Misbahul Munir
IAIN SYaikh Abdurrahman Siddik Bangka Belitung

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Kontroversi Pendekatan Sejarah dalam Kajian Hadis Misbahul Munir
Tawshiyah: Jurnal Sosial Keagaman dan Pendidikan Islam Vol 15 No 1 (2020): Volume 15, Issue 1 (June 2020)
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP2M) IAIN Syaikh Abdurrahman Siddik Bangka Belitung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32923/taw.v15i1.1353

Abstract

Sebagai teks yang kedua (the second text) dalam agama Islam, hadis memiliki perbedaan dengan Alquran, baik dari segi tingkat kepastian (kebenaran) teks maupun pada taraf kepastian argumen. Mengenai kepastian hadis sebagai sebuah teks suci, ia dihadapkan pada permasalahan dan fakta mengenai tidak adanya jaminan otentik yang secara eksplisit menjamin keotentikan dan kepastiannya sebagai sebuah teks suci, sebagaimana yang dimiliki oleh Alquran. Ketiadaan jaminan otentisitas teks inilah memaksa para pengkajinya untuk melakukan usaha perumusan konsep yang dapat menjamin keotentikannya. Hal inilah yang menjadi alasan perlu dilakukannya penelitian terhadap hadis ditinjau dari pendekatan sejarah. Bagaimana sebuah hadis dipahami, diterima, dan diakui statusnya sebagai sebuah hadis. Perlunya pengkajian terhadap hadis Nabi dilatarbelakangi oleh enam alasan. Alasan - alasan tersebut adalah, pertama, hadis Nabi sebagai salah satu sumber ajaran Islam. Kedua, tidak semua hadis telah tertulis pada zaman nabi. Ketiga, terjadinya manipulasi dan pemalsuan hadis. Keempat, proses penghimpunan hadis memakan waktu yang sangat lama. Kelima, banyaknya jumlah kitab hadis. Keenam, terjadinya periwayatan hadis secara makna. Alasan-alasan mengenai pentingnya penelitian terhadap hadis di atas, memberikan pemahaman bahwa alasan pertama berkaitan dengan posisi dan fungsi hadis. Sedangkan lima alasan lainnya sangat berkaitan erat dengan perjalanan sejarah atau historisitas hadis. Mengenai peranan, posisi, dan fungsi hadis terhadap Alquran, pengkajian terhadap hadis penting untuk dilakukan karena posisi hadis sebagai sumber hukum menuntut dan mengharuskan umat Islam untuk berargumentasi dengan data dan dalil yang valid dan dapat dipertanggungjawabkan kevalidannya. Memahami dan mempraktikkan ajaran agama harus didasarkan pada dalil-dalil yang valid dan berkualitas sahih, tidak bisa didasarkan pada dalil yang kesahihannya diragukan atau dipertanyakan. Kelima alasan lainnya merupakan kajian dari aspek historisitas hadis. Lima alasan inilah yang semakin menguatkan untuk dilakukan penelitian dan pengkajian terhadap hadis Nabi
KONSEP KELUARGA DALAM ISLAM TINJAUAN MAQASHID SYARIAH Misbahul Munir
ISLAMITSCH FAMILIERECHT JOURNAL Vol 4 No 2 (2023): Islamitsch Familierecht Journal
Publisher : Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32923/ifj.v4i2.3956

Abstract

Indonesia merupakan negara majemuk yang dihuni oleh masyarakat yang berbeda agama, budaya, bahasa, adat istiadat, serta perbedaan lainnya yang sesuai dengan semboyan nasional Bhinneka Tunggal Ika (Unity in Diversity). Di dalam kehidupan sosial masyarakat Indonesia baru-baru ini dihebohkan dengan pernikahan kaum LGBT. Apakah ikatan pernikahan yang dilakukan ini bisa disebut sebagai sebuah keluarga dalam pandangan Islam? Tulisan ini berusaha untuk menemukan dan merumuskan konsep keluarga dalam pandangan Islam dengan tinjauan maqashid syariah. Di dalam Al-Qur’an juga dijelaskan bahwa ikatan perkawinan untuk membentuk sebuah keluarga paling tidak harus terdiri dari suami (yang berjenis kelamin lak-laki) dan istri (yang berjenis kelamin perempuan). Ikatan perkawinan yang dirajut dengan hanya melibatkan satu jenis kelamin tertentu tidak sesuai dengan tujuan umum syariat yaitu menciptakan kemaslahatan dan menolak kerusakan (al-kulliyat al-khams : menjaga agama, jiwa, akal, harta, dan keturunan). Ikatan perkawinan ini pula bertentangan dengan sifat-sifat dasar yang melekat dan dimiliki oleh syariat (fitrah, toleransi/al-samahah, kesetaraan/al-musawah, dan kebebasan/al-hurriyah). Abstract : Indonesia is a pluralistic country inhabited by people with different religions, cultures, languages, customs and other differences in accordance with the national motto Bhinneka Tunggal Ika (Unity in Diversity). In social life, Indonesian society has recently been shocked by LGBT marriages. Can this marriage bond be called a family in the Islamic view? This paper attempts to discover and formulate the concept of family from an Islamic perspective with a review of maqashid sharia. In the Qur'an it is also explained that the marriage bond to form a family must at least consist of a husband (male) and wife (female). A marriage bond that is knitted involving only one particular gender is not in accordance with the general objectives of the Shari'a, namely creating benefit and preventing damage (al-kulliyat al-khams: protecting religion, soul, mind, property and offspring). This marriage bond also contradicts the basic characteristics inherent and possessed by the Shari’a (fitrah, tolerance/al-samahah, equality/al-musawah, and freedom/al-hurriyah)