Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search
Journal : Al-Ulum

KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT TOWANI TOLOTANG DI KABUPATEN SIDENREN RAPPANG Rusli, Muh.
Al-Ulum Vol 12, No 2 (2012): Al-Ulum
Publisher : Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sultan Amai Gorontalo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Aspek-aspek kearifan lokal masyarakat Towani Tolotang dapat diklasifikasi dalam tiga hal namun dapat termanifestasikan dalam suatu konsep “Perrinyameng”. Hubungan kepada Tuhan mengandung nilai ketaatan kepada Dewata Seuwae sekaligus penghormatan kepada Wa’ sebagai pemimpin. Kemudian hubungan kepada sesama manusia mengandung nilai kebersamaan, kedamaian, kepekaan sosial, keadilan dan lain sebagainya. Adapun nilai hubungan kepada alam ialah melestarikan alam untuk kepentingan manusia Kearifan tersebut sangat besar implikasinya bagi kehidupan masyarakat Towani Tolotang, meskipun tidak seluruhnya mampu menerapkan nilai-nilai kearifan tersebut. Belajar dari kearifan lokal masyarakat Towani Tolotang, terdapat gagasan alternatif solusi konflik di Indonesia, yakni Perrinyameng yang dapat dimaknai sebagai kemauan untuk bekerja keras, penghargaan yang tinggi terhadap sesama manusia, serta kepekaan sosial yang tinggi terhadap nasib sesama manusia. Konsep tersebut memiliki relevansi bila diitegrasikan dengan nilai keislaman.  --------------------------The aspects of local wisdom of Towani Tolotang society can be classified by three aspects, but it could be manifested in concept “Perrinyameng”. Relation to the God, it includes the value of loyalty to Dewata Seuwae and respect to Wa’ as the leader at once. Relation to humanity includes the value of togetherness, peace, social sensitivity, justice and others. Where as, the value of relation to nature is saving nature for human intention. The three given relations of local wisdom implicate greater for lives of Towani Tolotang society, although not all of them is able to apply that value. Studying from local wisdom of Towani Tolotang society, found alternative ideas for conflict solution in Indonesia, “Perrinyameng” to be meant is the will for serious working, highly respected to the human beings, and widely social sensitivity for human’s destiny. This given concept has relevance if it is integrated with values of Islam. “Perrinyameng” is one of the most idealistic concepts to be applicable in handling Indonesia conflicts.  
NALAR TEOLOGIS DAN HUKUM ISLAM BIAS GENDER Rusli, Muh.; Thahir, Muhammad; Zainuddin, Asriadi
Al-Ulum Vol 13, No 2 (2013): Al-Ulum
Publisher : Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sultan Amai Gorontalo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (137.983 KB)

Abstract

Salah satu ajaran inti al-Qur’an adalah mengangkat harkat dan martabat manusia sama di hadapan Allah, tanpa mengenal perbedaan jenis kelamin (laki-laki dan perempuan). Yang membedakan keduanya hanyalah kualitas ketakwaannya. Wacana gender secara subtansi bukanlah hal yang baru dalam Islam. Bila dihadapan Allah derajat manusia sama, maka seyogyanya laki-laki dan perempuan mampu menjalin hubungan kerja sama yang baik tanpa merugikan salah satu pihak. Di antara penyebab masih adanya pemahaman umat Islam yang bias gender adalah konstruk pemahaman yang keliru dalam menafsirkan firman Allah dan Hadis Nabi yang kemudian dilegitimasi dengan produk hukum Islam. Untuk itu, reinterpretasi secara kontekstual terhadap setiap dalil yang bias gender mutlak dilakukan. Reinterpretasi tersebut mempertimbangkan kondisi kekinian dan prinsip kemaslahatan bersama, sehingga melahirkan makna dan paradigma baru yang berkeadilan gender serta selaras dengan nilai universal Islam.----------------------One of the core teachings of the Quran is the dignity of human beings are equal before God, regardless of differences in gender (men and women). What distinguishes the two is the quality of piety. Substancely,  gender discourse is not new in Islam. When the degrees are equal before God, then men and women should be able to establish a good working relationship without harming each other. Among the causes of the persistence of the Muslim understanding that gender bias is a false construct understanding in interpreting the word of God and the Hadith of the Prophet which then legitimized by Islamic laws. To that end, contextual reinterpretation of any gender bias arguments to be conducted. The reinterpretation considering the current situation and the principle of mutual benefit, thus giving birth to a new paradigm of meaning and gender-equitable and aligned with the universal values of Islam.