Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Penerapan Prinsip Responsibility To Protect (RtoP) Sebagai Bentuk Perlindungan Penduduk Sipil Dalam Konflik Bersenjata Lalu Guna Nugraha
Jatiswara Vol 35 No 1 (2020): Jatiswara
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (402.342 KB) | DOI: 10.29303/jatiswara.v34i1.227

Abstract

Penelitian ini dilakukan untuk menjawab permasalahan hukum yaitu: pertama, apakah pertimbangan faktual yang relevan bagi penerapan prinsip Responsibility to Protect (RtoP) di Suriah; kedua, bagaimana kedudukan prinsip Responsibility to Protect (RtoP) di dalam hukum internasional dan legitimasinya untuk diterapkan di dalam konflik bersenjata di Suriah; serta institusi apakah yang relevan untuk mengimplementasikan prinsip Responsibility to Protect (RtoP) di Suriah. Penelitian ini merupakan penelitian normatif berdasarkan kerangka hukum internasional. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan kasus (case approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Dari hasil pengamatan, penulis menyimpulkan: pertama, bahwa telah terjadi kejahatan internasional selama terjadinya konflik bersenjata di Suriah; kedua, RtoP merupakan norma yang diterima oleh hampir seluruh negara di dunia, dan di dalam penerapannya harus memenuhi kriteria-kriteria yang jelas serta mengutamakan cara-cara damai, dan apabila dengan cara-cara damai belum berhasil, maka masyarakat internasional harus mempersiapkan langkah yang lebih kuat, termasuk penggunaan langkah terakhir (last resort), berupa intervensi militer melalui DK PBB; ketiga, aktor intervensi yang relevan perlu juga dilihat dengan pendekatan bottom-up, antara lain: Liga Arab, yang juga harus didukung oleh aktor-aktor pendukung; Negara-negara Berkembang; Organisasi Independen; Komunitas HAM; Media; Institusi Swasta Kemanusiaan serta Institusi Swasta lainnya.
REKONSTRUKSI KEDUDUKAN KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT DALAM HIERARKI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN HAERUMAN JAYADI; AD. BASNIWATI; LALU GUNA NUGRAHA
GANEC SWARA Vol 16, No 1 (2022): Maret 2022
Publisher : Universitas Mahasaraswati K. Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35327/gara.v16i1.289

Abstract

The purpose of this study was to determine the position of the Decree of the People's Consultative Assembly based on the science/theory of legislation with a specific target in the form of producing teaching materials in the subjects of Constitutional Law and Legislation. The research method used is a normative legal research method using a statutory approach and a conceptual approach. Based on the research, it was found that the MPR Decree which is still in effect today is the MPR Decree which is regulatory in nature while the MPR Decree which is stipulating/decision is no longer in effect. Various legal issues arise from the existence of the MPR tap which is placed in a higher position/level in on the Law, which is related to the testing, namely the tools/testing stones and the authorized institution to test it. The ideal position in the future if you still want to maintain the existence and enforceability of the MPR Decree is to place the MPR Decree on an equal footing with the Law. The suggestions that can be given based on the results of the research and discussion as well as the conclusions mentioned above are as follows: The legislators, in this case the DPR and the President, shall immediately form a law which regulates the contents of the MPR Decree which is still valid. The legislators revise or amend Law no. 12 of 2011 concerning UUUP3 Article 7 paragraph (1) by placing the MPR Decree as equal to the Law.
HAK PESERTA BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN Rahmawati Kusuma; AD Basniwati; Lalu Guna Nugraha; Sri Hariati
PALAR (Pakuan Law review) Vol 7, No 2 (2021): Volume 7, Nomor 2 April-Juni 2021
Publisher : UNIVERSITAS PAKUAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (48.035 KB) | DOI: 10.33751/palar.v7i2.3242

Abstract

Artikel ini bertujuan untuk mengetahui bentuk-bentuk jaminan yang diberikan oleh Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan dalam pemenuhan hak-hak pesertanya dan akibat bukum bagi pemberi kerja yang tidak mendaftarkan pekerjanya ke BPJS Ketenagakerjaan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011  tentang badan penyelenggara jaminan sosial, menegaskan bahwa Badan Penyelenggara Jaminan Sosial merupakan badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sebagai salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak. Namun hal ini masih juga tidak dihiraukan oleh sebagian perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia. Metode yang digunakan dalam artikel ini adalah metode penelitian normatif, kemudian dianalisa dengan menggunakan metode kualitatif yang lebih menekankan analisanya pada proses penyimpulan dedukatif dan induktif serta pada dinamika hubungan antar fenomena yang diamati dengan menggunakan logika ilmiah. Hasil pembahasan ini menunjukkan bahwa bentuk jaminan yang diberikan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan dalam pemenuhan hak-hak pesertanya sesuai dengan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah berupa Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Pensiun (JP), Jaminan Kematian (JK). Sedangkan akibat hukum bagi pemberi kerja yang tidak mendaftarkan pekerjanya ke BPJS Ketenagakerjaan.
Status Hukum WNI Eks ISIS Dalam Perspektif Hukum Internasional AD Basniwati; Sofwan Sofwan; Lalu Guna Nugraha; Diva Pitaloka
Jurnal Risalah Kenotariatan Vol. 1 No. 2 (2020): Jurnal Risalah Kenotariatan
Publisher : Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (361.799 KB) | DOI: 10.29303/risalahkenotariatan.v1i2.10

Abstract

Penelitian ini dilakukan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini, yaitu: pertama, bagaimana bentuk tanggung jawab Negara dalam melindungi warga negaranya yang terdampak oleh ISIS; kedua, bagaimana status hukum WNI eks ISIS dalam perspektif Hukum Internasional. Penelitian ini merupakan penelitian normatif berdasarkan kerangka hukum internasional, sehingga metode yang digunakan adalah metode penelitian normatif. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan kasus (case approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Dari hasil pengamatan, penulis menyimpulkan: pertama, upaya perlindungan yang diberikan oleh negara dilakukan melalui perwakilan negara RI di negara yang ditempati WNI. Negara melalui Pemerintah memberikan perlindungan kepada WNI yaitu dengan memberikan bantuan, perlindungan dan mengumpulkan WNI di wilayah yang netral/aman, serta berupaya untuk memulangkan mereka kembali ke Indonesia dengan biaya ditanggung oleh negara sebagaimana amanat undang-undang; kedua, status kewarganegaraan dapat dikatakan sebagai precious right (hak yang sangat berharga), karena dengan kehilangan status kewarganegaraan seseorang akan menjadi stateless yang di mana berdampak pada hilangnya hak-hak dasarnya sebagai warga negara. Berdasarkan ketentuan-ketentuan konstitusi dan peraturan perundang-undangan yang telah dijelaskan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa status hukum WNI yang melakukan tindak pidana terorisme di luar teritorial Indonesia masih dan tetap berstatus sebagai Warga Negara Indonesia (WNI) selama tidak melakukan hal-hal sebagaimana termaktub di dalam Pasal 23 UU No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan.Kata Kunci: Status Hukum; Tanggung Jawab Negara.