Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

DISKRIMINASI BISSU DALAM NOVEL TIBA SEBELUM BERANGKAT: KAJIAN SOSIOLOGI SASTRA (Bissu Discrimination in Novel Tiba Sebelum Berangkat: Sociological Literature Study) Saharul Hariyono; Maman Suryaman
Kandai Vol 15, No 2 (2019): KANDAI
Publisher : Kantor Bahasa Sulawesi Tenggara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (588.237 KB) | DOI: 10.26499/jk.v15i2.1353

Abstract

Novel Tiba Sebelum Berangkat adalah sebuah karya fiksi yang tidak tercatat dalam sejarah, tetapi peristiwa-peristiwa yang dialami bissu merupakan konstruksi sejarah periode 1960-an. Penelitian ini bertujuan untuk mengangkat permasalahan mengenai bentuk-bentuk diskriminasi manusia bissu serta resistensi bissu terhadap bentuk diskriminasi yang terjadi. Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif, dengan pendekatan teori sosiologi sastra Ian Watt. Hasil penelitian menunjukkan hal-hal sebagai berikut: Pertama, fenomena diskriminasi dilakukan oleh pemerintah dengan menganggap bissu sebagai kelas gender yang menyalahi kodrat manusia serta dianggap tidak Islami. Kedua, fenomena diskriminasi dilakukan juga oleh masyarakat, sehingga membuat keberadaan bissu tidak lagi dihormati, bahkan dijadikan sasaran lemparan, dan olok-olokan oleh masyarakat Sulawesi Selatan. Ketiga, fenomena diskriminasi dalam bentuk budaya berdatangan secara bersisian dari masyarakat maupun pemerintah setelah berakhirnya huru-hara gerombolan DI/TII. Dari masyarakat sendiri, bissu tidak lagi diposisikan sebagai masyarakat adat. Sementara itu, pemerintah melakukan revitalisasi adat yang menyebabkan bissu dilarang untuk mengadakan upacara karena tidak sesuai dengan nilai dan tradisi. Mereka hanya diperbolehkan sebatas aktivitas seni untuk menarik perhatian para wisatawan. Dari bentuk diskriminasi yang ada, para bissu mencoba melakukan reaksi (resistensi), yang sebenarnya dilakukan untuk bertahan hidup serta mempertahankan kepercayaan mereka kepada dewata.(Novel Tiba Sebelum Berangkat is a fiction work that is not recorded in history, but the events experienced by bissu a historical construction history in the 1960s period. This study aims to raise the issue of bissu human forms discrimination and bissu resistance to the forms of discrimination that occurs. Type research is descriptive qualitative, with the approach the sociology literature study Ian Watt. Results showed: First, the phenomenon of discrimination made by the government about bissu as gender class that violates human nature and considered un-Islamic. Second, the phenomenon of discrimination made by the society, so that makes the existence of bissu no longer respected, even targeted for the throw, and mockery by the society of South Sulawesi. Third, the phenomenon of discrimination in the form of culture came simultaneously both society and government after the end of violence group DI/TII. From society, bissu no longer positioned as indigenous peoples. Meanwhile, the government did cultural revitalization that causes bissu forbidden to hold a ceremony for being incompatible with the values and traditions. They are only allowed to the extent of arts activities to attract tourists. Of the forms of discrimination that exist, the bissu tries to do the reaction (resistance), which does to survive and maintain their belief in dewata.)
HIERARKI KEBUTUHAN TOKOH UTAMA DALAM DUA CERPEN FAISAL ODDANG (Needs Hierarchy of the Central Characters in Two Short Stories by Faisal Oddang) Saharul Hariyono; Nurhadi Nurhadi
SAWERIGADING Vol 26, No 1 (2020): Sawerigading, Edisi Juni 2020
Publisher : Balai Bahasa Sulawesi Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (790.201 KB) | DOI: 10.26499/sawer.v26i1.680

Abstract

Characters, which described in the story are more interesting aspects as living as a human. Isuri and Hanafi are the central characters in Oddang’s short story who narrate how the character’s inner experiences that are unpleasant as a minority and make various efforts to reach the stage of actualizing themselves as a normal human being. This paper aims to analyze he needs level aspects of the central characters in two short stories Orang-orang dari Selatan harus Mati Malam itu and Di sana, Lima Puluh Tahun yang Lalu, using the Abraham Harold Maslow’s humanistic psychology approach. The data analyzed by using a descriptive qualitative technique with data reduction, data display, and conclusion. Results of the study showed that physiological needs, in particular, Isuri reached his needs through spirituality, while, Hanafi focused on the fulfillment of house; safety needs, Isuri avoided the chasing of state apparatus with hiding in the forest, then Hanafi decided to be Netherlands citizens to protect himself from the trouble. Love needs and belonging, make Isuri maintains his relationship with Upe even though the reality is not occurring as expected, Hanafi then preferred anomaly with having a love for the same-sex named Mapatang. Self esteem needs, Isuri defended his religion Tolotang, Hanafi tried to be a bissu to avoid cursing from his village. For the sefl-actualization needs, Isuri persuaded Uak to obtain civil rights, Hanafi actualized his self to learn the epic I La Galigo of the bissu hoby book.AbstrakTokoh fiksi adalah aspek yang lebih menarik banyak perhatian, seolah-olah hidup seperti manusia. Isuri dan Hanafi adalah tokoh utama dalam cerpen Oddang yang menarasikan bagaimana pengalaman batin tokoh yang tidak menyenangkan sebagai orang minoritas dan melakukan berbagai upaya mencapai tahap mengaktualisasikan diri sebagai manusia normal. Artikel ini bertujuan untuk menganalisis aspek tingkat kebutuhan tokoh utama dalam dua cerpen Orang-orang dari Selatan harus Mati Malam Itu dan Di Sana, Lima Puluh Tahun yang Lalu menggunakan pendekatan psikologi humanistik Abraham Harold Maslow. Data dianalisis dengan menggunakan teknik deskriptif kualitatif dengan penerapan reduksi data, sajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebutuhan fisiologis, tokoh Isuri memenuhi kebutuhan ini lewat spiritualitas, sementara Hanafi berpusat pada pemenuhan tempat tinggal; kebutuhan rasa aman, Isuri menghindari kejaran aparat negara dengan bersembunyi dalam hutan, lalu Hanafi memutuskan menjadi warga negara Belanda demi melindungi diri dari marabahaya. Kebutuhan cinta dan rasa memiliki membuat, Isuri bersikeras mempertahankan hubungannya dengan Upe walaupun praktiknya tidak terpenuhi, Hanafi memilih anomali, yakni menjalin cinta dengan sesama jenisnya yang bernama Mapatang. Kebutuhan rasa harga diri/penghargaan, Isuri mempertahankan agamanya Tolotang, Hanafi berusaha menjadi bissu demi menghindarkan tulah di kampungnya. Kebutuhan aktualisasi diri, Isuri membujuk Uak memeroleh hak sipil warga negara, Hanafi mengaktualisasi dengan memperdalam mempelajari epos I La Galigo kitab bissu.
BENTUK AKSEPTASI MIMIKRI NOVEL CRITICAL ELEVEN KARYA IKA NATASSA Hilma Nurullina Fitriani; Saharul Hariyono
MABASAN Vol. 17 No. 1 (2023): Mabasan
Publisher : Kantor Bahasa Nusa Tenggara Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26499/mab.v17i1.614

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk-bentuk mimikri dalam novel Critical Eleven karya Ika Natassa. Jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan poskolonial. Pendekatan poskolonial merupakan teori kritis yang mengungkapkan jejak-jejak kolonial dalam teks sastra. Pendekatan ini relevan digunakan untuk mengidentifikasi berbagai bentuk kolonialisasi di negara-negara jajahan. Sumber data primer diperoleh dari novel Critical Eleven. Sementara itu, data skunder diperoleh dari jurnal, laporan penelitian, dan buku-buku yang memiliki relevansi dengan masalah penelitian. Adapun teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis data interaktif. Analisis ini meliputi empat langkah, yaitu (1) pengumpulan data, (2) reduksi data, (3) data presentasi, dan (4) simpulan. Hasil penelitian menunjukkan adanya bentuk-bentuk mimikri dalam novel Critical Eleven karya Ika Natassa, di antaranya adalah (1) ilmu pengetahuan, (2) mata pencaharian hidup, (3) sistem teknologi dan perlengkapan hidup manusia, (4) bahasa, (5) gaya hidup, dan (6) ide gagasan.