Abednego Andhana Prakosajaya
Unknown Affiliation

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

PEMILIHAN LOKASI PABRIK GULA GUNUNGSARI OLEH HANDELSVEREENIGING AMSTERDAM (HVA): ANALISIS KERUANGAN SALAH SATU "SISTER FACTORY" PABRIK GULA JATIROTO Abednego Andhana Prakosajaya; Hot Marangkup Tumpal Sianipar; Ayu Nur Widiyastuti
Kindai Etam : Jurnal Penelitian Arkeologi Vol. 6 No. 2 (2020): KINDAI ETAM
Publisher : Balai Arkeologi Kalimantan Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24832/ke.v6i2.67

Abstract

Pabrik Gula Gunungsari merupakan pabrik gula yang didirikan oleh Handels Vereeniging Amsterdam atau HVA pada awal abad ke-20 Masehi. Pabrik gula yang dimaksudkan untuk menjadi sister factory atau pabrik pendukung dari Pabrik Gula Jatiroto ini merupakan bagian dari rangkaian rencana percobaan HVA dalam merevolusi industri gula di Hindia Belanda. Penelitian bertujuan untuk menganalisis apakah terdapat kesalahan dalam bidang perencanaan pemilihan lokasi pembangunan pabrik gula yang berkaitan dengan berhentinya operasi pabrik gula ini. Metode penelitian bersifat deskriptif dengan penalaran induktif. Data yang dianalisis secara spasial diperoleh dari hasil survei arkeologi di Pabrik Gula Gunungsari dan kajian pustaka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketergantungan yang sangat tinggi akan besarnya modal usaha serta anggapan dapat terpenuhinya target yang terlalu ambisius menyebabkan pemilihan lokasi pembangunan pabrik menjadi suatu hal yang merugikan bagi HVA sendiri. Gunungsari Sugar Factory had been established by Handels Vereeniging Amsterdam or HVA in the early of 20th century. The factory which was intended to be a sister of the Jatiroto Sugar Factory was part of a series of HVA trial plans to revolutionize the sugar industry in the Dutch East Indies. This paper aims to analyze whether there is a failure when selecting the location of the factory related to the cessation of its own operation. This method used is descriptive with inductive reasoning. The data analized in spatial were obtained from the survey conducted at the Gunungsari Sugar Factory and literature review. The results show that high dependence on the amount of venture capital, and the assumption that ambitious targets can be achieved, have made the selection of a factory construction location become a major weakness for HVA.
PENGARUH ETIKA DAN KEBIJAKAN ARKEOLOGI TERHADAP KETIADAAN PERAN ARKEOLOGI DALAM DISKUSI KONFLIK PASCA G/30/S 1965 DI INDONESIA Abednego Andhana Prakosajaya; Aziza Dwimas Hendarini
Kindai Etam : Jurnal Penelitian Arkeologi Vol. 7 No. 1 (2021): KINDAI ETAM: JURNAL PENELITIAN ARKEOLOGI VOLUME 7 NOMOR 1 MEI 2021
Publisher : Balai Arkeologi Kalimantan Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24832/ke.v7i1.82

Abstract

Abstrak. Konflik pasca G/30/S tahun 1965 merupakan bagian dari sejarah Indonesia yang banyak menuai kontroversi di masyarakat luas bahkan hingga saat ini. Konflik ini menjadi perhatian luas bidang ilmu politik dan sejarah, namun dalam pengungkapannya dibutuhkan metode dan ilmu arkeologi untuk menjelaskan fenomena hasil konflik kontemporer di lapangan. Tiga permasalahan yang akan diajukan adalah sejauh mana keterlibatan arkeolog dalam konflik pascaG/30S, apakah etika dan kebijakan arkeologi menjadi pembatas keterlibatan arkeolog dalam kasus ini, dan bagaimana kebijakan serta etika arkeologi di luar negeri menanggapi kasus serupa. Penelitian ini bertujuan untuk melihat alasan ketiadaan peran arkeologi terhadap kasus ini dan keterkaitannya dengan etika dan kebijakan arkeologi di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan yang dikumpulkan dengan teknik dokumentasi dengan pengolahan data menggunakan analisis konten. Hasil yang diperoleh menunjukan bahwa ketiadaan peranan arkeologi dalam diskusi perkembangan narasi sejarah pascaG/30/S merupakan akibat dari kontradiksi kebijakan dan etika profesi arkeolog Indonesia dengan etika arkeologi secara luas. Penelitian ini berkesimpulan bahwa ketiadaan peran arkeolog dalam perkembangan diskusi narasi sejarah pascaG/30/S memiliki keterkaitan dengan penafsiran kebijakan dan etika profesi arkeologi di Indonesia yang dalam beberapa aspek bertolak belakang dengan etika ilmu arkeologi secara luas. Untuk mencapai peranan arkeologi yang diharapkan sebagaimana telah ditunjukan oleh negara lain dengan kasus serupa, dibutuhkan etika ilmu arkeologi yang lebih diprioritaskan dibandingkan kebijakan nasional dan etika profesi arkeologi. Abstract. The post-G/30/S conflict in 1965 is part of Indonesia's history, which has drawn a lot of controversy in the wide community even today. This conflict has received wide attention in the fields of political science and history. The disclosure requires archaeological methods and science to explain the phenomenon of contemporary conflict results in the field. this article will discuss the extent to which archaeologists are involved in the post-G/30S conflict, whether archaeology ethics and policies are a barrier to archaeologists' involvement in this case, and how foreign archaeological policies and ethics respond to a similar matter. This study aims to understand the reasons for the absence of archaeology's role in this case and its relationship to archaeology ethics and policies in Indonesia. This study uses library research methods collected through documentation techniques with content analysis data processing. The results obtained indicate that the absence of archaeology's role in the discussion of the development of post-G/30/S historical narratives is the result of the contradictions between the policies and ethics of the Indonesian archaeologist profession with archaeology ethics in general. Archaeological ethics need to be considered so that archaeology can play a better role in post-G/30/S historical narratives.