Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGANGGULANGAN PENDERITA GANGGUAN JIWA DI KABUPATEN GARUT BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO.18 TAHUN 2014 TENTANG KESEHATAN JIWA SERTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NO.2 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEHATAN Tanti Suryawantie
JURNAL MITRA KENCANA KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN Vol 1, No 2 (2018): JURNAL MITRA KENCANA
Publisher : LPPM Universitas Bhakti Kencana Tasikmalaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54440/jmk.v1i2.37

Abstract

Kabupaten Garut pada tahun 2009 pernah terjadi peningkatan jumlah penderita gangguan jiwa dan angka kejadian gangguan jiwa dari tahun 2012 sampai 2014 terus meningkat. Upaya untuk menyelamatkan penderita gangguan jiwa sudah terdapat dalam peraturan perundang-undangan yaitu UU No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan dan UU No.18 tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa, Kabupaten Garut telah memiliki Peraturan Daerah No.2 Tahun 2013 tentang penyelenggaraan kesehatan.Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengetahui tanggung jawab pemerintah daerah dalam penanggulangan penderita gangguan jiwa berdasarkan dengan UU No.18 tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa serta untuk mengetahui implementasi tanggung jawab yang dilakukan oleh pemerintah daerah dalam penanggulangan penderita gangguan jiwa berdasarkan UU No.18 tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa serta Peraturan daerah Kabupaten Garut No 2 tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Kesehatan.Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah yuridis normative.Penelitian telah dilakukan pada bulan Januari sd Juli 2016 di Kabupaten Garut.Hasil penelitian menemukan bahwa tanggung jawab pemerintah Daerah Kabupaten Garut dalam upaya penanggulangan kesehatan jiwa telah diatur dalam peraturan perundang-undangan No.18 tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa tetapi masih pada pelaksaanannya masih ada yang belum sesuai dengan amanat peraturan tersebut. Selain itu Pemerintah daerah telah membuat Peraturan Daerah No.2 tahun 2013 tentang Penyelenggraan kesehatan tetapi dalam pelaksanaan tanggung jawabnya hanya tiga indicator yang sudah dilakukan  yaitu responsifitas,akuntabilitas dan kualitas pelayanan. Sedangkan tiga indicator yang lainnya yaitu keadilan, responsibilitas serta diskresi belum sepenuhnya dilakukan.
Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu dengan Penanggulangan ISPA pada Balita Susan Susyanti; Egi Ariandoni; Tanti Suryawantie
Jurnal Medika Cendikia Vol 4 No 01 (2017): JURNAL MEDIKA CENDIKIA
Publisher : STIKes Karsa Husada Garut

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Acute Respiratory Infection (ISPA) is a disease that often occurs in children. ISPA incidence in infants is estimated to reach 0.29 episodes every child in every year in developing countries and 0.05 episodes every child in every year in developed countries. It shows that there are 156 million new episode in the world every year, of which 151 million episodes (96.7%) occur in developing countries. The purpose of this study was to determine the relationship between knowledge and mother's demeanor to ISPA response in toddler. The research design was descriptive correlational cross-sectional approach. The population in this study are all mothers who have children (1-5 years) in the village of Mekarwangi, the study sample was 54 mothers who have children have ISPA experienced or never have ISPA experienced in the village Mekarwangi with sampling technique using proportional random sampling. From the results, the majority of respondents knowledgeable enough (50,0%), some less knowledgeable respondents (38.9%) and very few of the respondents good knowledge (11.1%). Most of the respondents have a supportive attitude (64.8%) and a small portion of the respondents had an attitude does not support (35.2%). Most of rersponden have ISPA positive response (68.5%) and a small percentage of respondents had ISPA negative response (31.5%). Results obtained chi-square test of the relationship between mothers' knowledge with ISPA response in toddler (p-value 0.000 <0.05) and there is a relationship between the attitude of mothers with ISPA response in toddler (p-value 0.014 <0.05). Based on these results it can be concluded that there is a relationship between knowledge and mothers' demeanor with ISPA response in toddler so it is recommended for health workers to further improve back health education in the field of child health and combating infectious diseases, especially ISPA so that the next time the incidence of ISPA not high again.
Kecenderungan Kejadian Stunting Balita di Desa Mekarwangi Wilayah Kerja Puskesmas Mekarwangi Kabupaten Garut Susan Susyanti; Dena Maryana; Tanti Suryawantie
Jurnal Medika Cendikia Vol 7 No 1 (2020): Jurnal Medika Cendikia
Publisher : STIKes Karsa Husada Garut

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33482/medika.v7i1.125

Abstract

Penelitian ini dilatarbelakangi permasalahan gizi berupa Stunting pada balita yang semakin banyak ditemukan. Stunting menggambarkan terhambatnya pertumbuhan karena malnutrisi jangka panjang. Prevalensi stunting di Kabupaten Garut sebesar 43,2%, paling tinggi di Jawa Barat dibandingkan dengan kabupaten lainnya. Akibat stunting pada balita akan berdampak terhadap adanya hambatan perkembangan kognitif dan motorik, sehingga akan mempengaruhi produktivitas di masa yang akan datang. Tujuan penelitian untuk mengetahui kecenderungan terjadinya stunting pada balita. Desain penelitian case control, populasi 319 dan sampel 84 ibu dengan balita 24-60 bulan, teknik pengambilan sampel proportional random sampling, instrumen penelitian berupa microtoise, standar baku WHO-2005 dan lembar ceklist. Analisa data univariat dengan presentase, analisa bivariat menggunakan uji Chi Square dilanjut hitung odds rasio. Responden kelompok kasus, sebagian besar berpendapatan <UMK, sebagian TB normal, sebagian kecil pernah diare kronik, sebagian diberi ASI tidak eklsusif dan riwayat imunisasi dasar sebagian lengkap. Responden kelompok kontrol, sebagian besar pendapatan >UMK, sebagian besar TB normal, sangat sedikit pernah diare kronik, sebagian besar diberi ASI ekslusif dan hampir seluruh diberi imunisasi dasar lengkap. Hasil analisis chi square menunjukan ada 4 faktor nilai p-value<0,05, artinya kejadian stunting cenderung disebabkan riwayat penyakit Diare, riwayat pemberian ASI ekslusif, riwayat imunisasi dasar, dan pendapatan orangtua. Hasil odds rasio menunjukkan 3 faktor memiliki nilai OR<1 bersifat protektif (riwayat penyakit diare kronik, riwayat ASI tidak eksklusif dan riwayat imunisasi dasar tidak lengkap). Sedangkan nilai OR>1 bersifat resiko ada pada faktor pendapatan <UMK, orangtua. Riwayat penyakit Diare memiliki p-value paling signifikan (0,000), sehingga disimpulkan riwayat penyakit Diare pada balita paling cenderung menyebabkan terjadinya stunting. Saran bagi pemegang program gizi puskesmas agar lebih meningkatkan penyuluhan sebagai upaya pencegahan stunting dengan menginformasikan pada keluarga pentingnya menjaga pola hidup sehat semenjak anak masih dalam kandungan. Penelitian ini dilatarbelakangi permasalahan gizi berupa Stunting pada balita yang semakin banyak ditemukan. Stunting menggambarkan terhambatnya pertumbuhan karena malnutrisi jangka panjang. Prevalensi stunting di Kabupaten Garut sebesar 43,2%, paling tinggi di Jawa Barat dibandingkan dengan kabupaten lainnya. Akibat stunting pada balita akan berdampak terhadap adanya hambatan perkembangan kognitif dan motorik, sehingga akan mempengaruhi produktivitas di masa yang akan datang. Tujuan penelitian untuk mengetahui kecenderungan terjadinya stunting pada balita. Desain penelitian case control, populasi 319 dan sampel 84 ibu dengan balita 24-60 bulan, teknik pengambilan sampel proportional random sampling, instrumen penelitian berupa microtoise, standar baku WHO-2005 dan lembar ceklist. Analisa data univariat dengan presentase, analisa bivariat menggunakan uji Chi Square dilanjut hitung odds rasio. Responden kelompok kasus, sebagian besar berpendapatan <UMK, sebagian TB normal, sebagian kecil pernah diare kronik, sebagian diberi ASI tidak eklsusif dan riwayat imunisasi dasar sebagian lengkap. Responden kelompok kontrol, sebagian besar pendapatan >UMK, sebagian besar TB normal, sangat sedikit pernah diare kronik, sebagian besar diberi ASI ekslusif dan hampir seluruh diberi imunisasi dasar lengkap. Hasil analisis chi square menunjukan ada 4 faktor nilai p-value<0,05, artinya kejadian stunting cenderung disebabkan riwayat penyakit Diare, riwayat pemberian ASI ekslusif, riwayat imunisasi dasar, dan pendapatan orangtua. Hasil odds rasio menunjukkan 3 faktor memiliki nilai OR<1 bersifat protektif (riwayat penyakit diare kronik, riwayat ASI tidak eksklusif dan riwayat imunisasi dasar tidak lengkap). Sedangkan nilai OR>1 bersifat resiko ada pada faktor pendapatan <UMK, orangtua. Riwayat penyakit Diare memiliki p-value paling signifikan (0,000), sehingga disimpulkan riwayat penyakit Diare pada balita paling cenderung menyebabkan terjadinya stunting. Saran bagi pemegang program gizi puskesmas agar lebih meningkatkan penyuluhan sebagai upaya pencegahan stunting dengan menginformasikan pada keluarga pentingnya menjaga pola hidup sehat semenjak anak masih dalam kandungan.
PENINGKATAN PENGETAHUAN KADER KESEHATAN JIWA TENTANG KESEHATAN JIWA DAN PERAN KADER KESEHATAN JIWA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUKAMERANG GARUT Tanti Suryawantie; Hasbi Taobah Ramdani; Iin Patimah; Angga Dipa Nagara; Neng Nia Kurniati; Sani Marsela; Clara Anggita; Sophi Retnaningsih
Jurnal Pengabdiaan Masyarakat Kasih (JPMK) Vol 4 No 1 (2022): October
Publisher : JPMK : Jurnal Pengabdian Masyarakat Kasih Published by Unit Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (UPPM) STIKES Dirgahayu Samarinda

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52841/jpmk.v4i1.312

Abstract

Kader kesehatan jiwa merupakan tenaga sukarela yang dipilih oleh masyarakat setempat dengan tujuan yaitu untuk memudahkan proses penanganan terhadap gangguan jiwa yang ditemukan di masyarakat. Kader dibutuhkan dalam pelayanan kesehatan jiwa di komunitas (masyarakat) karena perannya yang langsung melakukan penanangan pada masyarakat sekitar tempat tinggalnya sehingga diharapkan dapat mendeteksi dini atau melakukan skrinning dalam upaya pencegahan gangguan jiwa dan juga peran kader kesehatan jiwa diperlukan dalam mendukung proses recovery pada Orang dengan gangguan jiwa (ODGJ). Berdasarkan survei yang dilakukan di Wilayah kerja Puskesmas Sukamerang, beberapa kader mengatakan sudah hampir 2 tahun upaya kesehatan jiwa tidak berjalan optimal karena situasi pandemic covid-19, maka dari itu mereka mengingkan adanya peningkatan pengetahuan kemampuannya terkait dengan Kesehatan jiwa. Tujuan dari pengbdian masyarakat ini untuk memberikan informasi, edukasi terkait kesehatan jiwa dan peran kader kesehatan jiwa. Metode yang digunakan dengan pre dan post test terkait materi kemudian dilanjutkan dengan metode ceramah terkait materi kesehatan jiwa dan peran kader kesehatan jiwa. Hasil pengabdian masyarakat ini terdapat peningkatan pengetahuan sebelum dan sesudah dilakukan penyuluhan. Diharapkan dari pengabdian masyarakat ini akan meningkat pengetahuan serta kemampuan kader tentang perannya sebagai kader kesehatan jiwa .
PEMBERDAYAAN KELUARGA DALAM MERAWAT ANGGOTA KELUARGA YANG MENGALAMI GANGGUAN JIWA WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUKAMERANG GARUT Tanti Suryawantie; Ishmah hamidah; Rifa Aulia A Lubis
Jurnal Bakti untuk Negeri Vol 3 No 1 (2023): JBN
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan ISFI Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36387/jbn.v3i1.1358

Abstract

The family is the most important part in the recovery process in patients withmental disorders. The family plays a role in carrying out care at home, providingmental support, economics and other needs needed by other family members whoexperience mental disorders. The successful recovery of people with mentaldisorders (ODGJ) depends on the care and ability of the family to provideappropriate assistance. Based on the results of Iskandar et al's research (2022) atthe Sukamerang Health Center, Garut Regency, it was stated that the function ofthe family in maintaining the health of a family member who has a mentaldisorder is not supportive. Therefore, sufficient knowledge and skills are neededin managing the dynamics of family psychology while providing assistance. forODGJ. The purpose of this community service is to increase the knowledge andmentality of the ODGJ family. The method used is pre and post tests related to the material then followed by the lecture method related to mental disorders material,ways of accompaniment, how to communicate with ODGJ, managing stress andhow to deal with stigma about ODGJ. The results of this community service arean increase in knowledge before and after counseling. It is hoped that thiscommunity service will increase the knowledge and mentality of the family incaring for family members who have mental disorders
EFFECTIVENESS OF FAMILY CAREGIVER-BASED "STROKE CARE" COACHING ON FAMILY READINESS IN CARING FOR FAMILY MEMBERS FAMILY MEMBERS WHO EXPERIENCED A STROKE Iin Patimah; Andri Nugraha; Tanti Suryawantie
Jurnal Medika Cendikia Vol 10 No 1 (2023): Journal Medika Cendikia
Publisher : STIKes Karsa Husada Garut

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33482/jmc.v10i1.221

Abstract

Introduction: Stroke is one of many non-communicable diseases with a high incidence in Indonesia. So that an intervention is needed that can improve the quality of life of stroke patients to avoid various complications due to stroke. Objectives: This study aims to conduct coaching on stroke care for family members so that the family is better prepared to provide proper care, especially in the rehabilitation phase. Method: the method used in this study was quasi experiment with pretest-posttest with control group design. 26 samples were involved using purposive sampling technique. in the intervention group, coaching was conducted for 4 meetings in 2 weeks, followed by follow-up for 2 weeks, while 13 research samples in the control group received intervention according to program procedures at the hospital. The instruments used were questionnaires and observation sheets. Statistical analysis used Wilcoxon and Mann-Withney tests. Results: for the intervention group there were differences before and after the intervention in terms of knowledge variables (p-value=0.02) and skills (p-value=0.01) while for upper and lower extremity strength there were no differences. Conclusion: Coaching intervention "stroke care" has a significant effect on family readiness for variables of family knowledge and skills in caring for family members who have a stroke in the rehabilitation phase at home.