Heru Dwi Riyanto
Balai Penelitian Teknologi Kehutanan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

Published : 7 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

KAJIAN EVALUASI LAHAN HUTAN JATI SISTEM BONITA DI KESATUAN PEMANGKUAN HUTAN (KPH) CEPU Pahlana, Uchu Waluya; Riyanto, Heru Dwi
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol 9, No 1 (2012): JURNAL PENELITIAN HUTAN TANAMAN
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Peningkatan Produktivitas Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (243.449 KB)

Abstract

ABSTRAKEvaluasi lahan dengan menggunakan metode inventarisasi tegakan dilakukan untuk mempelajarikarakteristik lahan hutan jati dalam keterkaitannya dengan produktivitas tegakan jati dan kemungkinanterjadinya degradasi sumber daya lahan hutan jati. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahuidinamika perubahan bonita pada hutan tanaman jati di Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH)Pasarsore dan Cabak, Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Cepu. KPH Cepu. Metode yang digunakanadalah pendekatan bonita dengan parameter peninggi dan umur tanaman. Data hasil inventarisasi tegakanakan diuji korelasi untuk mengetahui hubungan dan pengaruh antara faktor lahan dan faktor potensitegakan. Pemilihan lokasi kajian dipertimbangkan dalam suatu wilayah tangkapan air dengan tingkatanSub-Sub DASsedangkan titik pengamatan ditentukan berdasarkan kelas umur (KU) hutan jati dan bonita.Data sekunder untuk penentuan lokasi diperoleh dari RPKH Bagian Hutan, KPH Perum Perhutani. Hasilpenelitian menunjukkan bahwa areal hutan jati yang mengalami peningkatan bonita sebesar 12,5%, yangmengalami penurunan sebesar 42,5% dan yang tetap sebesar 45%.
Study on Species Diversity and Stand Structure in Meru Betiri National Park Riyanto, Heru Dwi; Wuryanta, Agus
Forum Geografi Vol 29, No 1 (2015): Forum Geografi
Publisher : Forum Geografi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

National parks are forest ecosystems that contain biotic and abiotic resources. Biodiversity is the data and information necessary to understand the degree of loss of species diversity and formulate a sustainable alternative of decline in these resources. The research objective is to study the reciprocal relationship between elevation and habitat of a species in an ecosystem. Research conducted at the National Park (TN) Meru Betiri. The results show that there are spatial variabilities of the species diversity based on the elevation in the study area. Elevation is inversely proportional to species diversity index, the higher the elevation, the species diversity index tends to decline, but the index of the importance of endemic species have increased. Group stand structure and species composition is influenced by the level of elevation with their own environment.
GROWTH RESPONSE OF ONE YEAR OLD POST PLANTED Shorea leprosula SEEDLING TO VARIOUS LIGHT, UNDER 19 YEARS OLD Acacia mangium STAND Riyanto, Heru Dwi
Indonesian Journal of Forestry Research Vol 3, No 1 (2006): Journal of Forestry Research
Publisher : Secretariat of Forestry Research and Development Agency

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20886/ijfr.2006.3.1.1-6

Abstract

Development of  meranti (S.leprosula) plantation forest is limited/ constrained by many factors, e.g.   seed supply and seedling growth environment. The research deals  with the observation of  the current condition on A.  mangium  stand and did not  employ any treatments.  Meranti seedling was obtained from vegetative cutting (Komatsu-Forda), at one year (old) post planted meranti under A. mangium stands  and spacing of 4 x 2 m, approximately two hectares of permanent  sample plot (PSP) were made. Ineach hectare  of young meranti plants with spacing 10  x 3 m  (330 seedling/ha),  9 (nine) observation plots  with size 10 x 10 m (6 seedlings/plot)  were prepared,  and placed in the middle of PSP. Totally, there were 108 seedlings available for the measurement of particular parameter, i.e. light intensity, height growth, and survival rate. Light intensity  was  measured by going around of 10 x 10 m plot.Result of measurement in each observation plot (10 x 10 m size) rescaled that light intensity ranged about  6,55  - 35,2% or being equal with 4908 - 26568 flux hour. Meanwhile, the best height growth response and survivalrate were at 10 %   light intensity or over.
KAJIAN KAWASAN HUTAN TEBANGAN DARI PERSPEKTIF PENGELOLAAN HUTAN LESTARI DI PT. HUTAN SANGGAM LABANAN LESTARI, KALIMANTAN TIMUR Riyanto, Heru Dwi; Prakosa, R. Dody; Sukresno, Sukresno
Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Vol 5, No 4 (2008): Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (146.851 KB)

Abstract

ABSTRAK Hutan alam Indonesia yang dikenal memiliki keanekaragaman jenis, baik sebagai penghasil komoditas hasil hutan kayu maupun komoditas hasil hutan bukan kayu, dengan adanya kegiatan pemanenan hutan, keranekaragaman jenis-jenis tersebut secara langsung maupun tidak, akan terpengaruh. Pengaruh kegiatan pemanenan hutan tersebut adalah berkurangnya atau bahkan sampai hilangnya jenis-jenis penyusun hutan tersebut serta menurunnya produktivitas hutan alam tersebut. Dalam rangka pengelolaan kawasan hutan bekas tebangan sangat diperlukan adanya informasi, guna mendukung upaya monitoring dan evaluasi agar dapat berjalan dengan baik dan bermanfaat bagi para pengambil keputusan. Beberapa informasi penting tersebut adalah spesies diversitas, indek similaritas, tegakan tinggal, dan struktur tegakan dari kawasan hutan bekas tebangan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang kondisi kawasan hutan bekas tebangan dalam kaitannya dengan beberapa indikator monitoring kesehatan hutan dalam upaya pengelolaan hutan lestari. Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat survei, dengan mengamati dan melakukan pengukuran kondisi lapangan sebagaimana adanya, tanpa memberikan perlakuan-perlakuan tertentu. Parameter yang diamati dan diukur adalah jenis pohon   dan diameter pohon, dengan aspek pengamatan adalah spesies diversitas, indek similaritas, tegakan tinggal, dan struktur tegakan. Hasil pengamatan menunjukkan spesies diversitas di kawasan hutan bekas tebangan masih tinggi, indek similaritas51%, dan tegakan tinggal rata-rata tertinggal lebih kurang 30% dengan jenis komersial Dipterocarpaceae tertinggal 22%,  komersial non  Dipterocarpaceae 30%, dan  non  komersial 43%.  Hasil  penelitian    juga menunjukkan bahwa tegakan tinggal di kawasan hutan bekas tebangan yang didasarkan  kelas diameter 10 cm ≥ D < 20 cm tertinggal 19%, kelas diameter 20 cm ≥  D < 40 cm tertinggal 38%, dan kelas diameter 40cm ke atas tertinggal 40%. Sedangkan untuk struktur tegakan dari hutan perawan menjadi kawasan hutan bekas tebangan telah terjadi perubahan struktur.
KAJIAN KAWASAN HUTAN TEBANGAN DARI PERSPEKTIF PENGELOLAAN HUTAN LESTARI DI PT. HUTAN SANGGAM LABANAN LESTARI, KALIMANTAN TIMUR Riyanto, Heru Dwi; Prakosa, R. Dody; Sukresno, Sukresno
Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Vol 5, No 4 (2008): Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK Hutan alam Indonesia yang dikenal memiliki keanekaragaman jenis, baik sebagai penghasil komoditas hasil hutan kayu maupun komoditas hasil hutan bukan kayu, dengan adanya kegiatan pemanenan hutan, keranekaragaman jenis-jenis tersebut secara langsung maupun tidak, akan terpengaruh. Pengaruh kegiatan pemanenan hutan tersebut adalah berkurangnya atau bahkan sampai hilangnya jenis-jenis penyusun hutan tersebut serta menurunnya produktivitas hutan alam tersebut. Dalam rangka pengelolaan kawasan hutan bekas tebangan sangat diperlukan adanya informasi, guna mendukung upaya monitoring dan evaluasi agar dapat berjalan dengan baik dan bermanfaat bagi para pengambil keputusan. Beberapa informasi penting tersebut adalah spesies diversitas, indek similaritas, tegakan tinggal, dan struktur tegakan dari kawasan hutan bekas tebangan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang kondisi kawasan hutan bekas tebangan dalam kaitannya dengan beberapa indikator monitoring kesehatan hutan dalam upaya pengelolaan hutan lestari. Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat survei, dengan mengamati dan melakukan pengukuran kondisi lapangan sebagaimana adanya, tanpa memberikan perlakuan-perlakuan tertentu. Parameter yang diamati dan diukur adalah jenis pohon   dan diameter pohon, dengan aspek pengamatan adalah spesies diversitas, indek similaritas, tegakan tinggal, dan struktur tegakan. Hasil pengamatan menunjukkan spesies diversitas di kawasan hutan bekas tebangan masih tinggi, indek similaritas51%, dan tegakan tinggal rata-rata tertinggal lebih kurang 30% dengan jenis komersial Dipterocarpaceae tertinggal 22%,  komersial non  Dipterocarpaceae 30%, dan  non  komersial 43%.  Hasil  penelitian    juga menunjukkan bahwa tegakan tinggal di kawasan hutan bekas tebangan yang didasarkan  kelas diameter 10 cm ≥ D < 20 cm tertinggal 19%, kelas diameter 20 cm ≥  D < 40 cm tertinggal 38%, dan kelas diameter 40cm ke atas tertinggal 40%. Sedangkan untuk struktur tegakan dari hutan perawan menjadi kawasan hutan bekas tebangan telah terjadi perubahan struktur.
KERAGAAN (PERFORMAN) JATI GN-RHL DI SUB DAS SAMIN DALAM PERSPEKTIF PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (Performance of GN-RHL Teak Wood in Samin Sub Watershed Within Perspective of Watershed Management) Riyanto, Heru Dwi; Paimin, Paimin
Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Vol 8, No 1 (2011): Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Perkembangan luas lahan kritis dicerminkan oleh semakin besarnya jumlah daerah aliran sungai (DAS) dalam kondisi kritis yakni 22 DAS pada tahun 1984 menjadi berturut-turut sebesar 39 dan 62 DAS pada tahun 1992 dan 1998, serta pada tahun 2004 diperkirakan sekitar 282 DAS. Padahal upaya pengendalianlahan kritis telah digaungkan secara intensif sejak tahun 1976 melalui program Inpres (Instruksi Presiden) Reboisasi dan Penghijauan dan mulai tahun 2003 telah didorong melalui Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (Gerhan/GN-RHL). Kondisi tersebut terjadi karena aspek monitoring dan evaluasi keberhasilan Gerhan/GN-RHL dititikberatkan kepada persen tumbuh, tolok ukur keberhasilan kegiatan tanam-menanam yang hanya pada persen tumbuh terutama pada jenis pohon lambat tumbuh (slow growth), seperti jati adalah sangat riskan untuk dijadikan acuan dalam penilaian yang dikaitkan dengan aspek perlindungan, baik cakupan secara lokal erosi dan sedimentasi maupun cakupan secara luas, suatu daerah aliran sungai. Tulisan ini akan mengkaji keragaan jati yang ditanam oleh masyarakat dalam kegiatanGerhan/GN-RHL pada Sub DAS Samin.
Study on Species Diversity and Stand Structure in Meru Betiri National Park Riyanto, Heru Dwi; Wuryanta, Agus
Forum Geografi Vol 29, No 1 (2015): July 2015
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23917/forgeo.v29i1.791

Abstract

National parks are forest ecosystems that contain biotic and abiotic resources. Biodiversity is the data and information necessary to understand the degree of loss of species diversity and formulate a sustainable alternative of decline in these resources. The research objective is to study the reciprocal relationship between elevation and habitat of a species in an ecosystem. Research conducted at the National Park (TN) Meru Betiri. The results show that there are spatial variabilities of the species diversity based on the elevation in the study area. Elevation is inversely proportional to species diversity index, the higher the elevation, the species diversity index tends to decline, but the index of the importance of endemic species have increased. Group stand structure and species composition is influenced by the level of elevation with their own environment.