PERTANIAN TRADISIONAL SEBAGAI KEARIFAN LOKAL ORANG BUGIS DI DESA TOMBEKUKU, KECAMATAN BASALA, KABUPATEN KONAWE SELATAN Mila Harfila; Syam sumarlin
KABANTI : Jurnal Kerabat Antropologi Vol 3 No 2 (2019): Volume 3 Nomor 2 Juli - Desember 2019
Publisher : Jurusan Antropologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (171.836 KB) | DOI: 10.33772/kabanti.v3i2.983

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses dan makna ritual maccera darame dalam sistem pertanian tradisional sebagai kearifan lokal orang Bugis di Desa Tombekuku. Teori yang digunakan adalah teori Victor Turner tentang makna simbol. Metode penelitian ini menggunakan metode etnografi dengan pengumpulan data dilakukan melalui pengamatan terlibat (observtion participation)dan wawancara mendalam (indepth interview). Hasil Penelitian menunujukkan bahwa: ritual maccera darame dilaksanakan dua kali dalam setahun oleh setiap keluarga petani yang telah selesai melaksanakan panen. Proses ritual maccera darame mempunyai beberapa tahapan, dimulai dari mengadakan musyawarah dengan keluarga, mengumpulkan bahan-bahan perlengkapan ritual yang akan digunakan. Tahap selanjutnya adalah sandro ase akan memulai ritual dan diakhiri dengan makan bersama. Makna yang terkandung dalam ritual ada dua yaitu makna perilaku yang dilakukan oleh sandro ase seperti (diam dimaknai sebagai penenang jiwa, agar hasil panen yang didapatkan datang dengan tenang dan tulus, gerak dimaknai sebagai pengusir roh-roh jahat yang menganggu, gerak juga dimaknai sebagai pemanggil rejeki). Makna perlengkapan yang dipakai dalam ritual Maccera Darame seperti (padi, beras (biasa, ketan putih, ketan hitam) dimaknai sebagai bentuk rasa syukur kepada sang pencipta atas rejeki yang di dapatkan, nasi ketan dua macam (ketan hitam & ketan putih) juga dimaknai/ menyimbolkan arah matahari (Timur & Barat), ayam dimaknai sebagai persembahan kepada leluhur, tempurung kelapa yang di tempati darah ayam dimaknai sebagai tempat/ wadah berkumpulnya rezeki, darah ayam yang diusapkan pada jerami padi dimaknai agar hasil panen padi selalu berkembang dan mengalami peningkatan dari panen padi sebelumnya, dupa, arang dan kemenyan dimaknai sebagai penghubung antara Sandro dengan mahluk gaib).