Eko Saputro
Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

MORFODINAMIKA JANGKA PENDEK PENDANGKALAN DI ALUR PELAYARAN BARITO, KALIMANTAN SELATAN Franto Novico; Arif Ali; Eko Saputro; Adi Sinaga; Andi Egon
JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Vol 15, No 2 (2017)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (8594.493 KB) | DOI: 10.32693/jgk.15.2.2017.402

Abstract

Potensi sumber daya mineral di pulau Kalimantan pada umumnya berada di hulu-hulu sungai yang relatif jauh dari pantai. Potensi ini pada umumnya telah dieksplorasi bahkan dieksploitasi, namun kendala yang umum dihadapi adalah pengangkutan hasil tambang tersebut. Keterbatasan sarana dan prasaran transportasi darat akibat kondisi alam yang berawa sehingga menyebabkan pilihan jatuh kepada transportasi sungai yang lebih murah efektif dan efisien. Kendala yang umum terjadi pada system transportasi melalui sungai adalah pendangkalan di alur masuk dan muara sungai, oleh karena itu diperlukan pengerukan untuk pendalaman alur pelayaran. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari perubahan morfologi akibat sedimen yang menyebabkan pendangkalan dan penyempitan pada muara Sungai Barito. Pendekatan yang digunakan untuk analisis perubahan morfodinamika dilakukan dengan bantuan simulasi model numerik dengan menggunakan software Delft3D. Berdasarkan simulasi model morfodinamika Delft 3D, maka dapat diketahui sedimentasi tertinggi terjadi pada areal lokasi sekitar muara Sungai Barito, dimana terjadi pendangkalan sampai sebesar 1,2 meter per-tahun. Sedangkan pada bagian selatan alur pelayaran terjadi penyempitan sebesar 300-400 meter per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi morfologi sangat dipengaruhi oleh debit Sungai Barito. Kata kunci: Morfodinamika, Dasar Laut, Alur Pelayaran, Sungai Barito, Kalimantan Selatan, Delft3D, Pemodelan erosi dan sedimentasi The potency of mineral reserves in Kalimantan Island has mostly located at the upstream area that is quiet far from the coastline. Generally, the mineral potency have been explored and sometime exploited, however the most common problem in this system is how to transport of those reserves. The limitation of onland facilities and infrastructures due to swampy area caused the river transportation is the cheapest, affective and efficient choosen alternative. However, the most common constraints on river transportation systems are silting in the inlet and estuarine. Therefore the dredging is obviously important for deepening of the access channel. The aim of this study is to reveal morphological changes due to sediment transport that is causing silting and narrowing the area around the Barito estuarine. The numerical model using Delft3D is conducted to analyse the morphodynamic changing.Based on the Delft3D model simulation results, the highest sediment deposition occurs at a location near the Barito river estuary, where the sedimentation rate is up to 1.2 meter per year. In the southern part of the navigation canal, the canal width is reduced up to 300-400 meter per year. These indicate that the morphological process at this location highly influenced by the river discharge. Keywords: Morphodynamic, Seabed, Access Channel, Barito River,Delft3d, Erosion and Sedimentation Model
KEBERADAAN FOSIL PENUNJUK FORAMINIFERA PLANKTON KUARTER DI PERAIRAN BENGKULU, PANTAI BARAT SUMATERA Imelda Rosalina Silalahi; Mimin Karmini Adisaputra; Eko Saputro; Arif Ali
JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Vol 16, No 1 (2018)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1212.069 KB) | DOI: 10.32693/jgk.16.1.2018.544

Abstract

Penelitian ini menggunakan tiga sampel sedimen bor inti dari di sekitar Pulau Siberut, Kepulauan Pagai Selatan dan Pulau Enggano, Perairan Bengkulu, pantai barat Sumatera. Sampel tersebut digunakan untuk mengetahui zonasi biostratigrafi berdasarkan foraminifera plankton. Sebanyak 23 subsampel sedimen diambil dari tiga bor inti dengan interval 1,5 m dan pada lapisan yang memperlihatkan perubahan jenis dan warna sedimen. Analisa foraminifera dilakukan secara kualitatif dan berdasarkan datum pemunculan awal spesies penunjuk untuk menentukan zonasi biostratigrafi. Hasil identifikasi diperoleh 46 spesies foraminifera plankton dalam jumlah sangat melimpah. Ditemukan Bolliella adamsi yang dikenal sebagai spesies penunjuk untuk batas antara kala Plistosen Akhir dan Holosen. Batas ini dijumpai pada kedalaman yang berbeda antara 700 – 950 cm bawah dasar laut (bdl). Berdasarkan penemuan spesies penunjuk tersebut akhirnya ada dua subzona foraminifera plankton, yakni subzona Globigerinella calida dan subzona Bolliella adamsi.Kata kunci: foraminifera plankton, spesies penunjuk, umur, subzona Globigerinella calida dan subzona Bolliella adamsi, pantai Barat Sumatera.This study used three core sediment samples from off Siberut, South Pagai and Enggano islands, Bengkulu waters, Westcoast of Sumatera. The samples were then used to determine biostratigraphic zonation based on planktonic foraminifera. A total of 23 subsample sediments from these three sites within 1.5 m intervals and at layers that showing colour and sediment type changes. Foraminiferal analysis has been carried out qualitatively and based on the initial appearance of the index species in order to determine biostratigraphic zonation. There are 46 identified species of planktonic foraminifera that were found very abundantly. It was also appeared Bolliella adamsi, as an index species for the boundary between Late Pleistocene and Holocene. This boundary was found at different depths between 700 and 950 cm below sea level. Based on the discovery of the index species, finally there are two subzonations of planktonic foraminifera; Globigerinella calida and Bolliella adamsi subzonations.Keywords: planktonic foraminifera, index species, age, Globigerinella calida and Bolliella adamsi subzonations, westcoast Sumatera
DISTRIBUSI SPASIAL FORAMINIFERA DI PERAIRAN TELUK CENDERAWASIH, PAPUA BARAT Eko Saputro; Lili Fauzielly; Imelda Rosalia Silalahi; Winatris Winatris
JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Vol 17, No 2 (2019)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2471.509 KB) | DOI: 10.32693/jgk.17.2.2019.602

Abstract

Sebanyak 20 sampel sedimen dari perairan Teluk Cenderawasih telah digunakan sebagai bahan studi foraminifera, yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana sebaran spasial dan struktur komunitas foraminifera di perairan Teluk Cenderawasih. Hasil penelitian menunjukkan komposisi foraminifera planktonik yang terdiri dari 7 Genus dan 13 Spesies sedangkan foraminifera bentonik terdiri dari 57 Genus dan 87 Spesies. Foraminifera planktonik yang paling umum ditemukan karena muncul di seluruh sampel adalah genus Globigerinoides, terutama G. trilobus dan G. ruber. Sedangkan foraminifera bentonik didominasi oleh subordo Rotaliina, dan yang paling banyak ditemukan adalah genus Cibicidiodes dan Lenticulina. Keanekaragaman foraminifera planktonik dan bentonik termasuk dalam kategori tinggi dengan kisaran antara 0.82 – 0.90 (planktonik) dan 0.79 – 0.95 (bentonik). Kemerataan foraminifera planktonik dan bentonik juga termasuk dalam kategori tinggi dengan kisaran antara 0.83 – 0.99 (planktonik) dan 0.82–0.99 (bentonik). Sedangkan untuk dominasi foraminifera planktonik dan bentonik berada dalam kategori rendah dengan kisaran 0.10 – 0.18 (planktonik) dan 0.05 – 0.21 (bentonik). Hal ini menunjukkan bahwa Teluk Cendrawasih meskipun merupakan perairan yang semi tertutup, namun kondisinya masih sangat bagus bagi perkembangan foraminiferaKata Kunci : foraminifera, distribusi spasial, struktur komunitas, dan Teluk Cenderawasih A total of 20 marine sediment samples from Cenderawasih Bay waters have been used for foraminiferal study, . The purpose to describe the spatial distribution and structure of the foraminifera community in the waters of Cenderawasih Bay. The results indicate that marine sediments are composed of 7 genera and 13 species of planktonic foraminifera, and 57 genera and 87 species belong to benthic foraminifera. The most common planktonic foraminifera is Globigerinoides which is found in all location, particularly G. trilobus and G. ruber. Furthermore, benthonic foraminifera is dominated by subordo Rotaliina, particularly genera Cibicidoides and Lenticulina as the most common genera. Diversity of both Planktonic and benthonic foraminifera are categorized as high, the values are between 0.82 and 0.90, and between 0.79 and 0.95 respectively. Planktonic and benthonic foraminiferal evenness are also high with range value between 0.83 and 0.99 (planktonic), and between 0.82 and 0.99 (benthonic). In contrast, dominance of both foraminiferal type are low, between 0.10 and 0.18 for planktonic, and between 0.05 and 0.21 (benthonic).This indicates that despite a semi–enclosed bay, Cendrawasih Bay is still considered as a good environment for foraminiferal community. Keywords: foraminifera, spatial distribution, community structure, and Cenderawasih Bay.
ANALISIS GEOKIMIA SEDIMEN DASAR LAUT PERAIRAN TELUK BONE BAGIAN UTARA, SULAWESI Eko Saputro; Arif Ali; Yuli Yulianah
JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Vol 21, No 2 (2023)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32693/jgk.21.2.2023.821

Abstract

Analisis geokimia sedimen dasar laut perairan Teluk Bone bagian utara dilakukan untuk mengetahui rona awal sebaran dan kandungan geokimia pada sedimen dasar laut perairan ini. Analisis granulometri yang dilakukan pada sedimen dasar laut menunjukkan dominasi lanau dan lanau pasiran. Hasil analisis geokimia unsur utama menunjukkan bahwa SiO2 (38,13%), Al2O3 (14,25%) dan CaO (11,80%) merupakan senyawa utama yang paling tinggi kandungannya. Secara umum, prosentase sebaran senyawa utama tersebut semakin berkurang seiring bertambahnya kedalaman batimetri, serta penyebarannya sangat dipengaruhi oleh banyak-sedikitnya sedimen fraksi halus. Unsur logam tertinggi pada perairan Teluk Bone ini yaitu Fe, Pb dan Zn dengan komposisi rata-rata ketiganya bernilai 46.134,35 ppm, 90 ppm dan 80,13 ppm. Pada umumnya sebaran kandungan unsur logam berasal dari daerah dekat darat, dan berkurang kandungannya seiring bertambahnya kedalaman batimetri. Diagram hubungan antara unsur logam dengan ukuran rata-rata butir sedimen menunjukkan bahwa semakin halus nilai ukuran butir maka semakin tinggi kandungan unsur logam di dalamnya.